“Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan.” —Zea
Zea Callista kehilangan orangtuanya dalam sebuah pembantaian brutal yang mengubah hidupnya selamanya. Diasuh oleh paman dan bibinya yang kejam, ia diperlakukan layaknya pembantu dan diperlakukan dengan penuh hinaan oleh sepupunya, Celine. Harapannya untuk kebebasan pupus ketika keluarganya yang serakah menjualnya kepada seorang mafia sebagai bayaran hutang.
Namun, sosok yang selama ini dikira pria tua berbadan buncit ternyata adalah Giovanni Alteza—seorang CEO muda yang kaya raya, berkarisma, dan tanpa ampun. Dunia mengaguminya sebagai pengusaha sukses, tetapi di balik layar, ia adalah pemimpin organisasi mafia paling berbahaya.
“Kau milikku, Zea. Selamanya milikku, dan kau harus menandatangani surat pernikahan kita, tanpa penolakan,”ucap Gio dengan suara serak, sedikit terengah-engah setelah berhasil membuat Zea tercengang dengan ciuman panas yang diberikan lelaki itu.
Apa yang akan dilakukan Zea selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BEEXY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 - Dugaan
Keesokan harinya, saat sinar matahari menerangi ruangan. Kedua mata Zea terbuka, dia duduk di kasur dan mengucek kedua matanya. Jantungnya berdegup kencang saat kejadian semalam terbayang-bayang dalam pikirannya. Zea menggelengkan kepala, menyentuh keningnya untuk mencoba mengusir perasaan tersebut.
'Yang semalam itu ... benar-benar kecupan atau aku hanya berkhayal?'pikir Zea bahkan aroma Giovanni masih terngiang-ngiang di kepala Zea.
Tampaknya Zea sudah gila sekarang.
TIDAK!
Zea menggigit bibir bawahnya. Kedua tangannya mengepal di sprei.
Dia terus menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan sensasi itu. Hingga suara ketukan pintu terdengar.
'Siapa itu?' pikir Zea.
Mungkinkah sosok yang pagi itu mengusik pikirannya?? Mungkinkah Giovanni Altezza?? Tapi, jika Giovanni, untuk apa dia harus mengetuk pintu untuk masuk ke kamarnya sendiri? Aneh.
"Siapa?"tanya Zea karena penasaran.
"Ini saya."
Sebuah suara tidak asing terdengar. Zea segera melompat dari kasurnya dan berjalan menuju pintu. Tidak salah lagi, suara itu adalah ... Rossa.
Zea memegang knop pintu lalu membukanya, menampilkan sosok Rossa dengan beberapa luka yang telah diobati dan perban di tempurung lututnya. "Hai!" Rosa melambaikan tangannya menyapa Zea dengan santai, seperti luka-luka itu bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan.
"Rosa, Bagaimana dengan lukamu?? Siapa yang membawamu kemari?? dan siapa yang menolongmu saat di pantai kemarin?" Pertanyaan demi pertanyaan muncul dari bibir Zea karena kekhawatiran gadis itu.
Arah pandang Zea pun mensurvei Rosa dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Tenang, aku baik-baik saja. Sehat dan kembali dengan selamat." Rosa tersenyum manis.
Lalu tak lama kemudian Rossa menyipitkan matanya. "Tau tidak siapa yang menolongku??? Hm?? Hm?? Coba tebak, coba tebak."
"Federico?"
Rossa sontak melompat-lompat, "BENAR SEKALI?! BENAR SEKALI!! Federico menggendongku!! A--ah!! Aku senang sekali!!"
"Bagaimana kau tahu Federico menggendong mu? Kau kan pingsan??"
"Iya aku memang pingsan tapi tak lama kemudian aku terbangun dan menyadari berada di gendongan Fedrico." Rossa melompat-lompat kegirangan. "Apa mungkin Federico sudah menyukaiku? Mungkinkah dia sudah mulai mencintaiku?? Ahh!!”
Rossa memegangi kedua pipinya sendiri dengan hati berbunga-bunga.
Sementara Zea melihatnya hanya bisa terkekeh, sudah tidak heran dengan pelayan Alteza itu.
Setelah berbunga-bunga sendiri, Rosa kemudian mendekatkan wajahnya ke Zea, "Bagaimana denganmu sendiri?? Kau tidak diapa-apakan oleh lelaki waktu itu kan?? Iya kan??" Raut wajah ceria Rossa tiba-tiba berubah khawatir.
Zea tersenyum, "tidak apa-apa, Giovanni datang di waktu yang tepat."
"Wahhh, bosku itu memang sangat bisa diandalkan! Dia pasti selalu tahu saat kau berada dalam masalah." Rossa tersenyum bangga.
"Saat aku berada dalam masalah? Aku bingung kenapa aku?"
"Aku juga bertanya-tanya kenapa kau, tapi kalau tuan alteza telah memutuskannya, aku akan menuruti semua perintahnya termasuk berkontribusi untuk melindungimu." Rosa mengacungkan jari jempolnya di depan Zea.
Zea masih bertanya-tanya tentang beberapa perilaku manis Giovanni yang terkadang juga berubah dingin dan tegas padanya.
Bahkan saat semalam Zea merasakan kecupan dari seseorang yang diyakini adalah Giovanni alteza, Zea tidak mengerti kenapa Giovanni melakukan itu. Padahal selama ini, Giovanni hanya menganggapnya sebagai properti.
"Apa mengecup properti itu normal?"ucapan nyeleneh Zea tiba-tiba muncul begitu saja dengan wajah polosnya.
