NovelToon NovelToon
Menjadi Istri Dari Seorang Gus

Menjadi Istri Dari Seorang Gus

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: pinkberryss

Akibat kenakalan dari Raya dan selalu berbuat onar saat masih sekolah membuat kedua orangtuanya memasukkan Raya ke ponpes. setelah lulus sekolah.

Tiba disana, bukannya jadi santri seperti pada umumnya malah dijadikan istri kedua secara dadakan. Hal itu membuat orangtua Raya marah. Lalu apakah Raya benar-benar memilih atau menolak tawaran seperti orangtuanya?

Tingkah laku Raya yang bikin elus dada membuat Arsyad harus memiliki stok kesabaran yang banyak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkberryss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Papa Burhan kangen anak

Inayah menatap putrinya yang sedang sangat serius dalam hafalannya, kemudian ia masuk ke dalam untuk memastikan bahwa putrinya benar-benar memakan makanan tadi karena dia tak ikut turun makan bersama.

Dilihatnya mata Farah terpejam karena sedang fokus hafalan. Inayah memanggil dengan pelan namun lembut sampai Farah berhenti.

"Nak,"

"Iya umi?"

"Kok nggak dihabiskan sih?" dia melihat masih tersisa setengah dari porsi awal.

"Kenyang umi tadi habis jajan banyak," Farah nyengir saat Inayah geleng-geleng kepala.

"Yasudah kalau begitu umi kira kamu nggak nafsu makan. Emangnya masih belum selesai setor hafalannya?" tanya Inayah pasalnya tiap hari Farah selalu hafalan entah itu surat, hadist, atau apapun yang berkaitan dengan mata pelajarannya.

"Belum umi tinggal ini aja kok, kemarin itu Farah lupa jadinya ngulang lagi." setelahnya Inayah keluar dari kamar anaknya.

Raya saat ini sedang menunggu seseorang dan itu adalah kurir paket. Setia itu Raya menunggunya karena kedatangannya memang dinantikan. Paket datang dan dia langsung mengambilnya di gerbang pintu masuk. Sebelahnya ada tempat khusus untuk satpam.

Arsyad saat itu sudah mengajar dan mau balik namun melihat beberapa paket yang Raya pegang membuatnya menepuk dahinya. Dia lantas mendekat dan membantunya.

"Biar saya bantu," Raya menyerahkan dua buah paket yang terbalut kardus kecil dan lumayan besar.

"Beli apa saja?"

"Kamu nanya?" dengan nadanya seperti orang yang pernah viral itu.

Arsyad menghela napasnya, "Karena kamu beli sebanyak ini, mana banyak yang kecil-kecil paketnya," mereka berjalan menuju rumah.

"Iya dong biar kurir enak bawanya kecil-kecil begini daripada yang gede entar yang ada malah merepotkan. Untung aja datangnya barengan semua, iya sih pas beli langsung checkout barengan." Meski begitu Arsyad tidak memarahi Raya, ia bahkan geleng-geleng kepala dan terkekeh. Rasanya beda sekali sama yang dulu dengan si onoh, dia terlihat kaku bahkan tak berekspresi sama sekali.

"Wah banyak sekali nak?" ucap pak Umar yang saat itu sedang di teras halaman dengan kitabnya.

"Iya abi, kami kedalam dulu." pak Umar mengangguk.

Setelah masuk ke dalam, Raya inginnya membuka paket dalam kamar namun Arsyad menyuruhnya disini saja biar nanti sampahnya bisa langsung dibuang dan tidak perlu capek-capek ke atas. Ya, dan Raya hanya bisa nurut.

"Kamu beli apa ini?" Arsyad memandangi sebuah penjepit namun ia tak tahu karena tidak pernah melihatnya.

"Itu tuh namanya penjepit bulu mata, Gus. Masa gitu doang nggak tahu sih?"

"Ya kan saya nggak pernah lihat, Raya,"

Raya membuka paket yang isinya adalah Tumbler dan kotak makan, Arsyad mengerutkan dahinya untuk apa dia membeli itu.

"Pasti Gus Arsyad bertanya-tanya kan buat apa? Ya buat wadah makanan sama minum lah!" muka Arsyad menjadi datar, ya pasti tahu lah maksudnya untuk apa beli memangnya kalau mau makan dirumah pake itu?

"Dirumah ada piring dan gelas. Maksud saya kamu beli begituan untuk apa?"

"Pokoknya nanti Gus Arsyad nggak boleh protes ya. Gue beli ini semata-mata untuk membuatkan bekal Gus Arsyad saat mengajar tiap pagi di sekolah!" mata Arsyad membelalak. Mana mungkin dia diberi bekal dengan wadah warna pink dan ada gambar Barbie?

