Istri Kontrak Tuan Impoten

Diva menemui Leon yang sedang sibuk merapihkan berkas berkas penting dalam ruangan pribadi Dika. Pria itu nampak serius sampai tidak sadar dengan kehadiran Nona mudanya.

"Leon, kenapa anda tidak membalas pesan dari temanku?" Diva berterus terang.

"Maaf Nona, akhir-akhir ini saya banyak pekerjaan jadi tidak sempat membalas,"

"Ah, masa. Kenapa aku merasa anda sengaja menghindarinya ya. Apa anda sudah punya pacar?" Lanjut Diva. Dia ingin memastikan kalau temannya tidak mengejar pria yang salah.

"Saya belum punya pacar,"

"Kalau begitu balas pesan dari temanku. Jangan terlalu dingin pada perempuan atau anda akan menjadi bujang lapuk nantinya."

Leon berusaha mencerna omongan majikannya yang terdengar seperti sebuah sindiran. Selama ini dia memang selalu bersikap dingin pada perempuan, bukannya tidak suka, hanya saja dia merasa tidak pantas untuk dekat dengan wanita manapun.

Sejak lahir, Leon memiliki rasa percaya diri yang rendah. Wajar saja, dia berasal dari keluarga sederhana dan berekonomi lemah. Sementara perempuan masa kini rata-rata menyukai pria yang tak hanya tampan tapi juga mapan.

"Diva, jangan ganggu orang yang sedang bekerja!" Tiba tiba Dika muncul dan merangkul pinggang istrinya dari samping.

"Aku tidak mengganggunya, aku hanya sedang menasehatinya saja,"

"Menasehati? Nasehat yang bagaimana? Nasehat untuk menerima cinta temanmu misalnya?"

"Bukan, bukan seperti itu. Tapi..."

"Ayo ikut aku, jangan ganggu dia lagi."

Dika membopong Diva ala bridal style dan membuat hati siapa saja yang melihatnya jadi ketar ketir. Bagaimana tidak? Diva sedang hamil, tapi Dika menggendongnya seperti karung beras saja.

Leon tersenyum kecil, dia memikirkan apa yang dibicarakan oleh Diva apakah benar. Mungkin memang benar, sudah saatnya Leon membuka hati untuk wanita. Apalagi umurnya sudah tidak lagi muda. Lagi pula menjadi bujang lapuk itu sangat tidak keren.

🍁🍁🍁

Tasya menatap layar ponselnya, tiga jam telah berlalu tapi Leon belum juga membalas pesannya. Apa Diva belum juga mengajak Leon bicara? Rasanya Tasya ingin pergi kerumah Diva menemui Leon, tapi dia takut dikira agresif.

Tring....

Sebuah pesan masuk ke ponsel Tasya, dia segera membuka pesan itu dengan semangat.

"Maaf, baru sempat balas. Aku sedang sibuk," tulis Leon. Sebuah senyum mengembang seluas samudra, Tasya berguling guling diatas kasur karena pesannya dibalas oleh Leon.

"Tidak apa apa. Btw, kapan kamu libur kerja?" Tulis Tasya.

"Minggu depan," Leon membalas dengan cepat.

"Mau tidak temani aku menonton? Ada film bagus di bioskop," lanjut Tasya.

"Apa kamu sedang mengajakku berkencan?"

"Bisa dibilang begitu. Jadi bagaimana? Mau tidak?"

"Kita lihat saja besok, aku akan kabari kamu lagi."

Entah apa yang telah Diva katakan pada Leon, Tasya sama sekali tidak peduli. Apapun yang dia katakan yang penting Leon akhirnya mau membalas pesannya dan diajak jalan olehnya.

Tasya mengambil handuk, dia melingkar kannya dileher. Kemudian dia menari kesana kemari dengan gaya jaipongan. Sudah lama Tasya tidak merasakan bahagia saat sedang jatuh cintanya, rasanya seperti umurnya kembali ke era 17 tahun lagi.

🍁🍁🍁

"Apa salahnya membantu teman untuk PDKT dengan pria?" Diva memonyongkan bibirnya beberapa senti ke depan.

"Kalau Leon tidak mau jangan dipaksa," ucap Dika.

"Aku tidak memaksanya sayang, kalau tidak percaya tanya saja pada dia,"

"Sudah lah, jangan bahas dia lagi. Lebih baik sekarang kamu pijit punggungku ini, rasanya pegal sekali setelah seharian bekerja dikantor,"

"Oke, aku mau memijat punggung Mas. Tapi ada syaratnya,"

"Apa syaratnya?"

"Belikan aku martabak manis dua loyang,"

"Jangankan dua loyang, dua lusin juga aku belikan. Yang penting pijat dulu punggungku ini."