Asmaradhana Putri Ningrat
Sore itu di Kota Solo, di sebuah kediaman dengan pelatarannya yang luas alunan gending Jawa mengalun lembut. Ketukan Baron dan Bonang seolah membentuk harmonisasi, berpadu dalam gemerisiknya angin sore itu. Dekorasi yang dipenuhi bunga-bunga sudah berdiri indah dengan nama yang tersemat di sana.
Sitha & Danu
Siapa sangka Sitha yang sudah dua tahun selesai kuliah, kali ini melangsungkan dengan Wijaya Danu Sutjipta atau yang akrab disapa Danu. Jika benar menjadi jodohnya Sitha, Danu juga adalah seorang pria berada. Orang tuanya adalah pemilik pabrik buku tulis di area Solo - Boyolali. Orang Jawa berkata, sama-sama balungan tulang) gajah yang besar. Artinya sama-sama dari keluarga berada.
"Anaknya Ibu hari ini akan bertunangan. Semoga Danu bisa membahagiakan kamu. Acara ke depannya hingga hari H akan lancar ya, Dek," kata Bu Galuh kepada putri bungsu dan satu-satunya itu.
"Matur nuwun, Ibu."
Gadis itu tersenyum, dia mengamati lagi penampilannya di cermin dengan mengenakan kebaya berwarna Ice Blue. Rambutnya disanggul modern, dan riasan yang flawless. Begitu ayu, Sitha saat itu.
Keduanya yang berada di dalam kamar Sitha, dikejutkan dengan ketukan di pintu kamar Sitha.
Tok ... Tok ... Tok ....
Sitha dan Bu Galuh pun kompak menoleh ke sumber suara. Rupanya yang datang adalah sahabat Sitha yaitu Ambar. Bu Galuh mempersilakan Ambar untuk masuk.
"Masuk, Dek. Sitha masih di sini."
"Kula nuwun, Ibu."
Begitu Ambar sudah di sana, Bu Galuh memilih turun dan sekaligus memberikan waktu bagi Sitha dan teman baiknya itu. Tampak Ambar berdiri di belakang Sitha, tersenyum mengamati Sitha yang sudah berbalut kebaya dan begitu anggun sore itu.
"Putri Solonya cantik banget sih. Pasti nanti Mas Danu pangling loh," katanya.
"Apaan," balas Sitha sembari menundukkan wajahnya.
"Serius, cantik banget. Minta lipstiknya dikit boleh, Tha?"
"Boleh, pakai aja."
Ambar terlihat girang, dia memilih lipstik yang cocok dengan warna pakaiannya sekarang. Lalu, Ambar akhirnya memilih warna sedikit merah. Katanya lipstik berwarna merah menunjukkan kepercayaan diri dan keseksian. Ambar pun mulai mewarnai bibirnya.
"Cetar sekali, Mbar," komentar Sitha melihat sahabatnya itu.
"Sesekali."
Cukup lama Ambar berada di dalam kamar Sitha, kemudian datanglah Mbak Ipar Sitha yang akan mengajak Sitha turun ke bawah. Acara pertunangan akan segera dimulai.
"Ayo, Dek. Semua keluarganya Danu sudah datang."
"Baik, Mbak."
Ambar turun terlebih dahulu. Sedangkan Indi menggandeng adik iparnya itu. Sama seperti Sitha, kali ini Indi juga mengenakan Kebaya dengan warna lilac. Sengaja supaya sama warnanya dengan Sitha yang bertunangan. Warna kebaya Indi justru sama dengan kebaya yang dikenakan oleh Bu Galuh.
Di luar dua keluarga besar sudah berkumpul. Para pria mengenakan kemeja batik berlengan panjang. Si Kembar Nakula dan Sadewa juga mengenakan kemeja batik, sedangkan Arunika dan Devshika yang sekarang sudah berusia dua tahun mengenakan setelan Kutu Baru yang sewarna dengan kebaya yang dikenakan Indi.
"Kita mulai acaranya sekarang," kata Rama Bima.
Pihak keluarga Sutjipta pun menganggukkan kepalanya. Kemudian Bapak Sutjipta mulai berbicara.
"Assalamualaikum. Kami keluarga besar Sutjipta sangat berterima kasih sudah diterima di kediaman Bapak dan Ibu Negara. Kali ini, kedatangan kami adalah untuk melangsungkan pertunangan antara putra kami Wijaya Danu Sutjipta dan putri Bapak Negara yita Sitha Pramoda Negari. Sebagai bentuk keseriusan Danu dengan Mbak Sitha, sekaligus saling mengenal satu sama lain supaya lebih mantap sebelum nanti akan melangkah ke jenjang pernikahan."
