Ketika semua hanya bisa di selesai dengan uang. Yang membuat ia melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan uang, juga termasuk menju*l tubuhnya sendiri.
Tidak mudah menjadi seorang ibu tunggal. di tengah kerasnya sebuah kehidupan yang semakin padat akan ekonomi yang semakin meningkat.
Ketika terkuaknya kebenaran jati diri putrinya. apakah semua akan baik-baik saja? atau mungkin akan bertambah buruk?
Ikuti kisahnya dalam. Ranjang Penyelesaian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bunda Qamariah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6_Ranjang Penyelesaian
"Kapan kau pulang?" Jelas terdengar nada Lusia tidak menyenangi kehadiran Aulia.
"Kemarin." Singkat.
Dave semakin yakin ia pernah bertemu adik tiri Lusia mendengar suara Aulia sangat familiar.
"Mana anak haram mu?" Senyuman bernada sinis Lusia menandakan hubungan bersama adik tirinya tidak baik.
Kali kedua Dave terkesiap mendengar wanita di hadapannya sudah punya anak. Dave pikir wanita itu gadis belum menikah. Dari wajah serta postur tubuh langsing anggun, siapa mengira Aulia seorang ibu tunggal.
"K---"
"Aku pulang." Malas mendengar ucapan kasar setiap kali Lusia berkata. Aulia pamit pulang.
Lusia tahu Aulia sengaja menghindar.
"Papa mu belum pulang. Tunggu sebentar lagi, pasti dia di perjalanan sudah dekat," ucap Lena menahan Aulia.
Kedatangan Aulia sengaja di pinta papa yang ingin membahas sesuatu katanya.
"Suruh papa ke rumah. Aku ingin segera beristirahat." Tetap ingin pergi.
"Begitu tidak pentingnya keluarga ini di mata mu, Aulia? Menunggu papa sekejap saja kau sudah jenuh," suara papa terdengar berjalan lewat pintu utama.
"Terserah Anda saja mau bilang apa." Aulia terlihat tidak peduli.
Papa Badas belum menyadari keberadaan Dave bersama putri istrinya.
Plak!
Tamparan bergema di tengah ruangan menempel di pipi mulus Aulia.
"Hanya ini tujuan, Anda?" Tersenyum miris.
Bukannya takut, tamparan papa justru tidak berpengaruh pada Aulia.
"Anak tidak tahu di untung! Pulang-pulang bawa anak haram yang cacat! Sekarang tidak punya etika bicara sama orang tua yang membesarkan mu!" Darah Badas mendidih kalau sudah berhadapan dengan putri kandungnya sendiri.
Aulia mengukir senyuman gambaran betapa sakitnya jadi dia.
"Aku sebagai anak sungguh berterima kasih sudah di besar kan dengan kasih sayang kalian. Kasih sayang sempurna tidak bisa aku balas. Kalau begitu, aku pulang dulu." Aulia tidak peduli segera melangkah pergi supaya bisa menjauh dari orang-orang paling dia benci.
"Aku mau kau menikah, Aulia! Mau atau tidak kau! Kau harus setuju!"
Langkah kakinya berhenti. Kembali tersenyum mendengar alasan sebab ia di undang datang ke rumah..
"Menikah? Apa dia orang kaya? Sekaya kakak ipar?" Menunjuk ke arah Dave.
"Kau!" Badas memegang jantungnya sesak melihat putrinya seperti tidak menganggap dirinya ayah lagi.
"Jangan kurang ajar kamu, Aulia! Dasar kamu j*lang kecil tidak tahu malu! Berani-beraninya kamu bilang seperti itu di hadapan semua orang! Apa kamu tidak malu!" Lena tidak bisa membendung marah mengahadapi anak tirinya.
Aulia melangkah sedikit mendekat. "Bagaimana kalau yang jadi suami aku kakak ipar saja? Aku bisa kok berbagi suami. Kan kak Lusia juga tidak keberatan suaminya jajan di luar," ucapan Aulia berhasil memancing emosi Lusia.
Lusia mengatup gigi. Dari sorot mata tergambar kalau dia sedang emosi berat.
Mungkin kalau dia tidak lagi berperang lumpuh depan Dave. Sudah pasti dia berdiri menjambak rambut Aulia habis-habisan.
Tapi itu tidak mungkin. Kebohongannya selama ini akan menyeruak kalau sampai dia melakukan itu.
"Mau atau tidak mau! Kau harus menikah dengan laki-laki itu! Aku tidak peduli dengan pendapat mu. Aku hanya ingin kau menikah supaya nama baik ku bisa bersih seperti dulu, sebelum kau bawa pulang anak haram itu!" Badas tidak peduli dengan perasaan putrinya.
Aulia membalik badan berusaha tidak ada yang mengetahui bagaimana terluka dan berdarah perasaannya oleh perbuatan laki-laki bergelar ayah dalam kehidupannya.
