Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curi-curi pandang
Pulang ke rumah, Nurlela dan Ellena tak henti-hentinya mengomel. Andrian dan Marissa yang rencananya besok akan menikah pun diminta menginap di sana sementara waktu. Saat melihat kedua orang itu pulang dengan wajah masam dan mulut terus berkomat-kamit pun membuat keduanya penasaran.
"Apa? Mama dan Mbak habis dari rumah Papa Danang?" seru Andrian terkejut.
"Berhenti memanggil dokter sialan itu papa, Rian. Dia bukan papamu." Nurlela duduk di samping suaminya yang sedang menonton televisi. Ia lalu menyandarkan kepalanya di pundak sang suami.
"Tapi Papa Danang masih mertuaku, Ma. Jadi wajar kalau aku masih memanggilnya Papa."
"Ck, terserah kau sajalah. Yang penting, Mama nggak mau tau menahu, segera akhiri hubunganmu dengan perempuan itu. Mama nggak sudi punya menantu seperti dia," seru Nurlela dengan wajah bersungut-sungut.
"Mas, ke kamar yuk!" ajak Ellena pada sang suami. Hasta tersenyum, kemudian mengangguk. Mereka pun segera berlalu dari ruang tamu.
"Kamu kenapa, Ian? Kenapa wajahmu masam begitu? Kamu nggak terima mama melabrak keluarga Yaya?" sungut Marissa.
Andrian berdecak. "Nggak taulah, Cha. Aku pusing."
Andrian pun memilih berlalu dari hadapan orang tuanya dan Marissa. Marissa berdecak kesal melihat sikap Andrian yang sepertinya belum benar-benar rela melepaskan Yaya.
"Udah Sa, kamu nggak perlu khawatir. Pokoknya besok kalian akan segera menikah dengan begitu Rian nggak akan ada kesempatan untuk kembali pada anak haram itu. Mama berjanji, Mama nggak akan biarkan mereka kembali bersama. Ingat itu," ucap Nurlela mencoba meyakinkan Marissa yang terlihat resah. Ia tidak ingin melepaskan Marissa yang bisa menjadi sumber uangnya.
Sementara itu, di dalam kamar, Andrian tak henti-hentinya mondar-mandir. Padahal kemarin-kemarin ia sudah merasa sangat yakin untuk melepaskan Yaya, tapi entah kenapa sekarang ia justru meragu. Ia tak ingin melepaskan Marissa, tapi ia pun perlahan merasa takut kehilangan Yaya yang mana selalu penuh perhatian dan kasih sayang.
Andrian berusaha menghubungi Yaya, tapi panggilannya tak kunjung diangkat. Sungguh, ia merasa benar-benar resah saat ini.
Keesokan paginya, pagi-pagi sekali Andrian sudah bersiap untuk pergi.
"Mau kemana kau, Ian? Ini masih jam setengah 7, lho. Kita menikah itu jam 9. Tapi kok kamu sudah rapi aja?" ucap Nurlela heran.
"Kayaknya ada yang udah nggak sabar nikah tuh, Ma," goda Ellena. "Ya nggak, Yang?" tanya Ellena pada sang suami.
"Hmmm ... Ellena benar, Ma." Hasta tersenyum. Ia mengalihkan pandangannya pada Marissa yang berjalan mendekat dengan wajah malu-malu.
"Aku bersiap karena ada urusan sebentar, Ma. Sebelum jam 9, aku sudah kembali," ujar Andrian.
Dahi Nurlela berkerut. "Memangnya kau mau kemana?"
"Aku ada janji sama orang kantor. Kemarin 'kan aku pulang lebih awal. Ya sudah, aku pergi dulu."
Andrian pun pergi dengan tergesa. Karena hari ini hari Minggu, Andrian yakin Yaya ada di rumah orang tuanya. Belum kemana-mana. Ia ingin berbicara dengan Yaya perihal pernikahannya. Saat datang ke rumah Danang, tanpa ia duga, kedatangannya ditolak mentah-mentah.
"Pak Danang bilang, Anda tidak boleh masuk, Den," ujar art Danang.
"Saya hanya ingin bicara dengan Yaya sebentar saja. Tolong izinkan saya bertemu dengan Yaya, Bi."
"Maaf, Den. Pak Danang nggak kasi izin Den Danang ketemu Non Yaya. Lebih baik Den Rian pergi. Kalo Pak Danang sudah bilang A, sampai kapanpun akan tetap A."