Rama Bima kemudian berdiri. "Sebelumnya, kami mengucapkan selamat datang di kediaman kami. Sugeng rawuh kagem Bapak kaliyan Ibu Sutjipta lan bebrayan."
Usai itu, Rama Bima menatap Sitha yang duduk di sisi Bu Galuh dan Indi. Ada senyuman yang tersirat di wajah Rama Bima. "Hari ini akhirnya tiba. Hari yang bahagia untuk anak kami, Sitha. Seorang pria dan keluarganya sudah datang ke rumah dan memberikan itikad baik untuk langkah lebih dekat dengan pernikahan. Mas Danu, Rama nanti titipkan Sitha kepada Mas Danu. Saling menjaga diri, tahan sampai janur kuning melengkung. Pertunangan memang lebih serius dibandingkan hanya sekadar pacaran, tapi harus tetap menjaga. Bisa kan?"
Danu yang ditanyai kemudian menganggukkan kepalanya. "Saged, Rama." Dia memberikan jawaban bahwa dia bisa menjaga diri.
"Nah, sekarang Mas Danu dan Dek Sitha. Sini, kita akan menyematkan cincin pertunangan di jari manis kalian," kata Rama Bima.
Sitha didampingi oleh Bu Galuh, diapit oleh Rama dan Ibunya. Begitu pula dengan Danu yang diapit oleh Bapak dan Ibunya. Cincin emas dengan model yang sederhana, karena Sitha adalah gadis yang menyukai kesederhanaan.
Danu mengambil cincin itu terlebih dahulu, lalu menyematkannya ke jari manis Sitha. Disambut tepukan dan tawa bahagia dari keluarga yang hadir. Pun dengan Sitha yang tersenyum, kedua matanya berkaca-kaca ketika Danu berhasil menyematkan cincin pertunangan di jari manisnya.
"Sekarang, gilirannya Mbak Sitha."
Sitha kemudian mengambil cincin dan mulai menyematkan di jari manis Danu. Pria itu tersenyum, akhirnya pertunangan itu berhasil digelar. Bahkan untuk sesaat Danu menggenggam tangan Sitha. Sembari juru kamera mengabadikan momen pertunangan itu.
Setelah tukar cincin, acara dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan malam bersama. Bapak Sutjipta berbicara kepada Rama Bima.
"Terima kasih sudah diterima dan dijamu dengan baik," katanya.
"Sama-sama. Saya bahagia, Sitha menemukan sosok pria yang baik, pilihannya sendiri."
Rama Bima benar-benar belajar dari masa lalu, dulu sempat dia hendak menjodohkan putranya dengan putri kawannya yang sama-sama dari golongan ningrat. Dari kalangan yang sama. Akan tetapi, putranya yang bernama Satria menolak dan lebih memilih menikahi gadis pilihan hatinya sendiri. Bertahun-tahun berlalu, Satria dan Indi sudah dikarunia dengan dua pasang anak kembar sehingga Rama Bima memiliki empat orang cucu. Oleh karena itu, Rama Bima tidak cawe-cawe. Dia hanya berpesan supaya Sitha bisa menemukan pria yang baik, berakhlak mulia, taat menjalankan agamanya, dan mau bekerja keras. Tidak menyertakan harus dari kalangan ningrat dan sebagainya.
"Pernikahannya akan kita langsungkan kapan, Pak Bima?" tanya Pak Sutjipta.
"Monggo, kami kapan pun siap. Tentunya perlu persiapan dan pendaftaran ke Kantor Urusan Agama untuk mendaftarkan pernikahan. Semua hari baik bagi kami."
Apabila dahulunya orang Jawa ketika hendak punya gawe atau memiliki hajat akan mencari hari dan pasaran yang baik, Rama Bima sekarang lebih terbuka. Semua hari baik adanya. Semua hari sudah Allah berkahi.
"Jika tiga bulan lagi bagaimana?" tanya Pak Sutjipta.
Rama Bima mengangguk setuju. "Baiklah, tiga bulan adalah waktu yang cukup untuk mempersiapkan pernikahan Sitha dan Mas Danu nanti."
Pertunangan sudah diselenggarakan. Dalam kurun waktu tiga bulan ke depan Sitha dan Danu juga akan menikah. Akankah terjadi hal-hal yang sekiranya bisa mengguncang pernikahan keduanya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
LANY SUSANA
la aku br tau ni ada novel baru bgt baca dah 80 bab sj ni
2024-04-18
2
𝒮🍄⃞⃟Mѕυzу᭄
...
2024-04-12
1
LISA
Aq mampir Kak..aq jg baru tau nih ada novel baru..ini lanjutannya ceritanya Indi & Satria y..
2024-04-12
1