Nyatanya, cinta sepihak itu sangat menyakitkan. Namun, Melody malah menyukainya.
Cinta juga bisa membuat seseorang menjadi bodoh, sama seperti Venda, dia sudah cukup sering disakiti oleh kekasihnya, namun ia tetap memilih bertahan.
"Cewek gak tau diri kayak lo buat apa dipertahanin?"
Pertahankan apa yang harus dipertahankan, lepas apa yang harus dilepaskan. Jangan menyakiti diri sendiri.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Makasih ya, Kak."
"Sama-sama. Habis ini tidur ya. Jangan begadang," kata Gian.
"Iya."
"Gue balik dulu." Gian memasang helmnya kembali.
"Hati-hati!" Melody melambaikan tangannya dan dibalas dengan anggukan oleh Gian. Setelahnya cowok itu benar-benar pergi dari sana.
Melody menghela nafas, dia menahan senyumnya agar tidak terlalu nampak. Diajak ngedate lalu dinyanyikan di depan banyak orang membuat Melody tak kuat, dia salting brutal.
"Calon mantu Papa keren juga ya."
Melody terbelalak, dia berbalik menatap sang papa yang sudah berdiri di belakangnya sambil tersenyum jahil.
****
Venda memasuki area koridor dengan lesu. Pagi ini Rangga tidak menjemput karena dia ada urusan dengan temannya. Melody pun belum sampai.
"Pasti dia masih ngorok, mimpiin si ketos ketos itu," gumam Venda.
"Gue nggak papa, Ngga. Udah dulu ya."
"Iya, beneran."
"Pulang sekolah? Bisa deh kayaknya."
"Oke. Gue tunggu ya."
Samar-samar Venda mendengar suara tak asing. Suara itu berasal dari perpustakaan. Gadis itu berhenti sejenak, namun suaranya sudah hilang, hingga tiba-tiba...
Ceklek
Kening Venda mengerut melihat Lisa yang keluar dari sana. Pagi-pagi sekali sudah berada di perpustakaan?
Lisa menutup pintunya dan berbalik, tapi dia terkejut saat melihat Venda berdiri tak jauh darinya.
"Lo kenapa?" tanya Venda melihat gelagat Lisa yang terlihat aneh. Biasanya cewek itu selalu angkuh dan mengangkat dagunya.
"Apa?!" balas Lisa ngegas.
"Dih. Gak jelas lo!" sinis Venda. Dia mencebikkan bibirnya lalu kembali lanjut berjalan menuju kelasnya, mengabaikan Lisa yang terus memperhatikannya.
"NDA!" Entah darimana datangnya Melody, dia berlari mengejar Venda.
Akibat teriakan nya yang begitu nyaring, Lisa dan Venda sama-sama menoleh ke arahnya.
Venda berkacak pinggang melihat Melody berlari ke arahnya.
"Hai mak lampir," sapa Melody pada Lisa, bibirnya tersenyum mengejek, tapi kakinya terus berlari.
"Kurang ajar!" kesal Lisa. Ia pun segera pergi dari sana.
"Gue manggil-manggil lo dari tadi. Budeg lo? Hah?" Nafas Melody tersengal-sengal. Dia menatap Venda dengan sinis.
"Masa sih? Kok gue gak denger apa-apa ya?"
"Otak lo isinya Serangga mulu sih."
"Temenin gue ke kantin pliss!" lanjut Melody.
Venda mengerutkan dahinya. "Lo ke sini ngelewatin kantin, Mel. Kan bisa melipir bentar. Masa iya harus sama gue mulu."
"Ya kan gue panggil lo dari di parkiran tadi! Kalau lo dengar, gak akan gue kejar sampe sini!"
Venda berdecak, daripada terus berdebat lebih baik dia mengalah dan menuruti permintaan Melody.
"Yaudah iya."
Keduanya pun berjalan beriringan menuju kantin. Lagi pula masih jam segini, sepertinya kantin masih sepi.
****
Gian, Galen, Sebasta dan Ranjaya sedang berada di kantin. Iya, pagi-pagi sekali mereka sudah nangkring di kantin. Itu semua karena Gian, Sebasta, Ranjaya yang terpaksa menemani Galen sarapan. Cowok itu bisa menjadi manusia paling lemah kalau tidak sarapan.
"Bang Naren mau ke studio katanya." Galen meletakkan ponselnya ke tengah-tengah meja agar teman-temannya melihat isi pesan dari Bang Naren.
"Kapan?" tanya Ranjaya.
"Lo bisa baca kan, Jay? Noh baca sendiri. Gue sibuk," kata Galen, dia menatap sinis Ranjaya lalu kembali melanjutkan makannya.
"Jam 3 sore," kata Sebasta.
"Hari ini pulang lebih awal. Guru ada rapat," celetuk Gian. Dia juga menunjukkan layar ponselnya yang memperlihatkan chat dari wakil kepala sekolah.
"Mantap!" seru Galen dengan mulut penuh makanan.
