My Crazy Girl

My Crazy Girl

Bab 1

Arabella. Nama yang indah. Tapi, tidak seindah kehidupannya.

Ibunya meninggal saat melahirkannya. Kedua Kakaknya tidak pernah memperhatikannya. Ayahnya apalagi. Pria paruh baya itu jarang pulang ke rumah, dan lebih memilih tinggal di sebuah apartemen yang berada diluar kota. Sekaligus mengurus perusahaan yang ada di sana. Sedangkan perusahaan yang di sini, diurus oleh Kakak pertamanya.

Meskipun kehidupan Ara sangat berantakan. Tapi, Ara selalu mejalani hari-harinya dengan ceria. Bahkan, gadis itu memiliki sikap yang tidak normal. Maksudnya, Ara itu orangnya bar-bar dan tidak bisa diam. Suka nyari masalah dengan orang. Untung saja teman-teman ataupun orang-orang disekitarnya tidak baperan.

Kalau disekolah, ia dijuluki 'Stupid Queen'. Karena apa? Ya karena Ara itu bodoh. Sudah memiliki sikap yang diluar nalar, bodoh pula. Namun, berbeda dengan wajahnya yang super duper cantik. Stupid Queen and Primadona sih lebih tepatnya. Mau gimana keadaannya, Ara selalu cantik. Hampir tiap hari ada yang menawarkan diri untuk menjadi pacarnya. Tentu saja Ara menolaknya karena tipe nya yang makin diluar nalar.

Katanya dia lebih suka om-om CEO bermata elang, tampan, gagah, dingin, dan yang paling penting, duitnya tidak habis-habis sampai tujuh turunan. Intinya kaya raya itu nomor satu bagi Ara.

Seperti sekarang ini, Ara sedang jalan-jalan di mall sendirian. Katanya mau nyari om-om ganteng + berduit. Siapa tau dia ditraktir.

Namun, sedari tadi, Ara hanya keliling-keliling mall. Tak jarang matanya berbinar saat melihat printilan yang sangat lucu. Ara suka mengoleksi printilan yang lucu-lucu. Entah itu berguna atau tidak, Ara akan mengoleksinya.

Ara suka semua warna. Semua makanan yang selagi bisa dimakan. Semua minuman yang bisa diminum. Ara ini tipe cewek yang anti ribet. Tapi, ribetnya itu di tipe suaminya yang lumayan sulit ditemukan.

"Semuanya bagus," gumamnya. Ia berjongkok di depan rak berisi macam-macam printilan. Entah itu aksesoris, mainan, semuanya Ara ambil. Keranjang kecil ditangannya hampir penuh.

Meskipun tidak pernah dapat perhatian, Ara selalu mendapat uang jajan dari Ayah dan kakak-kakaknya, itu yang membuat hidup Ara terlihat berseri-seri. Ya meskipun Ara sangat menginginkan kasih sayang mereka.

Setelah membayar barangnya, Ara segera keluar dari mall. Dia tidak dapat om-om ganteng hari ini. Tapi, Ara tidak putus asa kok.

Cuaca mulai mendung. Ara mengayuh sepedanya lebih cepat. Sengaja memakai sepeda karena ingin sekalian olahraga. Jarak mall ke rumahnya sekitar 1 km. Lumayan menguras tenaga.

Jam menunjukkan pukul empat sore. Ara memilih jalan pintas untuk lebih cepat sampai ke rumahnya. Jalan yang sangat sepi, kanan dan kirinya hanya ada semak-semak. Untungnya jalannya aspal mulus, jadi Ara bisa ngebut.

Ciiitttt!

"Oemjii, itu apa?" Wajahnya sudah terlihat panik bercampur takut. Didepan sana ada beberapa orang berkelahi. Satu lawan sepuluh.

Mata Ara mulai berkaca-kaca. Ia paling tidak bisa melihat orang berkelahi. Segera gadis itu bersembunyi dibelakang pohon besar. Tak lupa sepedanya juga ikut bersembunyi. Jangan harap Ara berlari menuju perkelahian sengit itu. Melihat darah saja takut, apalagi ikut berkelahi. Kecuali lawannya setara. Cewek lawan cewek. Itu mah Ara jagonya. Apalagi aksi jambak menjambak dan cakar mencakar.

Ara semakin menyembunyikan tubuh mungil nya saat mendengar deru mobil yang mulai menjauh dari sana.

Tak lama kemudian, ia mengintip sedikit. Ara terkejut saat melihat seorang pria terbaring di tengah jalan dengan lemah. Seperti terluka parah.

