Dendam Ratu Abadi

*Ratu Abadi (Raab)* 

Tek tek tek…!

Dengan percaya diri, Aji Ronggoloyo mengandalkan ilmu Tangan Baja Palsu dalam menghadapi permainan pedang Nini Kuolot yang lihai. Kedua tangan Aji Ronggoloyo mampu menangkis setiap tusukan dan tebasan pedang si nenek tanpa teriris sedikit pun.

Serangan Nini Kuolot mencoba menyasarkan pedangnya kepada anggota tubuh Aji Ronggoloyo. Namun, hingga seratus tarikan napas, serangan pedang si nenek selalu dimentahkan oleh kedua tangan Aji Ronggoloyo.

Sebagai pendekar muda, dia bisa segesit Nini Kuolot. Entah, apakah itu suatu kehebatan atau kelemahan?

“Hanya seperti ini kehebatanmu, Nini Kuolot?” tanya Aji Ronggoloyo sambil terus bertarung. Dia mulai jumawa.

“Apakah kau tidak malu, gerakanmu selambat gerakanku yang sudah tua ini?” tanya balik Nini Kuolot.

Pertanyaan itu ternyata mengena di otak Aji Ronggoloyo. Hal itu membuat si pemuda tampan melompat mundur.

“Hihihi!” tawa Nini Kuolot melihat ekspresi Aji Ronggoloyo. Dia pun menghentikan sejenak serangannya. “Sepertinya kau terkecoh oleh kecepatan seranganku. Akan aku tunjukkan punyaku.”

“Buah!” pekik Aji Ronggoloyo salah tafsir.

“Rasakan apa yang aku miliki!” seru Nini Kuolot lalu tiba-tiba melesat maju tanpa melangkah.

Set set set…!

Tek tetek tetek…!

Aji Ronggoloyo cukup terkejut mendapati kecepatan serangan pedang Nini Kuolot meningkat jauh lebih tinggi. Terpaksa Aji Ronggoloyo harus ikut lebih cepat dari gerakan tangannya yang lalu. Namun, pendekar sombong sangat terlihat kewalahan dalam melindungi seluruh anggota tubuhnya.

Set!

“Ak!” jerit Aji Ronggoloyo saat pedang Nini Kuolot akhirnya berhasil mengiris paha kanannya.

“Jiahahaha! Kena pahanya lagi!” tawa Anak Pengemis terbahak-bahak sambil memukul-mukul tanah rumput dengan tangannya.

“Aku semakin bergairah,” kata Nini Kuolot kian bersemangat melihat Aji Ronggoloyo yang mendadak pincang. Dia terus menyerang Aji Ronggoloyo dengan cara yang sama.

Wuss!

Aji Ronggoloyo cepat menghentakkan kedua tangannya kepada si nenek. Serangkum angin keras dan kuat menerpa Nini Kuolot yang tidak bisa menghindar.

Tubuh tua itu melayang mundur menuju luar panggung.

Tep!

Sebelum tubuh berharganya keluar dari panggung dan bisa kalah, Nini Kuolot cepat menancapkan pedangnya di lantai. Pedang yang menancap menjadi pegangan kuat bagi si nenek.

Saat angin keras itu telah berlalu, Nini Kuolot kembali berdiri dengan tetap memegang gagang pedangnya yang masih menancap.

Nini Kuolot merapikan rambut dan pakaiannya yang diacak-acak oleh si angin, agar tidak terkesan seronok.

Di sana, Aji Ronggoloyo sudah merobek baju kuningnya dan dia ikatkan di pahanya yang bersimbah darah. Pemuda bercambang itu membalut lukanya dengan kencang agar darah tidak terkuras sia-sia.

Nini Kuolot lalu mencabut pedangnya. Dia kemudian melakukan gerakan pedang seperti satu tarian. Ujung-ujungnya, pedang itu kemudian mengeluarkan pancaran sinar biru yang minim.

“Pedang Penantang Segala Badai,” ucap Pendekar Gundul Berakar yang mengenali ilmu pedang yang sudah tua itu.

“Mampuslah kau, Pemuda Congkak!” teriak Nini Kuolot lalu melesat maju tanpa melangkah, seperti gerakan kuntilanak yang terbang rendah dengan tubuh tetap tegak.

Wuss!

Lagi-lagi Aji Ronggoloyo melepaskan angin keras untuk menerbangkan si nenek.

Nini Kuolot yang tidak mau mengalami kondisi yang sama dua kali satu, menusukkan pedangnya. Dengan tusukan itu, Nini Kuolot tidak terdorong sedikit pun oleh angin. Tubuhnya tetap maju dengan rambut dan pakaiannya berkibar kencang, seakan-akan ingin lepas terbang bebas dari tubuh si nenek.

Ujung pedang Nini Kuolot mengeluarkan pancaran sinar biru yang runcing, menjadi tenaga yang membelah angin.

“Buah!” pekik Aji Ronggoloyo yang terkejut melihat si nenek mampu melawan angin badainya.

Dia buru-buru melompat jauh ke sisi lain panggung itu. Meski mendarat sambil menahan sakit pada pahanya, Aji Ronggoloyo melakukan gerakan tangan yang cepat.