"Bilang ke Bang Naren, datang aja ke studio," kata Gian.
Sebasta pun membalas pesan Naren yang ada di ponsel Galen.
Naren adalah salah satu anggota mereka juga. Narendra namanya, dia sudah kuliah, itu sebabnya mereka memanggil Naren dengan embel-embel 'bang'. Selain Narendra, ada Arjuna dan Kafka juga. Ketiga cowok itu sudah kuliah dengan jurusan yang berbeda.
Tapi mereka lulusan dari sekolah mereka juga. Dulu mereka sering bertemu karena 1 hobi. Sekarang sudah jarang, karena Narendra, Arjuna dan Kafka sering sibuk.
"Cewek gue tuh!" Galen mengusap bibirnya dengan tisu, lalu ia melambaikan tangannya ke arah Melody dan Venda yang baru memasuki kantin.
"Hai girls!" serunya.
Untungnya Melody dan Venda langsung menoleh.
"Kenapa dia?" tanya Venda kebingungan.
"Kak Galen manggil kita. Ke sana aja yuk," ajak Melody. Dia menarik tangan Venda menuju meja yang ditempati Gian dan kawan-kawan.
"Hai, Kak," sapa Melody pada mereka. Sedangkan Venda hanya tersenyum canggung.
"Hai! Sini duduk-duduk!" Galen menunjuk kursi yang masih kosong.
"Gue mau pesen dulu hehehe. Nda, lo mau nunggu di sini apa ikut?" tanya Melody pada Venda.
"Ikut lo lah!" balas Venda berbisik. Mana mau dia ditinggal dengan sekumpulan cowok ini. Bisa mengamuk nanti Rangga.
Melody mengangguk paham, dia pamit pada kakak kelasnya sebelum menarik tangan Venda menuju stand kwetiau goreng.
"Bu, kwetiau goreng nya 1, nanti Danu yang bayarin."
****
Narendra, Arjuna, dan Kafka masuk ke dalam studio musik dan langsung menyapa Gian dan kawan-kawannya.
"Apa kabar kalian? Baik?" Mereka bersalaman ala laki-laki.
"Baik," jawab Sebasta.
Narendra terkekeh mendengar jawaban singkat dari Sebasta.
"Loh, Gian mana?" tanya Narendra.
"Belum datang," sahut Galen. "Masih di jalan kayaknya."
Narendra mengangguk paham. Dia duduk di sofa diikuti Arjuna dan Kafka.
"Nah, tuh dia." Galen kembali bersuara. Sontak saja semuanya melihat ke arah Gian yang baru saja masuk studio.
"Sorry telat," kata Gian, dia menyalami teman-temannya satu persatu.
"Melody?"
Melody tersenyum canggung, dia bingung mau melakukan apa. Gian mengajaknya tadi, tiba-tiba, jadi tanpa basa-basi Melody langsung mengiyakan.
"Hai," sapanya sangat canggung.
"Sini." Gian menyuruh Melody mendekat. Dan Melody menurut, dia berjalan sedikit membungkuk ketika melewati Narendra dan teman-temannya.
"Mau lihat gue latihan, kan? Lo duduk di sana aja," kata Gian. Dia menunjuk sofa single yang ada di dekat jendela.
"Aku gak enak sama yang lain, Kak," bisik Melody. Raut wajahnya terlihat tak enak. Terlebih dia satu-satunya perempuan di ruangan ini.
"Gak papa." Gian tersenyum tipis. Dia menyuruh Melody duduk di sofa tersebut dan langsung dituruti oleh si gadis.
Kini Gian fokus pada teman-temannya.
"Udah dari tadi?" tanyanya pada Narendra dan kedua temannya. Dia meletakkan 4 kaleng kopi ke atas meja yang ada di hadapan mereka. 1 nya lagi dia minum.
"Nggak, baru sampe," jawab Narendra.
"Cewek lo?" lanjutnya bertanya.
Gian tersenyum tipis. Dia menggeleng pelan. "Bukan, cuma temen."
"Gak percaya gue," kata Arjuna.
"Tapi faktanya emang bukan, Bang," sahut Galen, lalu ia menyengir.
Narendra tertawa kecil. "Yakin?"
Gian mengangguk sambil meminum kopinya.
"Kalau gitu, gue mau kenalan sama dia. Boleh?"
Gian mendengus kecil. "Boleh lah."
"Saran gue sih, buruan dikasih kepastian. Naren nekat orangnya," celetuk Kafka. "Bisa aja dia yang maju duluan."
"Cantik lagi," sahut Arjuna pula.
Narendra menjentikkan jarinya. "Bener. Jangan sampai dia jatuh ke pelukan gue deh." Ia tertawa kecil sambil menepuk-nepuk pundak Gian, niatnya memang hanya bercanda.
Gian terkekeh. "Coba aja."
Arjuna menyenggol kaki Narendra. "Nantangin tuh, Ren." Tapi Narendra hanya tertawa kecil.
bersambung...