"Yang benar saja Raya masak saya dikasih gitu. Itu cocoknya untuk anak kecil perempuan,"

Kalau begini ekspresi raya berubah sedih, entah beneran atau dibuat buat untuk merayu suaminya.

"Yasudah terserah kamu," jawabnya lirih Arsyad hanya bisa pasrah apa yang Raya lakukan terhadapnya. Yang sabar ya Syad!

"Emang kamu bisa masak?" Raya hampir lupa kalau dirinya sendiri tidak bisa masak tapi malah kepikiran punya ide cemerlang untuk membuatkan bekal suaminya. Lalu siapa yang akan masak? Nggak mungkin dong nyuruh bibik.

"Y-ya nanti... Ya belajar lah! Gosong gosong dikit nggak papa kali pasti dimakan nggak mungkin dibuang kan mubazir apalagi masakan istri sendiri!" jawabnya dengan nada sewot dan kesal karena Arsyad meremehkannya.

Raya sungguh berpikir dimana bisa-bisanya dia kalau masak gosong, keasinan, atau nggak enak harus tetap Arsyad makan. Kenapa jadi begini apa perutnya nanti nggak sakit, pikir Arsyad.

"Yaudah sih kalau nggak mau ya makan aja tuh bekal dari Zalima yang biasanya gercep bikinin apalagi lauknya enak-enak ya kayaknya?"

'Apalagi yang dimulai kali ini, sabar syad'

"Kenapa kamu ngomong gitu? kan selalu saya tolak, kalau saya terima pun tidak saya makan alias saya kasih ke yang lain,"

"Iya-iya!!" semua paket sudah dibuka, dan Arsyad yang membawakan semuanya, iya nggak salah denger karena Raya sekarang jadi ngambek, nggak tahu alasan apa yang mendasarinya apa mungkin rasa cemburu menjalar di badannya. Namun Arsyad yang sangat peka hanya membiarkan saja, janjinya dalam hati akan membuat Raya merasakan debaran hati tiap hari dan jatuh cinta padanya meski tidak sekarang.

...----------------...

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam..."

"Loh kok tiba-tiba banget datang kesini? Ayo silakan masuk," pak Umar mempersilakan masuk orangtua Raya yang datang berkunjung secara tiba-tiba.

Diana dan Burhan memasuki dan duduk di sofa ruang tamu. Pak Umar segera memanggil istrinya agar kemari.

"Eh besan," mereka bersalaman dan cipika cipiki sedang Burhan mengatupkan kedua tangannya dengan hormat kepada Bu Sofiyah.

"Saya panggilkan nak Raya dulu,"

Tok tok tok

ceklek

"Iya umi?"

"Nak dimana Raya? Orangtuanya ada dibawah,"

"Sedang dikamar mandi, nanti akan Arsyad sampaikan," Bu Sofiyah mengangguk.

"Baiklah jangan lama-lama ya." Arsyad mengangguk dan Bu Sofiyah kembali ke bawah untuk membuatkan minuman dan tak lupa camilan ringan yang ada.

"Pasti nak Burhan kangen sama nak Raya, iya kan?" pak Umar bertanya sambil terkekeh melihat ekspresi Burhan yang tidak biasa. Maklum rasa kangennya sampai ditanya jadi malu sendiri.

"Wajar kok, dulu saya pas Arsyad pertama kali mondok saat SMP saja sangat jauh jaraknya, saya tiap hari kepikiran terus, akhirnya saya sambang dua Minggu sekali," jelas pak Umar. Dia teringat dulu saat Arsyad masih kecil langsung dipondokkan dengan lokasi yang sangat jauh bahkan dirinya hampir tiap hari tidak bisa tidur. Sampai Bu Sofiyah sendiri menjadi pusing karena pak Umar jadi rewel, tiap malam mesti mengigau anaknya.

"Silakan diminum,"

"Kenapa repot-repot Bu," ucap Diana.

"Apanya yang repot, tidak banyak kok, silakan dicicipi," jawabnya di angguk i oleh Burhan Diana.

"Papa, mama?" Raya langsung memeluk orangtuanya. Apalagi Burhan rasa rindunya tersalurkan.

"Tumben sore-sore begini, kok nggak pagi aja,"

"Pagi kan papamu kerja, ini pun tadi sempat tidak mau ke kantor tapi mama paksa dengan alasan sore kesini jadi bisa pulang lebih cepat kerjanya," Raya mengangguk. Arsyad menyalami mertuanya. Mereka duduk di sofa sebelah.

"Dari kemarin kepikiran kamu terus nak, Papamu,"

"Kenapa nggak telepon dulu?"

