Anindya, seorang Ibu dengan 1 anak yang merasa sakit hati atas perlakuan suaminya, memilih untuk
bercerai dan mencari pelampiasan. Siapa sangka jika pelampiasannya berakhir dengan obsesi Andra, seorang berondong yang merupakan teman satu perusahaan mantan suaminya.
“Maukah kamu menikah denganku?” Andra.
“Lupakan saja! Aku tidak akan menikah denganmu!” Anindya.
“Jauhi Andra! Sadarlah jika kamu itu janda anak satu dan Andra 8 tahun lebih muda darimu!” Rima.
Bagaimana Anindya menghadapi obsesi Andra? Apakah Anindya akan menerima Andra pada akhirnya?
.
.
.
Note: Cerita ini diadaptasi dari kisah nyata yang disamarkan! Jika ada kesamaan nama tokoh dan cerita, semuanya murni
kebetulan. Mohon bijak dalam membaca! Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Ban Bocor
Sudah 3 hari sejak kepulangan Anindya dari Jogja. Ia sudah mulai kembali bekerja, begitu juga dengan Faris.
Hubungan mereka masih dingin, belum ada salah satu dari mereka membuka percakapan mengenai masalah di Jogja. Termasuk Anindya yang memilih menyibukkan dirinya dengan Ardio dan pekerjaannya. Ia melayani suaminya dengan semestinya, hanya saja tak banyak obrolan yang bisa ia lontarkan.
"Nin, apa masih ada pasien?" tanya Mbak Fitri yang mengunjungi ruang terapi Anindya.
"Tidak, Mbak."
"Ayo ikut aku!"
"Kemana?"
"Ikut saja!" Anindya pun menurut.
Sebelum mengikuti Mbak Fitri, Anindya mengambil Ardio yang sedang bersantai di taman bersama pengasuhnya. Anindya mengatakan jika pengasuhnya bisa pulang cepat, ia yang akan mengatasi sisanya. Pengasuh itu pun dengan senang hati berpamitan.
Anindya menghampiri Mbak Fitri di parkiran mobil dan masuk kedalam mobil. Ternyata Mbak Fitri membawa Anindya makan siang di sebuah warung makan Jawa yang menyediakan menu mie Jogja. Mereka pun memesan makanan dan tak lama kemudian, Mbak Devi dan Dasmi bergabung dengan mereka.
"Pintarnya Ardio ini!" puji Mbak Devi.
"Iya! Dia rewel hanya saat mendapatkan vaksin!" seru Dasmi.
"Kalau malam bagaimana, Nin?" tanya Mbak Devi yang kini menggendong Ardio.
"Rewel sedikit sih, Mbak. Cuma kalau sudah dapat ASI tidur lagi."
"Jadi, kamu tidak bisa..." Mbak Devi segera membekap mulut Dasmi.
"Bisa apa, Mi?" tanya Anindya penasaran.
Mereka pun berakhir dengan membicarakan hal dewasa. Sebagai tenaga medis, tidak ada hal tabu bagi mereka. Bahkan Dasmi yang masih single pun dengan blak-blakan mengatakan jika postur tubuh Faris adalah idamannya.
Anindya hanya tersenyum. Jika saja ia tidak mengingat hari itu, ia akan dengan semangat membanggakan suaminya. Tetapi ia kini memilih untuk menganti topik pembicaraan dengan audit Puskesmas yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
Selesai makan siang, semuanya kembali ke pos masing-masing dan melakukan pekerjaan. Hanya Anindya yang menganggur karena tak ada pasien. Ia pun meletakkan Ardio yang tidur di brankar dan mulai membuat laporan sampai jam pulang.
Di jalan, Anindya merasa diikuti. Ia pun menambah kecepatannya. Sayangnya, ia justru mengenai lubang dan ban motornya bocor. Anindya menepikan motornya. Motor yang sebelumnya mengikuti Anindya pun berhenti. Ketika pengendara membuka helmnya, barulah Anindya tahu jika pengendara motor yang selama ini mengikutinya adalah Andra.