Seolah melupakan fakta bahwa Rosa masih ada di hadapannya.
"Mengecup properti?? Apa maksudmu??"
Begitu Rossa bertanya, Zea baru menyadari sesuatu kalau dia telah mengatakan hal yang tidak seharusnya.
"A--ah, bukan apa-apa."
Rosa terlihat tidak puas dengan jawaban Zea lalu kembali menatap iris mata Zea dari dekat. "Apakah terjadi sesuatu antara kau dan Tuan Alteza?? Iya ya?? Iya??"
Zea terbelalak dengan pertanyaan blak-blakan itu. "T-tidak, tidak ada!!!"
"Sungguh??? tapi kenapa aku melihat sepertinya ada yang berubah??" Rossa menyipitkan kedua matanya.
Gadis dengan pakaian pelayan itu seolah ingin mengintimidasi Zea agar jujur. "Ayolah katakan saja, Aku tidak akan menghakimimu."
"Tidak ada yang terjadi antara aku dan Giovanni, apalagi waktu itu dia penuh darah, apa yang kau harapkan???" Zea mengatakan dengan jujur.
Naas, tatapan Rosa tetap tidak turun dan terus menanam untuk mengulik kebohongan dalam diri Zea.
Mau tidak mau akhirnya Zea menghelan nafas dan menarik Rossa masuk ke dalam kamar. Pada akhirnya menyembunyikan hal ini dari Rosa juga tampaknya tidak bisa.
"Baiklah aku punya satu pertanyaan untukmu,"ucap Zea.
"Baik-baik satu pertanyaan, apakah itu?"
"Apakah Giovanni memang selalu memperlakukan seorang gadis seperti dia memperlakukanku??"
"Tidak. Biasanya tuan Alteza akan menjual gadis-gadis itu ke mucikari." Kebohongan berantai yang masih saja berlanjut.
"Aku tahu tentang itu, jangan dibahas lagi!"
Pembahasan tentang jual menjual sudah membuat bulu kuduk Zea merinding.
Rosa hanya sedikit ikan dan kembali bertanya, "Hihihi. Lalu kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Aku hanya penasaran saja, apakah Giovanni benar-benar tidak pernah membawa seorang gadis ke mansion ini?"
"Ya, benar-benar tidak pernah."
"Lalu apa dia pernah memiliki hubungan dengan seorang wanita sebelumnya?"tanya Zea penasaran.
Tapi, sontak pertanyaan Zea itu membuat Rosa berseringai. "Ah, kenapa kau bertanya?? Apakah ada sesuatu yang terjadi di antara kau dan ... Tuan alteza??"kedua matanya menyipit menggoda Zea.
"Ti-tidak! Tidak ada!!!"
Langkah yang salah menanyakan hal tersebut pada Rosa.
"Tuan Altezza melakukan sesuatu, ya? Apa? Apa?" Dan Rosa masih belum mau menyerah.
"Tidak ada, uh!"
Padahal Zea baru bertanya tentang apakah Giovanni memiliki wanita sebelumnya. Tapi respon Rosa sudah berlebihan, apalagi kalau Zea menceritakan tentang kemungkinan lelaki yang mengecup keningya semalam adalah Giovanni?
Zea kembali bicara, "sudah lupakan saja!"
"Eh?? Kenapa begitu?? Aku penasaran!”
"Dan berjanjilah untuk tidak bereaksi berlebih."
"Baiklah."
Zea menghela nafas, "menurutmu saat malam hari, apakah ada orang yang boleh masuk ke kamarnya? Seperti saat kau yang setiap pagi masuk ke dalam kamar ini untuk membangunkanku? Apakah hal itu terjadi juga saat malam hari?" Kedua mata Zea penuh keseriusan.
Rosa yang melihatnya pun terbelalak.
Zea hanya ingin memastikan yang semalam benar Giovanni atau orang lain.
"Tidak ada yang boleh masuk ke kamar ini tanpa perintahnya. Saat aku datang untuk membangunkanmu itu karena perintahnya juga, jika tidak aku akan mengetuk pintu kamar terlebih dahulu seperti tadi,"ucap Rosa. "Apalagi saat malam hari, tidak ada pelayan yang berani masuk kemari."
Setelah mendengar ucapan Rosa, Zea terbelalak. Jika benar begitu maka yang semalam benar-benar ... Giovanni?
***
Sementara Giovanni di kantor Alza tengah memeriksa berkas-berkas walaupun terkadang pikirannya masih melayang mengenai sosok Zea. Dia dapat mengulas senyum tipis hanya dengan membayangkan begitu banyak bicaranya gadis itu.
Tak lama kemudian, Asher masuk ke dalam ruangan dan memberikan beberapa dokumen. "Setelah menerima laporan anda kemarin, saya sudah menghubungi Polizia di Stato dan Carabinieri untuk menutupi kejadian di Pantai San Vito Lo Copo kemarin."
Giovanni mengambil berkas tersebut. "Pastikan semuanya bersih, jangan sampai ada media yang mengetahuinya."
Asher mengangguk mengert, namun pandangan matanya seperti menyiratkan sebuah pertanyaan yang selama ini ada di pikirannya. "Ah, bolehkah saya bertanya tentang sesuatu?"
"Apa?"
"Lucivero tampaknya sudah mengetahuinya. Jadi, mau sampai kapan anda menyembunyikan gadis itu?"
Saat Asher menanyakan 'gadis itu' yang pastinya adalah Zea. Giovanni langsung menengadah. "Sampai aku mendapatkan waktu yang tepat."