Rania Salsabila, gadis berusia 15 tahun, yang memiliki paras cantik, pintar dan sopan. Rania memiliki seorang ayah dan 2 kakak laki-laki,mereka sangat membenci rania.
Rania pun harus rela terusir dari rumahnya, hanya karena sang ayah yang tidak bisa menerima dirinya atas kematian bu Indah istrinya. Tapi, dibalik terusir nya Rania, takdir membawa dirinya menuju ke kehidupan yang lebih baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rika sukmawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Satu tahun sudah aku membangun toko kue, alhamdulilah aku merasakan hasilnya. Bahkan sekarang aku sudah punya cabang di Bandung. Aku menyerahkan toko sama susi, karena dia yang menjadi orang kepercayaan ku. Aku hanya memantau nya saja dari rumah, terkadang aku juga ikut turun ke toko.
"Sus, aku titip toko ya. aku sekarang mau pulang dulu. Nanti kalau ada apa-apa kabarin saja."
"Baik ran, hati-hati di jalan nya."
Saat aku berjalan menuju parkiran, tidak sengaja aku bertabrakan dengan orang.
"Aduhh! Maaf saya enggak sengaja." ucapku sambil menelisih wajahnya yang sepertinya aku kenal.
"Enggak papa mbak, saya juga minta maaf. soalnya tadi saya buru-buru. ucapnya sambil melihat ke arahku kemudian ia baru menyadari.
"Rania!"
"Dimas!"
"Apa kabar ran, lama ya kita tidak bertemu."
"Aku baik dim, kamu sendiri bagaimana?"
"Aku juga baik ran, kamu sedang apa di sini?"
"Aku baru selesai mengecek toko dim, sekarang aku mau pulang."
"Ini toko punya kamu ran?"
"Iya dim, Aku baru satu tahun buka toko kue ini. Alhamdulillah ternyata ramai."
Tiba-tiba dari kejauhan aku melihat ada orang yang perlahan-lahan mendekati kami.
"Ternyata kamu disini mas, aku dari tadi nungguin kamu di dalam. kamu malah enak-enakan ngobrol disini." ucapnya sinis.
"Maaf sayang, tadi aku enggak sengaja nabrak dia."
"Halah! alasan saja kamu mas. Pasti kamu selingkuh kan sama dia." ucapnya sambil menunjuk Rania.
"Heh mbak! Kamu jangan jadi pelakor ya. Dia ini sudah punya istri!" dengan mata melotot dia membentak ku.
"Saya bukan pelakor, mbaknya jangan salah paham." aku mencoba bicara pelan karena tidak ingin membuat keributan.
"Halal! udah jelas juga enggak mau ngaku. Dasar jal*ng!"
"Udah sayang jangan ribut, malu sama orang." ucap dimas pelan.
Aku juga melihat beberapa orang yang berhenti dan melihat ke arah kami.
"Biarin aja mas, biar semua orang tau kalau dia ini pelakor."
"Dia ini bukan pelakor sayang, dia ini teman mas sekolah dulu." Dimas menjelaskan.
"Udahlah mas, kamu ini udah ketahuan juga, masih saja belain jal*ng ini." ditepisnya tangan dimas lalu.
PLAK!
Terkejut! ya, aku terkejut mendapat tamparan itu. Aku hanya bisa meringis merasakan perih di pipiku.
"Kamu ini apa-apaan sih de! kenapa kamu tampar dia." Bentak dimas.
"Dia pantas mendapatkan itu mas, kenapa kamu terus belain dia. Atau benar kamu memang selingkuh sama jal*ng ini!" bentaknya dengan suara yang tak kalah tinggi.
PLAK!
Aku peringis melihat bekas tamparan itu, pasti rasanya tidak kalah perih karena tamparannya sangat keras.
Dengan mata merah menyala dia melihat kearah dimas. "Kamu tega mas! Demi dia kamu tega tampar aku. Aku ini istri kamu mas!"
"Aku sudah muak sama kamu, aku muak sama kelakuan kamu yang tidak pernah berubah!" Nafasnya turun naik menandakan kalau dia sedang menahan emosinya.
"Semua ini gara-gara kamu! Dasar pelakor,jal*ang!" tiba-tiba dia menudingku, tentu saja aku kaget.
"Hei mbak! saya ini bukan pelakor. Kamu jangan asal tuduh ya, kalau enggak tau dari awal setidak nya dengarkan dulu penjelasan ku. Atau kamu mau saya laporkan ke polisi karena sudah memfitnah saya." Ancam ku karena sudah kesal dituduh yang tidak-tidak.
"Maafin dea ya ran, aku mohon jangan laporkan dia ke polisi. Nanti anak kami gimana ran kalau ibunya masuk penjara." ucapan dimas membuatku diam.
"Baik, aku enggak akan melaporkan masalah ini kalau dia mau minta maaf dan mengakui kesalahannya."
"De, ayo cepat minta maaf. Kamu mau masuk penjara." dimas menarik lengan dea.
"Maaf!" ucapnya dengan nada ketus.
"Karena saya sedang berbaik hati, oke saya maafkan. Tapi jangan sekali lagi kamu mengganggu hidup saya." selesai mengucapkan itu, aku pun pergi.