Dua tahun Sitha dan Danu berpacaran sebelum akhirnya pertunangan itu berlangsung. Banyak yang berkata status mereka lah yang menghubungkan dua sejoli itu, tapi Sitha tidak masalah karena Danu mencintainya.
Namun, apakah cinta dan status cukup untuk mempertahankan sebuah hubungan?
Mungkin dari awal Sitha sudah salah karena malam itu, pengkhianatan sang tunangan berlangsung di depan matanya. Saat itu, Sitha paham cinta dan status tidak cukup.
Komitmen dan ketulusan adalah fondasi terkuat dari sebuah hubungan dan Dharma, seorang pria biasalah yang mengajarkannya.
Akankah takdir akhirnya menyatukan sepasang pria dan wanita berbeda kasta ini? Antara harkat martabat dan kebahagiaan, bolehkah Sitha bebas memilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Pramudya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Mantu
Dharma pulang dari kediaman Sitha dengan sangat lega. Ketakutannya semula bahwa pria biasa sepertinya tidak akan diterima oleh Rama Bima dan Bu Galuh, mengingat bahwa Dharma bukan berdarah biru dan tidak memiliki harta kekayaan.
"Alhamdulillah, akhirnya pintu terbuka, Ya Allah. Semoga niat baik ini akan berjalan dengan baik dan hamba bisa selalu membahagiakan Sitha," gumam Dharma di dalam hatinya.
Semula Dharma merasa rendah diri dan tidak layak bagi Sitha. Namun, ketika mendengar keinginan Sitha yang tidak menginginkan kalangan Ningrat juga sambutan baik dari keluarga Negara, Dharma berani untuk melangkah.
Sedangkan di rumah, Sitha berbicara dengan Rama dan Ibunya. "Menurut Rama dan Ibu, Mas Dharma baik kan? Kali ini Sitha tidak ingin salah langkah dan salah pilih," katanya.
"Rama sudah mengenal Dharma cukup lama dan dia memang anak yang baik, sopan, dan bekerja keras," jawab Rama Bima.
"Ibu juga, anaknya baik dan sopan. Mau dekat dengan anak-anak kecil juga. Semoga kali ini langkahnya benar yah, Dek."
Sitha menganggukkan kepalanya. "Mohon doa dan restunya selalu nggih Rama dan Ibu. Semoga pernikahan Sitha bahagia bersama Mas Dharma," katanya.
"Aamiin. Pasti kamu terus memberikan doa untuk kalian," balas Rama Bima.
"Dek, besok kalau sowan ke rumahnya Mas Dharma dibawakan buah tangan. Sebagai bentuk silaturahmi. Yang sopan," kata Bu Galuh mengingatkan.
Sitha kemudian menganggukkan kepalanya. Tentu dia akan bersikap sopan. Tidak akan pernah Sitha bersikap kurang ajar kepada orang yang lebih tua.
"Iya, Bu."
Sudah cukup malam, Sitha naik ke kamarnya dan berganti pakaian. Dia mengangkat tangannya dengan cincin yang melingkar dari jari manisnya. Gadis itu tersenyum dan mengucap satu nama.
"Mas Dharma ...."
Akhirnya Sitha memejamkan matanya dan berharap bahwa esok hari tiba dengan cerita yang lebih baik. Walau sudah deg-degan ketika akan bertemu dengan keluarga Dharma, tapi Sitha memilih untuk tenang dan menjalani semuanya.
...🍀🍀🍀...
Keesokan Paginya ....
Kurang lebih jam 10.00 pagi, Dharma sudah datang. Pemuda itu menjemput Sitha dan akan mengajaknya ke rumahnya. Secara resmi Dharma akan mengenalkan Sitha kepada Bapak, Ibu, dan adeknya. Dharma sudah meminta izin mengajak Sitha dan berpamitan, sekarang keduanya berboncengan sepeda motor bersama.
"Menembus Kota Solo yah, Mas?" tanya Sitha.
"Iya, Dek. Semoga enggak macet yah, biasanya orang-orang pulang abis car free day," balas Dharma.
"Bapak dan Ibu orangnya seperti apa, Mas?" tanya Sitha sekarang.
"Bapak dan Ibuku juga baik kok. Ibu itu pengusaha katering, lalu Bapak guru kesenian di SMK kesenian di Solo. Adekku tinggal bersama kami di rumah, dengan satu anak."
Sitha mendengarkan cerita Dharma. Semoga nanti saat bertemu bisa diterima dengan baik. Bahkan kalau bisa keluarga Dharma bisa sebaik keluarga mertua kakaknya yang tinggal di Yogyakarta.
Sampai akhirnya Dharma menghentikan sepeda motornya. Di rumah bercat warna biru itu, Dharma mengajak Sitha untuk masuk. "Ayo, Dek ... ini rumah Bapak dan Ibuku," katanya.
Dharma mengetuk pintu, setidaknya tadi pagi Dharma sudah mengatakan bahwa akan mengenalkan seseorang. Sehingga keluarganya tidak akan kaget. Ibunya Dharma juga tersenyum karena itu artinya putranya itu sudah serius, terbukti baru mengajak gadis ke rumah.
"Assalamualaikum," sapa Sitha dengan suaranya yang halus.
"Waalaikumsalam."