"Kenapa, Mbak?"
"Bannya bocor."
"Mbak tunggu disini, aku bawa ke bengkel dekat sini dulu motornya." Anindya hanya mengangguk.
Ia tak bisa apa-apa juga, karena menelepon suaminya pun tidak akan bisa langsung menghampirinya. Anindya pun duduk di pinggir jalan yang naung karena Ardio mulai tak tenang tidurnya. Tak lama kemudian, Andra datang.
"Ganti saja bannya dengan ban tubles, Mbak!"
"Aku tak paham, itu urusan Mas Faris. Habis berapa?"
"Tidak perlu, Mbak."
"Benar?" Andra mengangguk.
"Terima kasih." Anindya pun naik ke motornya.
Tetapi sebelum ia menyalakan motornya, Anindya menyempatkan untuk bertanya agar rasa penasarannya tak menghantuinya.
"Kamu pemilik motor ini?"
"Iyalah, Mbak. Siapa lagi?"
"Jadi, kamu yang selama ini mengikuti ku?" Andra tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Untuk apa?"
"Aku hanya ingin memastikan kamu selamat sampai rumah, Mbak!" jawab Andra jujur.
"Tapi kenapa kamu tak mengatakannya dari awal, justru membuatku takut."
"Maafkan Aku, Mbak! Aku tidak berani mendekat karena takut Mbak Anindya tidak nyaman denganku." jelas Andra.
"Baiklah, aku maafkan! Tetapi tidak ada lain kali." kata Anindya yang mulai menyalakan motornya.
Andra mengangguk sambil tersenyum. Sebelum melajukan motornya, Anindya mengucapkan Terima kasih sekali lagi kepada Andra yang telah membantunya. Andra dengan senang hati mengatakan jika Anindya perlu bantuan bisa menghubunginya kapan saja. Anindya hanya menganggukkan kepalanya dan meninggalkan Andra.
Setelah Anindya menjauh, barulah Andra sadar jika dirinya lupa menanyakan nomor ponsel Anindya.
"Bagaimana caranya menghubungiku, jika nomor saja tidak punya!" Andra bermonolog.
Ia pun memutar arah dan kembali ke mess dengan kecewa. Tetapi tak terlalu kecewa karena ia sempat berbincang dengan Anindya.
Sementara itu, Faris yang masih bekerja harus menghentikan aktivitasnya kala Rani menghubunginya. Baru kali ini Ia menjawab panggilan dari Rani karena ia takut dengan sikap Anindya yang mendiamkannya.
"Mengapa baru mengangkat teleponku, Mas?" tanya Rani tanpa mengucapkan salam.
"Kamu kan tahu, kalau aku tak mengangkat teleponmu artinya aku bersama Anindya."
"Mau sampai kapan kita seperti ini, Mas?"
"Jangan coba-coba mengatakan kamu ingin mengungkapkan hubungan kita!"
"Mas! Aku ini juga istrimu. Aku berhak mendapatkan hak yang sama dengan Anindya, tidak kucing-kucingan terus seperti ini!"
"Kamu yang memintanya, Ran! Ingat itu!"
Ya, memang ia yang memintanya. Tetapi ia tidak menyangka jika Faris telah memiliki rasa kepada Anindya. Kini ia berada ditengah-tengah Faris dan Anindya layaknya pelakor.
Ia hanya bisa bersabar. Rani pun mengganti topik dengan mengatakan perkembangan Arka yang sudah bisa menendang bola. Faris menanggapinya dengan seperlunya dan kemudian menutup panggilan dengan alasan banyak pekerjaan yang menunggunya. Rani pun dengan enggan menyudahi teleponnya.
-
orang macam faris itu sembuhnya kl jd gembel atau penyakitan
kl pintar pasti cari bukti bawa ke pengadilan biar kena hukuman tu si Faris.