Dengan pelan, Ara mendekati pria itu. Kaki mungil yang terbungkus sepatu putih itu nampak ragu melangkah.

Ara semakin dag dig dug saat melihat darah berceceran di sekitar sana. Meskipun hanya sedikit, tetap saja Ara takut.

"H-hey? Apakah Anda masih hidup?" tanya Ara dengan suara kecil. Kaki mungil yang terbungkus sepatu putih itu nampak menendang kecil tubuh pria itu. Tangannya terlihat gemetar di depan dadanya.

"Aduhh... gimana ini?" bingungnya. Ia mencari ponsel pria itu. Siapa tau ada orang yang bisa ia hubungi.

"Kasian banget muka gantengnya." Ara meringis kecil menatap wajah tampan yang babak belur itu. Tangannya sibuk mengambil ponsel yang ternyata berada di saku jas pria tersebut.

"Gila, hp keluaran terbaru. Mana canggih lagi," gumam Ara. Ia tampak membolak-balik ponsel itu terlebih dahulu.

"Dad?" gumam Ara saat melihat daftar panggilan terakhir yang berada di ponsel itu.

"Pasti bapaknya," gumam Ara. Langsung saja ia menekan kontak itu. Bodo amat dibilang tidak sopan atau apa.

Ara bersimpuh di samping pria itu. Namun, matanya tak berani menatap wajah sang pria. Ara hanya menatap sekelilingnya. Sedikit was-was. Takut orang-orang tadi datang lagi.

"Yes, son?"

Suara terdengar dari seberang sana. Ara sampai terkejut.

"E-eh, Pak?"

"Siapa kamu?"

"Saya orang." Ara menepuk mulutnya. Reflek!

"M-maksudnya, saya orang yang nemuin om-om ganteng yang lagi di serang."

Ara menepuk mulutnya lagi karena berbicara tidak jelas.

"Bicara yang jelas!"

Ara berdehem singkat. "Saya melihat anak Bapak yang lagi di serang sama beberapa orang tadi. Terus sekarang anak Bapak pingsan. Saya gak tau harus gimana Pak. Tolong cepet kesini ya Pak. Saya gak kuat lihat wajahnya lebam semua."

Tidak ada sahutan diseberang sana. Tapi terdengar suara grusak-grusuk.

"Kirim lokasinya sekarang!"

Setelah itu, sambungan teleponnya terputus hingga membuat Ara berdecak kesal.

"Minimal pamit undur diri kek!" kesalnya.

"Untung-untung loh aku masih berbaik hati nolongin anaknya!" dumel nya. Ia segera mengirimkan lokasinya saat ini.

Ara melirik ke arah wajah tampan penuh lebam dan luka itu. Tak lama ia mengalihkan perhatiannya ke ponsel pria itu yang kini sedang ia pegang.

"Hp nya kece banget lagi," ucapnya. Dengan tidak sopannya, Ara berfoto di handphone tersebut. Mana yang ia pasang wajah konyol semuanya lagi. Terakhir, gadis itu mengangkat ponsel nya tinggi-tinggi, agar dirinya dan pria itu terlihat di kamera.

Cekrek!

"Widiiiihh..."

Ara berfoto bersama pria yang sedang terbaring lemah dengan wajah penuh lebam itu. Gadis itu, benar-benar mengabadikan momen.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" celetuk seseorang dari arah belakang, membuat Ara terkejut. Gadis itu langsung berdiri sedikit menjauh.

"E-eh, Om? Eh, Pak?" ceplos Ara.

Pria paruh baya itu tidak menghiraukan Ara. Dia sibuk memeriksa tubuh putranya yang berdarah-darah.

"Siapa yang melakukannya?" tanya pria paruh baya itu. Panggil saja Vilton.

"Musuhmu," jawab pria yang tadi terbaring di jalan. Panggil saja Gevan.

Ara reflek memekik dan langsung menutup mulutnya. Om-om itu tidak pingsan? Dia sadar?! Astaga. Ara malu tau! Jadi, dari tadi pria itu mendengarkan segala ucapannya?!

***

Terpopuler

Comments

Sintia Dewi

Sintia Dewi

yaampun thour baru bab 1 loh/Sweat/


udh biki gw ngakak parah apaan dah ini/Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/

2024-08-15

3

iraa

iraa

kita satu selera ra

2024-07-04

2

nimaz

nimaz

aku langsung d buat cengar cengir bacanya

menarik🫰

2024-06-26

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!