Dua orang paruh baya keluar dari rumah. Keduanya tersenyum, ini adalah kali pertama Dharma mengajak seseorang gadis datang ke rumah. Sejak lulus SMA, Dharma sudah bekerja terus sampai sekarang. Terkadang orang tuanya juga sudah mendorong supaya Dharma segera menikah, tapi Dharma tidak menjawab. Dia hanya pernah berkata jika memang serius akan mengenalkan gadis itu kepada kedua orang tuanya dan ingin segera menikah.
"Mari silakan masuk, Mbak," kata Bu Tanti dan Pak Hermawan.
Sitha memberikan salam takzim kepada kedua orang tua Dharma. Sekaligus menyerahkan buah tangan yang dia sediakan di rumah.
"Tidak usah repot-repot, Mbak," kata Bu Tanti.
"Tidak repot sama sekali kok, Bu."
Mereka duduk di ruang tamu. Sitha mengamati rumah itu memang sederhana, tapi ada beberapa sudut di dinding yang dipenuhi dengan foto-foto sehingga kesannya hangat.
"Siapa ini, Dharma?" tanya Pak Hermawan.
"Kenalkan Bapak dan Ibu. Ini adalah Dek Sitha. Gadis yang membuat Dharma ingin serius, pilihan hati Dharma," katanya.
"Tepangaken, Bapak dan Ibu, saya Sitha."
"Oh, ini yah ... kami orang tuanya Dharma, Mbak Sitha. Rumahnya mana?"
"Solo Timur perbatasan dengan Karang Anyar, Bapak."
Pak Hermawan menganggukan kepalanya. Keduanya sepakat bahwa gadis yang dibawa Sitha ke rumah ini cantik dan halus. Kesan pertama yang dirasakan oleh Pak Hermawan dan Bu Tanti.
"Teman kerjanya Dharma yah?" tanya Bu Tanti.
"Nggih, Ibu."
Dharma barulah memberitahu kebenarannya kepada kedua orang tuanya. "Bapak dan Ibu, Dek Sitha ini putrinya Bapak Bima, pemilik pabrik jamu."
Pak Hermawan dan Ibu Tanti kaget, kenapa bisa yang dibawa pulang putranya adalah putri dari pemilik pabrik. Apakah tidak salah? Seketika mereka berpikir apakah yakin Dharma akan serius?
"Apa benar, Dharma?"
"Nggih, Bapak," jawab Sitha.
"Yuh, Mbak. Bapak dan Ibu malahan jadi bingung. Yang diajak pulang Dharma rupanya putrinipun Pak Bima. Beliau sudah baik sekali, bahkan Dharma mendapatkan beasiswa kuliah. Dari pegawai packing jamu, sampai bisa pindah ke kantor. Harus bicara apa ini," kata Bu Tanti.
"Ampun nganten, Ibu. Sitha sama seperti orang lainnya kok. Lagipula Mas Dharma memang baik dan rajin bekerja, sudah sangat pantas mendapat semuanya."
Pak Hermawan kemudian bertanya. "Mbak Sitha ini apa benar, mau dipinang Dharma, anaknya Bapak? Kami berbeda banget dengan Mbak Sitha dan keluarga," tanyanya.
Gadis itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Nggih, kersa Bapak kaliyan Ibu. Mas Dharma juga sudah berbicara resmi kepada Rama dan Ibu. Rama dan Ibu juga setuju. Mohon maaf, saya memanggil Bapak saya itu dengan panggilan Rama," kata Sitha.
"Apa tenan, Mas? Masak Bapak Bima dan Ibu setuju?" tanya Pak Hermawan.
"Iya, Bapak. Rama dan Ibu setuju."
Dharma sampai menunjukkan foto yang diambil semalam. Setidaknya ada bukti nyata bahwa keluarga Negara menerima Dharma.
"Yuh, anakku lanang ternyata malahan serius sama putrinipun Bapak Bima," kata Bapak Hermawan.
"Rama juga manusia biasa, Bapak," kata Sitha.
"Bapak dan Ibu bertanya sekali lagi, apa bener Mbak Sitha mau? Dharma dan kami ini bener-bener orang biasa, tidak punya pangkat, jabatan, yang bisa dibanggakan."
"Saestu, kula purun, Bapak dan Ibu."
Pak Hermawan dan Bu Sitha merasa lega. Lalu, Pak Hermawan kembali bertanya. "Dharma itu maunya serius loh, Mbak. Nikah saja dulu, pacaran di dalam pernikahan. Jadi, Mbak Sitha juga mau?"
"Nggih, kula purun."
Benar-benar lega rasanya. Rupanya gadis cantik yang diajak Dharma pulang ke rumah bukan main-main. Keluarga biasa akan memiliki mantu putri ningrat. Itu membuat minder, tegang, tapi juga bahagia.
"Calon mantunya, Ibu."
Bu Tanti kemudian memeluk Sitha. Sangat bahagia. Semoga pernikahan nanti akan berjalan baik dan juga kehidupan setelah pernikahan juga berjalan adem dan ayem.
tetap semangat ✊
Gusti Allah tansah mberkahi 🍀🌸❤🌸🍀
disyukuri walaupun hanya ada selintas ingatan yang masih samar di benak Shita
Terlebih didalamnya banyak terdapat sentuhan wawasan Budaya Jawa yang tentunya akan memperkaya pengetahuan si pembaca.
Saestu...sae sanget 👍