"Aku akan menikah kalau dengan suami kak Lusia." Ucap Aulia enteng sengaja memanas-manasi Lusia.
"Dave akan menikahi mu. Sesuai keinginan mu."
Suara Rosalina terdengar nyaring dari arah luar. Rosalina ternyata dari tadi ada di luar mendengar perdebatan yang terjadi antara ayah dan anak.
Deg!
Aulia kaget. Bukan itu maksudnya, menikah dengan Dave tidak berada dalam catatan perancangan awal mula kedatangannya ke kota.
Tapi kedatangannya ke kota kali ini. Ia ingin membalas serta menghukum orang-orang yang terlibat dengan kematian ibu kandungnya.
Dada Lusia memburu mendengar keputusan sepihak yang di ambil oleh Rosalina, tanpa bertanya apa dia mau dimadu atau tidak.
"Tidak, ma. Aku tidak pernah mengizinkan suamiku menikah lagi. Itu tidak akan terjadi!" Tolak Lusia menggeleng keras.
Dave masih bungkam seperti tidak tertarik merespon pembahasan orang-orang dalam ruangan itu yang menjurus kepadanya.
Dave lebih intens memerhatikan setiap gerak-gerik Aulia yang menarik perhatiannya.
"Saya hanya bercanda. Saya tidak tertarik pada putra, Anda." Aulia segera ingin mengakhiri percakapan konyol yang sengaja dia lontarkan hanya untuk memanas-manasi Lusia.
Tapi bukan benar-benar mau menikah dengan Dave.
Rosalina berbisik sesuatu di telinga Aulia. Berhasil mengubah raut wajah wanita itu yang tadinya tenang tidak terusik, berubah 180 derajat.
Usai ia berbisik. Rosalina tersenyum kemenangan.
"Dave, benarkan kau mau menikahi Aulia? Aulia juga mau jadi istri kamu kok," tanya Rosalina tersenyum mengambang.
"Tidak." Tolak Dave hendak beranjak pergi mulai muak menonton drama tidak menarik di depannya.
"Kalau kamu tidak mau, mama nggak maksa. Tapi jangan salahkan mama, kalau kamu mama coret dari kartu keluarga. Tidak akan memberimu sepeserpun harta gono-gini. Apa kamu mau bagitu?" Raut wajah Rosalina tersenyum tapi dengan kata-kata mengancam putranya.
"Terserah mama saja." Dave tidak peduli.
"Tidak! Tidak bisa seperti itu! Kau tidak bisa memaksa putra mu melakukan kehendak mu! Apalagi sampai mencoretnya dari kartu keluarga! Dave punya hak penuh atas semua harta kekayaan itu!" Pekik Lusia.
Dave kaget menatap istrinya mendengar ucapan Lusia seolah yang wanita itu ingin kan darinya hanya harta semata tidak benar-benar mencintainya sepenuh hati.
"Calm down. Jangan buka topeng mu di depan putra ku. Kau bisa ketahuan kalau yang kau ingin cuma harta, bukan benar-benar bertahan demi cinta mu untuk Dave." Sindir Rosalina tersenyum puas melihat wajah pias menantunya.
Dave tampak kecewa, terlihat begitu jelas Lusia takut hidup miskin bersama Dave yang setelah memperjuangkannya selama ini meski tanpa restu dari mama Rosalina.
"M-Mas, bukan begitu maksud aku..." Lusia gelagapan terbata-bata.
Rosalina tersenyum puas melihat Dave kecewa menganggap Lusia tidak pernah mencintainya. Hanya menginginkan harta.
**
Aulia berlari cepat menuju rumah, ingin melihat apakah putrinya baik-baik saja.
Bisikan Rosalina tadi semasa Aulia masih berada di rumah keluarganya saat dia berdiri di ambang pintu. Ternyata wanita paruh baya itu mengancam kalau Rosalina sudah menahan putrinya.
Itulah alasan kenapa wajahnya tadi tiba-tiba berubah.
Brak!
"Asya!"
Betapa kagetnya seorang ibu yang sangat mencintai putrinya. Melihat gadis kecil itu tergeletak di bawah kursi roda tidak sadarkan diri.
"Asya, bangun, sayang. Bangun!" berusaha menepuk pipi chubby Asya.
Tapi gadis kecil itu masih tidak sadarkan diri. takut kehilangan putrinya, Aulia ingin segera melarikan Asya ke rumah sakit.
Ia menggendong Asya berlari keluar dari rumah. Air mata jatuh bercucuran tidak ingin kehilangan Asya yang sudah menemaninya saat-saat berada dalam kesulitan.
Ujian kembali menerpa, ketika tak ada satu mobil pun yang mau berhenti menolong Aulia untuk mengantar putrinya ke RS.
Ya Allah... Kenapa kau tidak memberiku sedikit saja ruang untuk tenang. Batinnya.
Kelelahan dan kesedihan menjadi teman baik Aulia semenjak sang ibu menikah.
"Kau butuh tumpangan?"