NovelToon NovelToon
Rahim Sengketa

Rahim Sengketa

Status: tamat
Genre:Tamat / Ibu Pengganti / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:7.3M
Nilai: 4.9
Nama Author: Asri Faris

Seorang laki-laki muncul di hadapan Ajeng. Tidak amat tampan tetapi teramat mapan. Mengulurkan keinginan yang cukup mencengangkan, tepat di saat Ajeng berada di titik keputus-asaan.

"Mengandung anaknya? Tanpa menikah? Ini gila namanya!" Ayu Rahajeng

"Kamu hanya perlu mengandung anakku, melalui inseminasi, tidak harus berhubungan badan denganku. Tetap terjaga kesucianmu. Nanti lahirannya melalui caesar." Abimanyu Prayogo

Lantas bagaimana nasab anaknya kelak?

Haruskah Ajeng terima?

Gamang, berada dalam dilema, apa ini pertolongan Allah, atau justru ujian-Nya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Menyadari tatapan Abi dan juga penampilan dirinya yang cukup terbuka, membuat Ajeng cepat tersadar. Perempuan itu langsung bangkit dari ranjang hendak beranjak. Namun, Abi lebih dulu menahan lengannya.

"Mau ke mana, Jeng? Bukankah ini yang kamu mau? Kamu berhasil menggodaku," ucap pria itu membuat Ajeng jelas takut dan sakit rasanya.

Bahkan dirinya mati-matian menjaganya agar tidak bermain perasaan apalagi melampaui batas. Pria itu seenak hati menuduh menggodanya hanya karena pakaiannya yang cukup tipis. Seandainya Abi tahu, hamil tua sungguh tidak nyaman, mungkin pria itu akan maklum. Sayangnya kata yang terlanjur keluar selalu tanpa filter. Membuat seonggok daging bernama hati itu merasa kebal. Sedikit nyeri yang tak ingin dirasa. Walau tetap menyisakan sglumit luka.

"Kamu salah paham, Mas, aku—kaya gini karena gerah. Hamil besar membuatku gampang gerah," jawab Ajeng bangkit dari ranjang menghindari tatapan Abi yang menyorotnya lekat.

"Owh ya, bagaimana kalau aku tidak percaya dengan apa yang kamu ucapkan?" tanya pria itu terus mendekat. Membuat Ajeng mundur teratur dengan bingung.

"Kamu boleh bertanya pada dokter, atau ibumu yang pernah merasakannya. Aku tidak pernah berniat mengingkari perjanjian yang bahkan hampir berakhir, tolong hargai yang sudah berjalan," jawab Ajeng mencoba tenang.

Abi seharusnya paham, apa menariknya wanita hamil. Toh di rumah ada istrinya yang siap sedia dan mencintainya.

"Ya, aku tahu dan juga tidak lupa, tapi—apa kamu lupa, kalau aku ini suami kamu yang punya hak atas tubuhmu," ujar Abi tak ambil pusing.

"Kita beda!" tolak Ajeng dengan tubuh sedikit bergetar. Perempuan itu menghindar saat pria itu berusaha menciumnya. Membuat Abi jelas merasa tertolak dan sedikit kesal.

"Sebaiknya Mas Abi pulang, Mbak Vivi lebih berhak untuk ini semua. Dia juga pasti sudah menunggumu, aku tidak ingin membuatnya salah paham."

"Dia berhak dan kamu juga," jawab Abi tanpa ragu.

Abi sadar betul dengan ucapannya. Entah setan apa yang merasukinya, hingga pria itu menatap Ajeng dengan perspektif yang berbeda. Apakah pria itu sudah jatuh cinta dengan ibu dari anaknya? Atau hanya merasa kesepian saja.

Ajeng jelas tidak mau, selain karena tidak ada cinta dalam hatinya pada pria itu. Ajeng seperti mengkhianati Denis yang jelas sudah berkorban banyak dan mau menunggu. Walaupun secara agama hubungan mereka sah, tetapi tetap saja bersengketa rasa.

