Niat menerjemahkan bahasa, berujung fucking!!
Cinta gelap seorang mafia Italia bernama Almo Da Costa pada seorang wanita sederhana bernama Luna Diaz yang berprofesi sebagai penerjemah bahasa.
Pertemuan yang tidak diinginkan harus terjadi sehingga Luna kehilangan mahkota berharganya bagi seorang wanita. Hingga 2 tahun mereka berpisah dan bertemu kembali namun hal yang mengejutkan bagi Luna adalah saat Mr. Mafia itu bertanya.
“Where is my child?”
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
M'sDL — BAB 03
PEKERJAAN YANG DIMATIKAN
Selama diperjalanan menuju Milan. Almo meremas-remas kepalan tangan kirinya yang bertengger di tangan sofa singel jet pribadinya.
“Tuan, ada panggilan masuk!” ucap salah satu anak buahnya sembari membawakan sebuah alat komunikasi canggih.
Pria berkaos hitam itu berdiri di samping bosnya duduk, sambil memegangi alat tersebut. [“Tuan Almo! Wanita itu baru saja melapor ke polisi, tapi dia tidak berhasil. Apa perlu saya membunuhnya saja? ”] tanya Enzo yang rupanya masih berjaga di Philadelphia.
Almo terdiam beberapa saat, mencoba mengingat akan gadis itu. Gadis malang yang sudah dia renggut mahkotanya.
[“Tidak perlu. Matikan saja pekerjaannya, aku yakin uang adalah segalanya di dunia ini. Dia tidak akan bisa berbuat sesuatu jika tidak mempunyai pegangan.”] Pinta Almo lalu segera menyuruh anak buahnya tadi pergi dan mematikan panggilan tadi.
Kali ini Almo hanya fokus ke ayahnya saja. Lorella— entah apa yang akan dia lakukan kepada pria itu di saat Morrone tak bisa lagi menggerakkan tubuhnya. Tapi yang pasti, Almo tahu bahwa wanita itu memiliki tujuan tertentu. Mengambil warisan Morrone untuk anak kesayangannya Sergio.
.
.
.
Beberapa jam menempuh perjalanan. Almo langsung saja pergi ke kediaman Lorella saat ini, Mansion Da Costa pertama. Jangan terkejut! Morrone mempunyai 2 Mansion, 1 di Milan dan satu lagi milik Almo di Sisilia.
“LORELLA!!!” sentak Almo suaranya menggema hingga burung-burung yang tadinya rehat di pepohonan pun langsung berterbangan.
Seorang wanita paruh baya dengan pakaian elegan dan berwibawa. Lorella Fox, wanita itu langsung bangkit dari duduk santainya saat dia melihat kedatangan Almo yang membawa kemarahan.
Pria itu menatap tajam saat dia begitu dekat dengan ibu tirinya itu. “Siapa yang menyuruhmu membawa ayahku kemari?” tanya Almo penuh penekanan di setiap kalimatnya.
Lorella tersenyum miring sambil melipat kedua tangannya. “Apa aku perlu meminta izin jika ingin membawa suami ku? Apa kau lupa dia menyuruhmu untuk hormat kepadaku Almo! Jadilah putra yang baik.” Ujar wanita itu sangat santai.
Mendengar hal itu, Almo menyeringai tak percaya. Pria itu berkacak pinggang lalu kembali menghampirinya dan menatap lekat serta tajam. “Kau memanfaatkan semuanya dengan sangat baik. Jika bukan karena Morrone, maka Lorella dan Sergio Fox sudah tewas di tanganku.” Ucap pria itu memberikan balasan yang membuat Lorella tak lagi tersenyum.
“Da Costa! kau salah menyebut marga kami.”
“Fox! Fox.... Itu adalah margamu.” Ucap Almo mengingatkan kembali.
Seperti tercekat di tenggorokan. Lorella tak bisa berkata-kata dan hanya menatap kesal sekaligus emosi.
Almo berbalik pergi, namun dia kembali menghentikan langkahnya dan menoleh ke kanan. “Aku akan membawanya pergi. Jika kau berani datang lagi ke Mansion ku, maka aku tak segan melupakan bahwa kau adalah istri Morrone.” Ancam Almo tak main-main— yang artinya dia bisa membunuhnya kapan saja tanpa memperdulikan janjinya mengabdi kepadanya selama ayahnya masih bernapas.
Pria itu melangkah pergi. Lorella sendiri hanya tersenyum getir hingga menggertakkan giginya dan mengepalkan kedua tangannya yang masih terlipat ke perutnya.
Ceklek! Almo melenggang masuk melewati pintu yang terbuka. Seorang pria dengan rambut dan janggut kumis berwarna putih tengah berbaring tak berdaya di atas kasurnya.
Mengenakan kaos lengan panjang putih hingga tatto di tangan dan dadanya pun terlihat. Morrone juga mantan seorang mafia sampai tragedi memilukan menimpanya hingga menjadikannya lumpuh tak berdaya.
