Keidupan normal Karina gadis 17 tahun yang baru saja putus cinta seketika berubah, Dengan kedatangan Dion yang merupakan artis terkenal, Yang secara tidak terduga datang kedalam kehidupan Karina, Dion yang telah mempunyai kekasih harus terlibat pernikahan yang terpaksa di lakukan dengan Karina, siapakah yang akan Dion pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nenek Ida
"Kamu anaknya Mira, kan? Hati-hati, nanti kamu juga ditelantarin sama si Mira, kayak si Desi!" ujar wanita itu dengan tawa yang mengerikan, membuat suasana semakin tak nyaman. Dion yang sejak tadi diam, menyadari bahwa Karina mulai terpukul oleh ucapan wanita tersebut. "Rin, kita pergi aja dari sini," katanya sambil menarik tangan Karina dengan lembut, mengajaknya menjauh dari tempat itu.
Mereka segera kembali ke dalam mobil. Karina duduk diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Wajahnya tampak murung, matanya menerawang jauh, seolah mencoba mencerna semua yang baru saja ia dengar."Rin, lo gak apa-apa?" tanya Dion pelan, khawatir dengan keadaan Karina.Karina menghela napas panjang, suaranya pelan dan penuh kebingungan. "Gak tahu, gue bingung, Dion. Gue gak ngerti... Siapa Desi? Kenapa Ibu nyari anak yang namanya Desi? Apa maksudnya?"Pertanyaan itu berputar-putar di benak Karina, mengaburkan segala hal lain di sekitarnya. Dion hanya bisa diam, memberikan Karina ruang untuk memikirkan semuanya. Malam itu menjadi lebih sunyi dan penuh tanda tanya bagi mereka berdua.
Di sekolah, Mamah Sindy tampak gelisah, berjalan tergesa-gesa mencari informasi tentang Karina dan Dion yang tak kunjung pulang. Saat melihat Intan baru saja tiba, Mamah Sindy langsung memanggilnya, "Intan..."Iya, Tante? Ada apa?" Intan menghampiri, terkejut melihat Mamah Sindy yang tampak cemas."Kamu tau nggak di mana Karina dan Dion? Mereka belum pulang dari kemarin," tanya Mamah Sindy dengan nada khawatir, air matanya mulai menggenang.
"Belum pulang?" Intan menatap Mamah Sindy dengan rasa tak percaya. "Tapi, Intan juga nggak tahu mereka di mana, soalnya Intan udah coba hubungi mereka, tapi ponselnya gak aktif."Mamah Sindy semakin tak tenang. "Aduh, mereka ke mana, ya? Bikin khawatir aja..." ucapnya sambil menyeka air mata yang mulai menetes."Kenapa nggak coba cari di rumah Karina aja, Tante? Siapa tahu mereka ada di sana," saran Intan, berusaha menenangkan Mamah Sindy yang sudah terlihat sangat panik.
"Iya, juga ya..." Mamah Sindy mengangguk, menyetujui usul itu dan segera bergegas. Sementara itu, di sisi lain, Karina dan Dion masih melanjutkan perjalanan mereka untuk mencari keberadaan Bu Mira. Tujuan berikutnya adalah rumah nenek dari pihak ibu Karina. Namun di tengah perjalanan, Dion tiba-tiba teringat sesuatu. "Eh, Rin, kita lupa ngabarin Mamah. Pasti dia khawatir banget. Coba cepetan telepon, mumpung kita masih di kota."Karina segera meraih ponselnya yang seharian dimatikan. Saat dinyalakan, layar ponselnya dipenuhi notifikasi panggilan tak terjawab. "Ya ampun, banyak banget miscall dari Mamah," ujarnya, merasa bersalah.
"Yaudah, kabarin Mamah dulu, biar dia nggak panik," ujar Dion sambil tetap fokus menyetir.
Di saat yang bersamaan, Mamah Sindy, yang sedang dalam perjalanan menuju rumah Karina, tiba-tiba menerima panggilan masuk. "Ini Karina nelpon!" serunya penuh lega, segera mengangkat telepon itu tanpa pikir panjang."Sayang, kamu sama Dion ke mana aja? Apa kalian baik-baik saja? Mamah khawatir banget!" suara Mamah Sindy terdengar panik di ujung telepon."Mamah, tenang dulu... Aku sama Dion baik-baik aja kok. Kita sekarang lagi di Cianjur," jawab Karina, berusaha menenangkan ibunya yang terdengar sangat cemas."Aduh, syukurlah. Kalian hati-hati ya. Mamah khawatir banget kalian nggak pulang semalaman."Maaf, Mah. Kita bakal kabarin kalau ada apa-apa lagi," jawab Karina lembut, merasa lega bisa meredakan kekhawatiran ibunya.
