NovelToon NovelToon
Rawon Kesukaan Mas Kai

Rawon Kesukaan Mas Kai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Beda Usia / Keluarga / Karir / Cinta Murni / Angst
Popularitas:947
Nilai: 5
Nama Author: Bastiankers

Shana dan Kaivan, pasutri yang baru saja menikah lima bulan lalu. Sikap Kaivan yang terlalu perfeksionis kadang menyulitkan Shana yang serba nanti-nanti. Perbedaan sikap keduanya kadang menimbulkan konflik. Shana kadang berpikir untuk mengakhiri semuanya. Permasalahan di pekerjaan Kaivan, membuatnya selalu pulang di rumah dengan amarah, meluapkan segalanya pada Shana. Meski begitu, Kaivan sangat mencintai Shana, dia tidak akan membiarkan Shana pergi dari hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bastiankers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 18

Pagi itu Kaivan baru saja menyelesaikan beberapa berkas yang sempat tertunda. Seharusnya dia bisa saja lembur agar pekerjaannya tidak menumpuk, tapi mendengar pesan indung yang terus mengatakan kepadanya, “Jangan sering-sering pulang larut malam atau begadang. Mungkin sekarang belum kamu rasa, tapi saat tua kamu pasti kesulitan. Badanmu perlu istirahat yang cukup di malam hari.”

Meski terkadang Kaivan membawa pulang pekerjaannya sampai ke rumah. Tetap juga tidak kunjung selesai. Ya … begitulah Kaivan jika melihat Shana. Walaupun hanya gerak refleks ketika mengangkat tangan untuk mencepol rambut, tetap saja gerakannya tampak sensual. 

Sehingganya kerap kali pekerjaannya tidak pernah tuntas. 

Kaivan baru saja mendengar kabar dari Melda bahwa meeting akan dilakukan pada satu jam lagi. Jadi, Kaivan hanya menyiapkan beberapa file dan berkas yang dibutuhkan atasannya untuk meeting sebentar.

Derit pintu yang berbunyi bersamaan dengan suara ketukan high heels membuat wajah Kaivan mendongak. Fokusnya harus terbagi dengan kedatangan seseorang yang ingin dia hindari. Kaivan mengalihkan tatap, kembali dia menunduk memperhatikan beberapa berkas yang dibutuhkan. Namun, seolah tahu ada yang ingin dibicarakan oleh gadis itu, jadi, “Ada apa, Raisa?”

“Mas. Apakah masalah ini penting buat kamu?”

“Hm?” Dengan kening mengernyit, Kaivan mulai menatap Raisa. Wajah gadis itu selalu tersenyum. Tersenyum yang penuh kengerian di wajah polosnya.

“Istri—”

Tok! Tok!

Pandangan keduanya mengarah pada daun pintu yang mulai terbuka. Seorang wanita seksi yang terkenal di kantor mereka. Siapa lagi kalau bukan … Maya.

Tersenyum manis saat membuat keduanya sama-sama terkejut. Ketukan high heels-nya yang berwarna marun mulai terdengar mendekat. Lipstik menyala dengan makeup simpel dan rambut yang baru saja diwarnai coklat tua itu … terlihat lebih sempurna. Penampilannya jauh lebih menarik daripada kemarin-kemarin.

Sehingga membuat rahang seseorang mengeras dengan tatapan bagai anak panah yang siap menghujam jantung Maya. Namun, Maya tidak memperdulikannya. Dia langsung menghadap Kaivan. Menunduk hingga lekukan baju yang dadanya rendah itu, menampilkan keindahan tubuhnya di sana.

Kedua sikunya menopang di atas meja. Memberikan laporan dengan gaya begitu? Membuat Raisa muak. 

Kali ini Kaivan bersyukur dengan kedatangan Maya. Ataukah … seharusnya Kaivan harus berterima kasih? Oh, tentu saja tidak. Karena spesies sejenis Maya ini kalau dibaikin jadinya ngelunjak.

Jadi, Kaivan hanya memberikan senyum tipisnya sembari mengambil laporan itu. “Wah, cepat sekali laporannya selesai.” Bukan pujian.

“Sure …,”jawab Maya. “Apa, sih, yang nggak buat kamu? Mau di dalam baju pun aku mau.” Tuh, kan. Maya itu kalau diberi kebaikan sedikit saja pasti ngelunjak. 

Kaivan berdehem sebentar, dia sempat melirik Raisa yang memalingkan wajah. Sebelum akhirnya terkekeh geli. Puas sekali melihat reaksi Raisa.

Pandangan Maya  teralihkan pada Raisa yang masih membuang muka. Keningnya mengernyit heran dengan keberadaan Raisa. Maksudnya, kenapa gadis berkacamata minus itu tidak enyah saja dari ruangan ini? Kenapa dia rela menjadi obat nyamuk?

“Sa…?”panggil Maya, dan gerakan cepat yang diberikan Raisa membuat Maya tersenyum tipis. “Kamu itu minus berapa, sih?” Baru saja Raisa membuka mulut, “Kamu nggak lihat aku lagi ngobrol sama Mas Kaivan?” Lihat? Kalimatnya begitu penuh tersirat. Dia mengusir Raisa.

“Oh … ta—”

“Maya, kayaknya laporan kamu salah, deh. Ini nama penanggung jawabnya bukan Pak Reyhan lagi. Sudah diganti sama Pak Gio,”ucap Kaivan sambil menyerahkan laporan Maya tadi.

Dan berujung Maya yang kesal harus membuat laporan itu lagi. Setelah kepergian Maya, Raisa berdehem sebentar. Tatapnya kembali pada Kaivan yang tak kunjung balas menatapnya. “Mas, aku mau ngomong.”

