Novel ini menceritakan kisah seorang Naila Shababa, santri di pondok pesantren Darunnajah yang di cap sebagai santri bar-bar karena selalu membuat ulah.
Namun, siapa sangka nyatanya Gus An, putra dari pemilik pesantren justru diam-diam menyukai tingkah Naila yang aneh-aneh.
Simak selalu di novel yang berjudul “GUS NACKAL VS SANTRI BARBAR.” Happy reading🥰🥰...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
“Cepetan larinya... kuntilanak itu mengejar kita... ”
“Tenang, dia udah nggak kelihatan Mon... ”
“Huft... akhirnya bisa bernafas juga... ” dua orang remaja laki-laki yang mengenakan kostum seperti maling duduk di halaman pesantren. Nafasnya terengah-engah setelah lari terbirit-birit.
“Gimana...? besok target kita kemana lagi Mon...?”
“Cuti dulu lah, tadi kita hampir ketahuan warga saat lari-lari. Besok malam pasti mereka akan menunggu kita. Jadi besok jangan dulu.”
“Okelah, Aku mau tidur dulu. Capek... ”
Tap... tap... suara derap kaki terdengar semakin dekat. Dua remaja yang bernama Mon dan Min menghentikan langkahnya.
“Siapa itu Min... ?”
“Nggak tau, ayo cepetan pura-pura tidur. Jangan-jangan itu tadi kuntilanaknya... ” wajah Min dan Mon terlihat pias. Dia langsung beranjak masuk kedalam kamar pesantren.
Tap... tap...
“Kalian belum tidur...? ” suara seorang laki-laki mengejutkan Mon dan Min yang sudah bersiap membawa bantal dan sarung untuk tidur.
“Eh, Gus An... maaf Gus mau cari siapa malam-malam...? ” tanya Mon kepada Gus An dengan ekspresi yang sulit diartikan.
”Biasa. Kan tiap malam saya juga kesini. Memang sengaja sih pengen tau suasana pesantren saat malam hari.” Mon dan Min saling sikut.
“Jangan-jangan Gus An tau kalau kita habis__” Min menyikut lengan kembarannya dan berbisik dengan lirih.
“Ssttt, pura-pura nggak tau aja Mon. Jangan sampai Gus An tau, bisa habis kita diaduin ke Abi.”
...****************...
Pagi hari sebelum sekolah, tugas Naila di Ndalem adalah membersihkan ruang tamu dan dapur. Hampir satu minggu Naila menjalani hukuman, sepertinya Dia sudah sedikit terbiasa dengan pekerjaan rumah seperti itu. Ucapan Umi' masih terngiang-ngiang ditelinganya.
Ini bisa jadi pelajaran buat kamu Nai, suatu saat kamu akan merasakan lelahnya menjadi seorang Ibu rumah tangga. Ya, cuma gara-gara pekerjaan ringan begitu...
“Dor... ”
“Astaghfirullah... Neng Aufa ngagetin aja... ”
“Lagian Mbak sih, kenapa nyapu sambil ngelamun. Haha... jadi pengen ngagetin aja... ” Neng Aufa berlalu meninggalkan Naila.
Nggak adeknya, nggak kakaknya sama-sama nyebelin... Naila mendengus kesal. Tapi umpatan itu Dia tepis jauh-jauh saat teringat sesuatu.
Astaghfirullah Naila, itu nggak baik. Mereka putra putri gurumu...
Brak... Naila tidak sengaja menabrak Gus An saat dirinya akan berbalik arah melanjutkannya kegiatannya.
“Hati-hati dong kalau jalan. Untung yang kamu tabrak manusia, bukan tiang. Huh... ” Gus An mendengus kesal dan hanya berlalu begitu saja.
Jedug...
“Aduh... ” Gus An mengaduh saat terpleset karena lantainya masih licin. Naila sangat terkejut. Dia hanya melongo melihat Gus An yang kesulitan bangkit.
”Kenapa bisa begitu...? ” Naila menutup mulutnya. Posisinya serba salah, sebenarnya Dia ingin menolong Gus An untuk bangun. Akan tetapi mereka bukan mahram, jadi tidak boleh pegang-pegangan. Namun, jika hanya membiarkan Gus An begitu berarti sangat jahat.
“Naila, tolongin dong...!!! masa lihat orang jatuh cuma bengong aja... ” Gus An meneriaki Naila yang mematung. Seketika Naila mendekati Gus An dan mengulurkan tangannya. Tanpa pikir panjang Gus An menerima uluran tangan itu.
“Umi'... lihat ini ada pemandangan yang sangat bagus... Mas An Pengen segera di nikahkan... ” tiba-tiba Neng Aufa berteriak saat menyaksikan adegan itu.
“Apaan sih dek... ” Gus An langsung melepaskan tangan Naila.
“Pokoknya nanti Aku aduin ke Abi sama Umi'... huhu...punya bahan aduan... ” Neng Aufa berlalu sambil tersenyum penuh kemenangan.
“Kamu sih, kalau ngepel itu yang bener. Gimana kalau Abi yang lewat kemudian kepleset. Hah...? ” Naila hanya menundukkan kepala. Dia sadar karena selama bersih-bersih tadi Dia banyak melamun.
...****************...
Setelah tugasnya di Ndalem selesai. Naila berangkat kesekolah dengan riang.
Akhirnya waktu tidur tiba... capek habis bersih-bersih... Naila meletakkan bukunya dimeja. Kemudian kepalanya juga ikut diletakkan di samping buku. Saat kesadarannya sudah hampir hilang alias hampir tertidur, Naya dikejutkan oleh suara gebrakan meja.
“Naila, ini masih pagi. Niat sekolah apa pindah tempat tidur...? ” Fatma selaku ketua kelas mencoba mengingatkan Naila. Akan tetapi, yang dilakukan ternyata sangat menyinggung Naila.
“Biarin. Wong yang bayarin sekolah Ayahku kok, bukan kamu... ” cetus Naila dengan nada tinggi.
“Kamu itu diingetin bukannya Terima kasih, tapi malah ngelawan. Kita itu sebenarnya udah muak sama kelakuan kamu yang meresahkan itu. Kamu itu bagaikan duri dalam daging, penyakit bagi kelas ini.” dua. Pagi itu, Naila di singgung Fatma dua kali.
“Ya biarin, toh saya juga nggak ngganggu hidup kalian, nggak ngganggu belajar kalian kan...? terus apa masalahnya, Aku nakal...? kan ngajakin kalian juga.” Naila masih melawan beberapa ucapan Fatma. Moodnya benar-benar kacau.
“Nggak ngaruh gimana...? ngelihat kamu aja udah muak. Sekolah cuma tidur, lalu dihukum. Ya gitu-gitu aja setiap hari... ” daripada harus berkelanjutan, Naila langsung pergi begitu saja meninggalkan ruang kelasnya yang sudah panas. Dia berjalan dengan tergesa-gesa sambil menahan air matanya agar tidak jatuh. Akan tetapi, air matanya tidak bisa dibendung lagi. Dia tipe orang yang tidak suka di atur atau disalahkan.
brug... Naila tidak sengaja menabrak ustadz yang sedang berjalan menuju kelas. Buku-buku yang dibawa oleh ustadz itu jatuh berantakan kemana-mana. Naila segera memunguti buku itu dengan gugup.
“Maaf ustadz, saya tidak senga... ” betapa terkejutnya Naila saat melihat ustadz yang ditabrak ternyata Gus An.
“Gus... ” Dia salah tingkah. Mau kembali ke kelas udah tanggung kepalang, mau lari ke pesantren takut sama Gus An.
“Kamu nangis...? ”