"Cianjur? Ngapain kalian ke Cianjur?" suara Mamah Sindy terdengar bingung dan penasaran.
"Kita lagi cari Ibu, Mah. Katanya Ibu pulang ke Cianjur," jawab Karina, mencoba menjelaskan dengan tenang."Ngapain ibumu pulang ke Cianjur?" tanya Mamah Sindy lagi, rasa ingin tahunya semakin besar.
"Kurang tahu, Mah. Makanya kita mau nyusul, soalnya Ibu nggak bisa dihubungi," Karina menambahkan dengan nada khawatir. "Emmm, yaudah, Mah, segitu dulu ya, baterai HP-nya udah mau habis," lanjutnya, melirik ponselnya yang baterainya hampir habis.
Setelah menutup telepon, Dion menoleh ke Karina. "Rin, coba hubungi Ibu lagi. Siapa tahu sekarang diangkat."
"Oke, aku coba," sahut Karina, segera mencari nomor ibunya di ponsel. Beberapa detik kemudian, panggilan tersambung, dan tak disangka panggilannya diangkat. Wajah Karina langsung berseri-seri."Bu! Ibu di mana?" tanya Karina dengan nada penuh kekhawatiran."Tenang, sayang. Ibu baik-baik saja. Ibu sekarang ada di rumah Nenek," jawab Ibu Mira dari seberang, suaranya terdengar lembut dan menenangkan.
Karina merasa lega mendengar kabar ibunya. "Ibu, aku sama Dion lagi nyariin Ibu. Kita kesana ya, Bu?" tanyanya, masih dengan nada khawatir. "Memangnya kalian sekarang ada di mana?" tanya Ibu Mira, kali ini terdengar lebih khawatir."Kita lagi menuju rumah Nenek, Bu," jawab Karina, menoleh sebentar ke arah Dion yang tengah fokus menyetir.Ibu Mira terdengar senang mendengar jawaban itu. "Oh, kalian mau ke sini? Yaudah, kesini aja, sekalian Dion Ibu kenalin ke Nenek kamu," jawabnya dengan nada riang.
Karina tersenyum lega. "Oke, Bu, kita segera ke sana," katanya sebelum menutup telepon. Dion melirik Karina dan tersenyum tipis, ikut merasa lega. Mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan hati yang sedikit lebih tenang, meskipun masih banyak misteri yang harus mereka pecahkan.
Pagi itu, halaman rumah Nenek Ida penuh dengan keramaian. Beberapa wanita paruh baya berkumpul di luar, berbisik-bisik penuh rasa penasaran. Salah seorang dari mereka tak sabar menunggu. "Mana nih menantunya Nenek Ida? Katanya menantunya artis terkenal," tanya seorang wanita paruh baya, memandang rumah tua itu dengan penuh harap.
"Sabar dong, mantu saya baru sampai tadi malam. Masih tidur," jawab Nenek Ida, mencoba menenangkan mereka.
Tak lama kemudian, Karina dan Dion keluar dari rumah, merasa terganggu oleh suara riuh di luar. Mereka terkejut melihat sekelompok wanita yang berkumpul di halaman, semua mata tertuju pada mereka."Nih dia, mantu saya! Namanya Dion, artis terkenal, loh. Ganteng, kan?" Nenek Ida berkata penuh kebanggaan, sambil menunjuk Dion dengan senyum lebar. Salah satu wanita paruh baya mendekat dan memandangi Dion dari ujung kepala hingga kaki. "Apaan sih, Nenek Ida? Bohong, ya? Ganteng sih, tapi saya nggak pernah lihat dia di TV," protesnya dengan nada skeptis. Dion, yang masih mengumpulkan kesadarannya setelah baru bangun tidur, terkejut ketika tiba-tiba dikerubungi oleh para nenek dan ibu-ibu. Dia hanya bisa berdiri kaku, bingung dengan situasi yang tidak ia duga "Kalian aja yang kurang update! Mantu saya ini terkenal, loh!" ujar Ibu Mira, membela Dion sambil melipat tangan di dada, kesal melihat para wanita itu meragukan menantunya.
Namun, protes tak berhenti. Salah satu ibu-ibu menatap Dion dengan pandangan meremehkan, lalu berkata, "Udah, ayo kita pulang aja. Artisnya kurang terkenal, masih gantengan Anjasmara!" Satu per satu, para wanita paruh baya itu mulai meninggalkan halaman, tak puas dengan apa yang mereka lihat. Ibu Mira, melihat mereka pergi, menggerutu kesal. "Dasar nenek-nenek peot, nggak tahu aja seberapa terkenalnya Dion di kota!"Sementara itu, Dion hanya menarik napas lega dalam hatinya. "Untung nggak ada yang ngenalin gue beneran," batinnya, merasa aman dari perhatian yang berlebihan.