"Maaf, Mas, jangan kamu nodai perjanjian ini, aku menghargaimu, dan begitu pun engkau, tolong, akan ada banyak hati yang terluka, hanya karena satu keegoisan kita," tutur Ajeng tak ingin menutup mata.

"Apa maksudmu? Pria itu, 'kah?" tebak Abi dengan rahang mengeras. Menahan diri dan menekan sabar hanya untuk menghargai keputusan sepihak perempuan yang bergelar istrinya.

"Bukan, tapi istrimu. Dia seorang perempuan, sama halnya denganku. Tidak ada satu orang pun yang mau berbagi, apalagi urusan ranjang," ujar Ajeng cukup jelas dan gamblang.

"Kalau pada akhirnya kamu tidak juga mengizinkan aku menyentuhmu, kenapa dulu kamu meminta dinikahi? Bukankah itu menghalalkan hubungan kita, memperbolehkan tubuh kita menyatu?" tanya Abi tak habis pikir. Bagaimana ada seorang perempuan yang semunafik Ajeng.

"Bukankah kamu menginginkan anak yang secara utuh bisa dimiliki dirimu? Bagaimana kalau kita tidak menikah, walaupun kamu bapak biologisnya, nasab anak ini hanya mengikuti, dan kamu tidak mempunyai hak apa pun dalam pandangan agamaku, selain itu juga dilarang. Paham 'kan sekarang?" tekan Ajeng memberanikan diri.

Serasa tertampar dengan jawaban Ajeng. Abi pun terdiam dan merasa malu, sepertinya ia harus berbenah diri. Hingga bisa memandang wanita dari sudut yang berbeda. Abi bahkan tak pernah berpikir sekritis itu. Mungkinkah pria itu terlalu jauh dengan Tuhannya selama ini. Hingga ia buta dan tuli dengan kebenaran yang ada.

"Maaf, beristirahatlah! Aku pulang ke sini karena Vivi tidak di rumah, kamu keberatan?" tanya pria itu melembutkan suaranya.

Ajeng menggeleng, "Enggak Mas, ini rumahmu, kita juga boleh satu atap, maaf atas ketidaknyamanan ini," jawab Ajeng lalu.

Perempuan itu menukar pakaiannya di kamar mandi lalu kembali menuju ranjang. Sementara Abi dengan suka rela menempati sofa. Ada rasa haru dan bangga dengan pemikiran perempuan itu. Dalam sekejap saja, mampu merubah pandangannya dengan perempuan itu yang selama ini dianggap hanya sebelah hati oleh dirinya.

Untuk pertama kalinya, Abi dibuat mati gaya. Ia tak pernah kehilangan akal, atau kehabisan ide dalam suatu hal. Menangani banyak proyek dan memenangkan tender dalam jumlah besar. Pandai membaca situasi dan berdebat dengan begitu lihai. Namun, malam ini dibuat bungkam dengan satu alasan yang sebenarnya mementingkan kepentingan dirinya dan masa depan keturunannya kelak.

"Boleh aku tahu, apa yang kamu pikirkan tentang diriku saat menawarkan sebagai ibu pengganti?" tanya Abi ingin tahu.

"Aku tidak mau menjawabnya, sudah terlanjur sejauh ini berjalan. Semoga Tuhan kita memaafkan jika memang terjadi kekeliruan."

"Eh ya, terima kasih sudah datang di acara Hanan. Terima kasih untuk kirimannya."

"Kamu tidak ingin tahu aku datang sebagai siapa?" tanya Abi jelas penasaran dengan respon istrinya.

"Nanti dikira kepo, dari pada kepikiran, lebih baik aku urungkan niatku walau sebenarnya perlu," sindir Ajeng demi mengingat jawaban Abi tempo lalu.

"Hahaha. Apa setiap ucapanku selalu membekas di hatimu?"

"Kamu pikir aja sendiri, hanya robot yang tidak pandai menyiasati diri."

"Oke baiklah, aku akan meralatnya untuk ibu dari anakku. Setelah anak itu lahir, apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Abi sungguh penasaran. Sebijak apa perempuan itu akan menyikapinya. Mengingat perjanjian dan kesepakatan yang telah mereka buat.