"Katanya lebih enak ketemu langsung,"

Diana menyenggol lengan suaminya, "bicara pa, katanya kangen sama anak malah diam mulu sih. Ngo-mong!" ucapnya berbisik.

"Hehehe," ya ampun papa Burhan sedang apa tiba-tiba terkekeh. Diana menepuk dahinya sendiri.

"Kamu nggak kangen sama papa, nak?"

"kangen dong!"

"Sini duduk sebelah papa," Burhan bergeser supaya Raya duduk ditengah-tengah mereka.

"Kamu nggak apa-apa kan?" Raya malah dibuat aneh sama papanya, apa tidak lihat anaknya sehat wal afiat disampingnya ini?

"Emangnya kenapa pa?"

"Kamu nggak ada yang lecet kan nak?"

Puk

Diana yang geram akhirnya memukul lewat belakang.

'Astaga papa ini gimana sih malah tanya hal begituan, kok nggak malu!'

Saat ini Diana memang biasa-biasa saja, namun jika dilihat dari ekspresi nya sedang menahan malu.

"Nggak kok, Raya kan nggak habis jatuh!"

"Raya baik-baik saja, pa," Arsyad menyahuti dia sedikit kaku saat memanggil kata papa pada Burhan karena umurnya seperti Malik.

"Maksud papa itu kalian kan habis menikah, malamnya gimana?"

Tuh kan

Apa yang dikhawatirkan oleh Diana terjadi juga, kata-kata itu muncul dari mulut suaminya sendiri.

"Tidur lah pa, papa kok aneh tanya begitu emang setelahnya ngapain?"

Suasana jadi hening dan ada kecanggungan. Arsyad, Bu Sofiyah, dan pak Umar tahu maksud dari apa yang dibicarakan oleh Burhan.

'Sabar Diana, nanti setelah di mobil saja mengeluarkan unek-unek'

'Menyentuh putri anda saja belum, pa. Gimana mau jadi Arsyad junior' batin Arsyad.

Burhan tersenyum kaku, "Em, nggak papa kirain kamu..." dia men jeda kalimat nya.

"Sudah sudah, Papa Katanya mau kasih buat Raya," Diana memecah keheningan yang tadi terjadi.

"Iya papa membelikan beberapa makanan tadi di jalan kesukaan kamu," mata Raya menjadi berbinar saat melihat banyaknya makanan dari yang ringan sampai berat.

"Wah.. Makasih banyak pa!" Burhan mengangguk.

"Nanti dibagi ya nak, sama mertuamu, suamimu jangan lupakan," Burhan berpesan.

"Iya." dia asyik mencicipi. Mereka lanjut berbincang-bincang membahas hal apapun.

Waktu menunjukkan sudah jam lima, mereka berpamitan balik. Burhan memeluk putrinya dengan kasih sayang, sangat tidak rela sekali jika mereka akan terpisah kembali.

Diana menatap wajah sang putri yang sangat cantik, ya memang duplikatnya. Memerhatikan badan Raya yang sangat pas, tidak kurus dan tidak gemuk itu artinya anaknya betah dan bahagia. Dia merasa lega.

Saat akan menuju mobil, Burhan tengah membisikkan sesuatu kepada menantunya, Arsyad.

"Ehem, Gus Arsyad. Kalau semisal nanti atau kapan itu mau menyentuh putriku, kalau bisa pakai pengaman ya, atau jangan dulu, atau..." astaga Burhan Burhan... Sampai kehabisan kata-kata apa yang mau diucapkannya padahal sudah merangkai beberapa kata menjadi kalimat.

"Nggak jadi deh," bisiknya kemudian.

Arsyad melongo saat mertuanya mengucap demikian, meski Burhan bingung tapi Arsyad paham maksud dari ucapannya.

"Pa-pa tenang saja. Tidak perlu khawatir berlebihan, Raya aman bersama saya." Burhan mengangguk setelahnya bersalaman dan memeluk sebentar.

Huh...

Ada-ada saja ya papa Burhan ini. Se protektif itu sama anaknya. Padahal sudah besar, tapi nggak ada salahnya buat khawatir asal nggak berlebihan ya.

Tapi kalau pertanyaannya kayak tadi ya nggak pantas juga sih, untung Raya agak lemot tadi mikirnya apa maksud ucapan papanya. Diana sabar ya, kasih paham suamimu.

Maaf ya kemarin nggak up, jadi sedih deh:(

Jangan lupa follow+like

Thank U...♡

1
Sena Kobayakawa
Gemesin banget! 😍
_senpai_kim
Sudah berhari-hari menunggu update, thor. Jangan lama-lama ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!