“Almo?!” panggil nya saat dia mendengar suara langkah sepatu yang Almo kenakan.
“Aku di sini.” Jawab pria itu duduk di sebelah ayahnya.
“Tidak perlu membawa ku pergi dari sini. Aku akan tetap di sini, kau bisa bebas.” Ujar Morrone Da Costa hingga membuat putranya itu berkerut alis.
“Apa kau menukarnya dengan dirimu?" tebak pria itu.
Morrone tak bisa menggerakkan kepalanya bahkan untuk mengangguk kecil. “Ya! Aku sudah membuatmu mengabdi kepada Lorella dan Sergio selama 3 tahun, dan menyuruhmu untuk menutupi identitas mu.” Jelas pria tua itu membuat Almo terdiam.
“Kini kau bisa menjalankan hidupmu sendiri.”
“Kau sengaja melakukannya agar aku tidak bisa melukai mereka berdua. Apa yang membuatmu sangat terikat dengan wanita itu?” kesal Almo. Setiap kali dia bertanya, Morrone selalu diam dan tidak menjawabnya.
“Turuti saja keinginan ku.”
Almo tak bisa berkata-kata lagi selain menggeram kesal akan ayahnya. Namun entah kenapa dia selalu tak bisa menolak permintaannya.
.
.
.
“Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa.... pekerjaan ku terhambat Biel!" ucap Luna sembari berkerut kesah.
Sudah satu Minggu lewat, namun Luna tak ada panggilan atau jasa menerjemahkan. Bahkan untuk para turis asing dari luar negara.
“Tidak semuanya berjalan lancar Luna. Tapi kau benar juga! Apa kau memiliki masalah dengan seseorang?” tanya Biel yang kini ikut duduk di sebelah kawannya.
Luna menggeleng. Wanita cantik dengan rambut pendeknya itu perlahan sudah melupakan soal pria bernama Almo. Bahkan penolakan polisi atas tuduhannya pun malah membuatnya dihina oleh para polisi di sana.
Memang benar. Uang adalah segalanya!
“Kau ingin bekerja bersamaku?” tawar wanita cantik berambut pirang itu tersenyum lebar.
Luna menatap temannya. Dia tahu pekerjaan Biel adalah seorang penari tiang di club. Tapi Luna bukanlah wanita yang pandai menari di tiang seperti wanita di bar, itu bukan keahliannya.
“Aku tidak bisa menari Biel—”
“Siapa yang bilang kau akan menari? Ada lowongan di club' ku, menjadi pelayan VIP! Tapi... ” Biel mengehentikan ucapannya sehingga Luna penasaran.
“Tapi apa?”
“Kau harus mengenakan seragam khusus, dan itu sangat seksi sekali! Tapi kau bisa bernegosiasi dengan bosnya supaya hanya menjadi pelayan saja tanpa melayani nafsu bejat!” jelas Biel.
Luna menarik napas dalam-dalam. “Aku akan memikirkannya." Balasnya dengan wajah cemberut.
Oh ya Tuhan! Ini sangat berat. Luna bukan wanita berduit ataupun lahir dari keluarga kaya raya. Dia tumbuh di panti, diadopsi oleh keluarga gila yang suka menyiksanya hingga akhirnya Luna bisa kabur dan memilih tinggal sendirian sampai dia bertemu Biel di Philadelphia. Tentu saja pendidikan hanya arang-arang, tapi untungnya wanita itu giat belajar sendiri hingga menjadi seorang penerjemah bahasa Italia, Arab dan Rusia plus Inggris!
-‘Aku sudah mengirim lamaran pekerjaan di setiap tempat. Tapi mereka langsung menolaknya, kenapa?’ pikir Luna keheranan.
Wanita itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke dapur, namun saat dia melewati jendela. Tanpa sengaja Luna melihat seorang pria tengah memantaunya dari bawah sana, padahal ia berada di lantai yang cukup tinggi sehingga Luna sendiri tak nampak jelas wajah pria itu.
Sudah 4 hari ini dia melihat pria yang sama, seakan-akan dia tengah diperhatikan oleh seseorang.
[“Baiklah Tuan Enzo! Aku mengerti!”] ucap pria yang sama yang saat ini sedang mengawasi Luna atas perintah Enzo agar wanita itu tak bisa mendapat pekerjaan dan uang.
Dengan begitu, Luna tak akan bisa menuntut Almo apalagi membayar ataupun menyogok seseorang untuk membantunya. sangat licik!
monic kesel pakai bingiittt 😀😁😆
monic pastinya kecewa krn ada gangguan ketika menggoda Almo 😀😁🫢🤭
kita lht reaksi monic ketika melihat luna Diaz 🙂😁🫢🤭
tunjukan luna bahwa km adalah istri sah Almo 😀😁😆🤣🫢🫢
Resiko hidup sama mafia, spot jantung