"Jangan bertanya untuk hal yang bahkan kamu sendiri sudah tahu jawabannya, yang jelas, perjanjian kita telah berakhir."

"Mungkin hanya keajaiban yang akan tetap membersamai aku dengannya," sambung Ajeng dalam hati.

Tidak ada satu seorang ibu pun yang mau terpisah dengan anaknya. Sembilan bulan mengandung, melahirkan bertaruh nyawa dengan rasa sakit, setelahnya harus merelakan untuk orang lain. Sakit sekali Ajeng membayangkan itu semua. Apalagi kelahiran anak itu semakin dekat, membuat pikiran perempuan itu antara bahagia, dan tentu saja sedih luar biasa.

"Boleh aku menyapanya? Siapa tahu malam ini bayi kita rindu sentuhan lembut bapaknya."

"Kamu belum mau tidur? Ini sudah malam?" tanya Ajeng mengalihkan perhatian Abi yang ternyata bergerak mendekat.

"Belum ngantuk, pingin ngobrol dulu. Kalau kamu ngantuk, istirahat saja, aku hanya ingin mengelusnya," ujar Abi meyakinkan.

Mau menolak bingung, pria itu juga lebih jinak. Tidak semenyeramkan tadi, tidak ada salahnya mengiyakan. Tanpa Ajeng sadari, perempuan itu juga merasa nyaman. Hingga ia terlelap begitu saja saat Abi masih sibuk mendongeng sambil mengusap perut istrinya.

"Ajeng, apa kamu sudah tidur?" tanya Abi berbisik. perempuan itu tidur miring dengan posisi memunggungi suaminya.

Abi pun sedikit mengintip, ternyata Ajeng benar-benar sudah terlelap. Pantas saja sedari tadi mengoceh tak ada sahutan.

"Aku tidur di sini ya, jangan marah? Aku udah izin loh," pinta pria itu lirih. Berharap besok pagi tidak ada drama kaget ataupun ngambek.

Keduanya pun tidur dalam satu ranjang, bahkan Abi memeluk perut istrinya semalaman.

.

TBC

.

Teman-teman sambil nunggu novel ini up, mampir di karya temenku yuk ... nggak kalah seru loh ... kepoin ya ....

.

1
SiFa
Luar biasa
Devi Mirnawati
Lumayan
Sugiarti Arti
Luar biasa
Masitoh Itoh
abi mengambil kesempatan tidur sambil memeluk ajeng
Heni Nurhaeni
Luar biasa
Dewa Rana
mamanya udah tau belum kebenarannya
Dewa Rana
shock saja gak pakai therapy Thor
Dewa Rana
sepotong hati yg bertaut. apa maksudnya Thor?
Irma Saodah
Luar biasa
Anonymous
A
karyaku
hi kak transmigrasi menjadi istri mafia jangan lupa mampir y kk
Ida Sriwidodo
Lohh.. Harsa itu kan dosen di kampus Hanan di Bandung yang pernah nyamper ke rumahnya Ajeng bawa makanan buat Ruby..?
🤔🤔🤔
Yang datengnya barengan sama Abi?? 🤔🤔
Evy
Bukankah kalo masih perawan tidak dianjurkan untuk melakukan inseminasi ya..
Naura Sintia
yaampun banjang banget Derama nya kasian Abi nya dong..TPI di tunggu aja deh..semangat Thor💪💪🤩
Naura Sintia
ko kaya bahasa Viki Prasetyo ya🤭😁
Dewa Rana: betul, banyak kata2 yg gak cocok
total 1 replies
Effie
hai kakak author novelnya bagus banget, boleh mampir lah ke novel ku . hehe
Tini 89
harusnya panggil mbak jangan aku
MyFamily
melentangkan tangan = merentangkan tangan
ceritanya menarik tp bahasanya msh agak kaku antara kakak dgn adik
aryuu
ini harusnya JLEB/Chuckle/
MyFamily
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!