“Ngomong aja. Aku belum tuli.”

“Istri kamu minta ketemuan sama aku.”

Ucapan Raisa barusan membuat wajah Kaivan mendongak. Keningnya mengernyit dengan kepala meneleng. “Kamu yakin?”

Raisa mengangguk, “Iya. Sepertinya dia mencurigai hubungan kita.”

Kaivan menggeleng cepat, wajahnya tampak tidak bersahabat, “Jangan katakan hal-hal bodoh yang ada di kepalamu. Jangan menyakiti istriku.”

Raisa berdecak, “Tapi, peduli apa aku sama istrimu? Bukankah kamu juga mencintaiku?” Tatapan mereka bertemu. Tatapan sengit.

“Raisa, tolong, jangan katakan apapun. Karena bagaimanapun aku sangat mencintai dia. Tidak ada yang boleh menyakitinya,”balas Kaivan penuh penekanan. Telunjuknya sempat mengacung tanda omongannya tidak main-main.

“Saat jam makan siang, di cafe sebelah kantor.” Setelah mengucapkannya, Raisa bergerak pergi meninggalkan Kaivan. Dia tahu Kaivan akan datang kesana tepat waktu. Dan dia akan melakukan aksinya. Dia akan senang sekali bermain-main dengan istri Kaivan.

...***...

Pak Gio yang sekarang menjabat sebagai atasan Kaivan—karena Pak Reyhan telah resign. Baru saja hendak mengajak Kaivan untuk makan siang di sebuah restoran. Namun, karena suatu hal—omongan Raisa—Kaivan menolaknya. Untuk pertama kalinya. Dalam sebuah sejarah, Kaivan menolak sebuah ajakan makan siang demi omong kosong Raisa.

Saat Kaivan baru saja membereskan mejanya, dia hendak merogoh ponsel dan menghubungi Shana. Namun, urung karena dia baru saja melihat Raisa berjalan melewati ruangannya. Dinding kaca itu memperlihatkan bahwa Raisa telah selesai berdandan. Dia terlihat ingin menemui seseorang.

Lama Kaivan memperhatikan sampai sosok Raisa tidak nampak lagi. Kaivan meregangkan otot lehernya yang kaku. Sesaat menengadah ke atas sambil merenungi ucapan Raisa. 

Ketukan di pintu kaca milik Kaivan terdengar. Dengan wajah lelah, Kaivan melihat ke sana. Melda, masuk membawa beberapa laporan. “Pak, sebentar sekitar jam tiga ada janji temu dengan klien.”

Kaivan mengangguk lemah. 

“Baik, Pak. Itu saja.” Tubuh Melda pun berbalik dan beranjak pergi. Sedangkan, Kaivan masih menopang dagunya di atas tumpuan tangannya sendiri.

Apakah dia harus menemuinya? 

Bukan, ini bukan perkara pekerjaan. Namun, tetap saja ada kaitannya dengan karirnya saat ini. Jadi, tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di cafe sebelah kantor.

Kaivan belum memasuki pelataran cafe. Dia masih menimbang-nimbang apakah harus masuk atau tidak? Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana katunnya. Hanya memandang lurus ke arah jalanan. Pikirannya amburadul. Padahal perutnya lapar. Bisa saja Kaivan tidak peduli dan masuk ke cafe lalu memesan makanan. 

Namun, ada satu hal yang mengganjal. Yang tentu saja sebenarnya sudah ditebak olehnya. Yaitu, Shana yang mengetahui kedekatannya dengan Raisa.

Jadi, setelah menghembuskan nafas berkali-kali, Kaivan memutuskan masuk ke dalam pelataran cafe. 

Baru saja kakinya memijak bagian kafe, namun sudah melihat keberadaan Shana. Di hadapan Shana ada Raisa yang tengah menatap kemejanya yang terkena minuman. Kejadiannya begitu cepat. Kaivan tidak bisa melindungi tubuh Shana ketika Raisa menumpahkan gelas kopinya di midi dress milik Shana.

Beberapa pengunjung mulai histeris menonton pertunjukan itu. Sampai Kaivan harus membelah kerumunan sebelum keadaan semakin kacau. 

Kaivan tiba. Saat tangan Shana memegang piring berisi pasta yang masih utuh. Hendak melemparkan isinya pada Raisa. Namun, hal itu bisa dicegah. Kaivan segera memegang tangan Shana. Posisinya seperti memeluk dari belakang, hingga Shana harus mendongak untuk melihat siapakah yang memegang tangannya.

“Kamu ngapain, sih? Malu tau, nggak?” Sebenarnya Kaivan tidak ingin menghardik Shana, apalagi di depan Raisa. Namun, dia benar-benar sudah tidak habis pikir dengan kelakuan Shana. Di depan umum seperti ini, menjadi tontonan orang banyak. “Ayo, pulang.” Kaivan langsung menarik tangan Shana setelah meletakkan piring dan beberapa lembar uang di atas meja. 

Keduanya berjalan membelah kerumunan. Kaivan seharusnya berbalik dan memeluk Shana. Harusnya. Namun, lagi-lagi, hal itu tidak mungkin dia lakukan. Terkecuali mereka sudah sampai di dalam mobil. Tanpa dia sadari, setetes embun telah jatuh membasahi pelupuk mata wanitanya.

1
kanaikocho
Alur yang brilian
Bastiankers
terima kasih sudah berkunjung
Kiran Kiran
Wow, aku gak bisa berhenti baca sampai akhir !
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!