Andrian menolak pergi. Ia justru berteriak memanggil-manggil nama Yaya, tapi perempuan itu tak kunjung keluar juga.
"Mau ngapain lagi kamu? Bukankah sudah jelas, kami menolak kedatangan kamu?" seru Danang yang baru keluar rumah.
"Pa, izinkan Rian bicara dengan Yaya! Sebentar saja."
"Untuk apa?" Andrian terdiam. "Untuk menyakitinya lagi?"
Andrian menggeleng tegas. "Nggak, Pa. Aku ... aku ingin memperbaiki kesalahanku, hubungan kami," ucap Andrian dengan wajah penuh harapan.
Danang terkekeh. "Setelah apa yang sudah kau dan keluargamu lakukan pada Yaya kau pikir kami akan membiarkan Yaya tetap bersamamu? Jangan mimpi! Bukankah kau mencintai perempuan itu? Ya sudah, nikahi saja dia. Lepaskan Yaya! Yaya berhak bahagia meskipun bukan bersama kamu. Sekarang lebih baik kau pergi dari sini. Semua sudah berakhir. Mulai hari ini, anggap kita tidak pernah saling mengenal."
Usai mengatakan itu, Danang pun segera masuk. Entah kenapa, Andrian merasa tak rela melepaskan Yaya begitu saja. Yaya yang berdiri di jendela kaca kamarnya, memperhatikan kedatangan Andrian. Sesuai perintah ayahnya, ia tidak keluar untuk menemui Andrian. Ia hanya memperhatikan Andrian yang akhirnya memilih pulang setelah penolakan yang Danang lakukan. Sebelum mobil pergi dari sana, ia menoleh ke jendela kaca kamar Yaya. Ia bisa melihat siluet Yaya di sana.
"Ah, sudahlah! Lagipula aku sudah akan menikah dengan Icha. Icha jauh lebih baik dari Yaya."
Andrian pun segera melajukan mobilnya pergi dari sana.
...***...
Akad nikah Andrian dan Marissa baru saja dilakukan. Orang tua Marissa dan Andrian tersenyum lebar saat anak-anak mereka akhirnya menikah. Akad nikah itu dilakukan di rumah orang tua Andrian. Mereka mengundang beberapa tetangga dan ketua RT sebagai saksi. Sebenarnya para tetangga heran, padahal belum lama menikah, tapi ia sudah menikah lagi dengan tetangga lama mereka. Nurlela pun menjelaskan kalau Andrian dan Yaya sudah bercerai karena Yaya sudah berselingkuh. Nurlela merangkai cerita kalau gara-gara perselingkuhan Yaya, Andrian merasa frustasi. Untung ada Marissa yang selalu menghibur Andrian sehingga ia bisa baik-baik saja. Oleh sebab itu, mereka pun meminta Andrian menikahi Marissa agar tidak menimbulkan fitnah. Para tetangga pun merasa iba dengan Andrian. Mereka pun membenarkan keputusan Nurlela yang memilih menikahkan Andrian dan Marissa.
Marissa sudah memesan catering. Selesai akad nikah, para tamu undangan dipersilahkan makan.
Kedua orang tua Marissa sudah memiliki keluarga baru masing-masing. Selesai makan, mereka pun segera pergi.
"Awww ... "
"Ah, maaf, maaf, aku tidak sengaja."
"Mas, ada apa?" tanya Ellena pada sang suami.
"Mas nggak sengaja menyenggol Marissa hingga minumannya tumpah ke bajunya, Yang."
"Aku nggak papa kok, Mas," ucap Marissa gugup.
"Papa ngapain di sini?" tanya Nurlela saat melihat suaminya juga berada di tempat yang sama dengan Marissa dan Hasto.
"Oh, Papa tadi mau ambil minum. Ini ... " Pak Priambodo mengangkat gelas berisi minuman di tangannya.
Nurlela mengangguk. "Marissa, lebih baik kamu ke kamar, ganti baju. Nanti Mama minta Rian menyusul."
Marissa mengangguk. Ia pun segera berlalu dari sana. Sementara pak Priambodo berjalan bersama sang istri kembali ke ruang tamu sambil curi-curi pandang ke arah Marissa yang sudah naik ke atas tangga.
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...