“Hiaat!” teriak Aji Ronggoloyo sambil melesatkan dua piringan sinar biru ke dua arah yang berbeda di saat Nini Kuolot hendak mengejarnya.

Nini Kuolot sempat terkejut melihat serangan sangat cepat, yang awalnya seperti tidak diarahkan kepadanya, tetapi kemudian jalurnya melengkung menyasarnya.

Bluar!

Kecepatan serangan itu membuat Nini Kuolot tidak memiliki waktu untuk mengeluarkan kesaktiannya selain bergerak cepat menghindar.

Kecepatan gerak hindar Nini Kuolot membuatnya bisa luput. Namun, hal tidak terduga terjadi. Kedua piringan sinar yang datang dari dua arah itu saling bertemu dan menciptakan ledakan energi yang dahsyat.

Karena koordinat ledakan dengan posisi Nini Kuolot tidak jauh, gelombang ledakan pun mementalkan tubuh ringkih si nenek. Lagi-lagi tubuh itu menuju ke luar panggung. Kali ini posisi terbang tubuh si nenek agak jauh dari lantai papan. Jadi, dia tidak bisa menancapkan pedangnya seperti tadi.

Set! Tebs!

Cepat Nini Kuolot melesatkan pedangnya yang kemudian menancap dalam di papan panggung. Itu membuat tubuh si nenek berhenti melesat. Ternyata ada tali sinar kuning yang melilit pada pergelangan tangan kanan si nenek. Tali sinar itu juga terhubung kuat dengan gagang pedang yang menancap di panggung.

Jadi, tubuh berpakaian abu-abu itu sejenak tertahan di udara yang sudah bukan di atas panggung. Sebelum jatuh oleh gaya gravitasi, si nenek lebih cepat menarik tali sinarnya, membuatnya tertarik kembali ke atas panggung yang telah menderita retak-retak oleh ledakan tadi.

“Gusti Pangeran! Nini Kuolot telah keluar dari panggung. Dia kalah!” teriak Aji Ronggoloyo kepada Pangeran Ulur Langit dan Adipati Rempah Alot.

“Meski aku keluar dari panggung, tapi aku belum jatuh ke tanah!” sanggah Nini Kuolot yang baru saja menyeka darah pada sudut bibirnya. Sepertinya dia terluka oleh ledakan ilmu Dewa Bodoh Melempar Raja milik Aji Ronggoloyo.

“Lanjutkan pertandingan!” perintah Adipati Rempah Alot.

“Huh!” dengus Aji Ronggoloyo kesal mendengar keputusan Tuan Rumah.

“Apakah kau sangat takut dengan wanita bertulang keropos sepertiku, Anak Congkak?” tanya Nini Kuolot.

“Jangan menghina orang ganteng, Nenek Keropos!” hardik Aji Ronggoloyo marah.

Wust! Wust!

Aji Ronggoloyo kembali mengandalkan ilmu Dewa Bodoh Melempar Raja.

Dua piringan sinar biru melesat dengan trek yang berbeda. Namun, kali ini si nenek sudah siap.

Bluar!

Menyikapi serangan itu, Nini Kuolot melesat cepat kepada Aji Ronggoloyo dengan pedang yang sudah menyala kuning seperti lahar yang membara. Sementara kedua piringan sinar biru saling bertemu dan meledak di belakang si nenek.

Meski jarak titik ledakan tenaga dalam agak jauh di belakang, tetapi tetap saja Nini Kuolot terkena dampak. Masih ada gelombang ledakan energi itu yang mendorong punggungnya.

Akibatnya, serangan si nenek yang lurus jadi terganggu kestabilannya. Serangannya yang sudah mengejutkan Aji Ronggoloyo jadi sedikit meleset. Pedang yang seharusnya menusuk hidung Aji Ronggoloyo, jadi melesat dan menusuk udara tepat di sisi pipi kanan si pemuda. Jaraknya hanya empat jari. Nyaris saja.

Namun, radiasi panasnya ilmu Pedang Lahar Legenda yang menyala mengerikan itu membuat kulit pipi kanan Aji Ronggoloyo terkelupas. Si pemuda mengerenyit menahan rasa panas. Dia buru-buru melompat ke samping kiri dan mendarat dengan gulingan tubuh di lantai, sambil satu tangannya menghentak.

Wuss!

Nini Kuolot cepat melompat tinggi saat serangkum angin deras dan kuat menderu di atas lantai panggung. Angin itu lewat di bawah lentingan tubuh si nenek.

Jleg!

Paks! Seeets!

Bersamaan dengan mendaratnya kaki Nini Kuolot di lantai panggung, Aji Ronggoloyo menghantam lantai dengan telapak tangan yang bersinar biru.

Tiba-tiba muncul pola garis sinar biru seperti diagram berbentuk gambar kalelawar yang membentangkan sayapnya.

Nini Kuolot terkejut karena dia saat itu telah berdiri di tengah-tengah gambar sinar tersebut, gambar ilmu Jebakan Kalelawar, bukan jebakan Batman. (RH)