Gus Shabir merasa sangat bahagia saat ayah Anin datang dengan ajakan ta'aruf sebab dia dan Anin sudah sama-sama saling menyukai dalam diam. Sebagai tradisi keluarga di mana keluarga mempelai tidak boleh bertemu, Gus Shabir harus menerima saat mempelai wanita yang dimaksud bukanlah Anin, melainkan Hana yang merupakan adik dari ayah Anin.
Anin sendiri tidak bisa berbuat banyak saat ia melihat pria yang dia cintai kini mengucap akad dengan wanita lain. Dia merasa terluka, tetapi berusaha menutupi semuanya dalam diam.
Merasa bahwa Gus Shabir dan Anin berbeda, Hana akhirnya mengetahui bahwa Gus Shabir dan Anin saling mencintai.
Lantas siapakah yang akan mengalah nanti, sedangkan keduanya adalah wanita dengan akhlak dan sikap yang baik?
"Aku ikhlaskan Gus Shabir menjadi suamimu. Akan kuminta kepada Allah agar menutup perasaanku padanya."~ Anin
"Seberapa kuat aku berdoa kepada langit untuk melunakkan hati suamiku ... jika bukan doaku yang menjadi pemenangnya, aku bisa apa, Anin?"~Hana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh
Ghibran yang sedang liburan, menghabiskan waktunya dengan membantu Aisha membersihkan taman rumah mereka. Sejak ditinggal anak-anaknya, Aisha mengisi waktu luangnya dengan menanam bunga.
Saat keduanya sedang asyik berkebun, mereka dikejutkan dengan kedatangan tamu yang tak terduga. Gus Shabir menghampiri keduanya.
"Assalamualaikum, Bang. Kak Aisha," salam Gus Shabir.
"Waalaikumsalam," jawab Ghibran dan Aisha serempak.
Ghibran dan Aisha langsungnya berdiri, menghentikan kegiatan mereka. Aisha lalu mempersilakan suami adik iparnya itu masuk. Dia langsung menuju dapur untuk membuat minum. Tak beberapa lama, Aisha kembali dengan dua gelas teh hangat dan sepiring kue.
"Silakan di minum!" ucap Aisha.
Aisha lalu duduk di samping suaminya, Ghibran. Tampaknya mereka berdua masih penasaran dengan kedatangan Gus Shabir.
"Apa aku boleh tahu maksud kedatanganmu!" tanya Ghibran langsung tanpa basa basi. Dia memang tipe yang bicara spontan.
Gus Shabir menarik malas dalam. Dia nggak tahu harus bicara dari mana untuk memulai percakapan. Kembali adik ipar Ghibran itu manarik napas, sebelum akhirnya bicara.
"Bang, adapun maksud kedatanganku ke sini, untuk menjemput Hana. Aku minta maaf karena membuat Hana harus pergi dari rumah. Tapi aku yakinkan Abang, jika aku tak pernah mengharapkan Anin lagi. Aku telah ikhlas melepaskannya. Aku tak tahu bagaimana lagi meyakinkan Hana jika aku telah menerima dia sebagai istri sah ku. Tidak ada yang lain," kata Gus Shabir dengan suara pelan.
Gus Shabir telah siap jika Ghibran memarahinya. Dia siap melakukan apa saja asal Hana kembali ke rumah, itu yang dia katakan pada diri sendiri.
Ghibran dan Aisha saling pandang setelah mendengar ucapan Gus Shabir. Mereka tak tahu harus menjawab apa karena Hana tidak ada di rumah ini.
"Tapi Hana tak ada di sini? Memangnya sejak kapan dia pergi dari rumah? Apakah kalian bertengkar?" Ghibran memberikan banyak pertanyaan.
Aisha menggenggam tangan suaminya. Dan mengusapnya. Semua dia lakukan agar Ghibran lebih bisa menjaga emosinya. Dia tak ingin hal buruk terjadi.
"Jadi Hana tak ada di sini? Kemana dia perginya?" tanya Gus Shabir.
Pertanyaan yang Gus Shabir lontarkan tenyata mampu membuat Ghibran tersulut emosinya. Dia langsung bersuara cukup keras
"Jika kamu sebagai suami saja tak tahu kemana istrimu pergi, bagaimana dengan kami? Apa sebenarnya yang mau lakukan dengan adikku? Bukankah kau tahu jika saat ini Hana sedang hamil?" Ghibran bertanya dengan suara lantang.
Gus Shabir tampak sedikit ketakutan. Dia benar-benar tak tahu kemana istrinya pergi. Ponselnya dari kemarin tak dihidupkan.
"Aku sendiri tak tahu kenapa Hana tiba-tiba pergi dari rumah. Dia hanya cemburu buta. Menganggap aku masih menginginkan Anin jadi istriku," ucap Gus Shabir.
Gus Shabir mengatakan semuanya. Tentang kecemburuan Hana pada Anin dan semua yang dia katakan saat mau pergi dari rumah.
"Gus Shabir, ini pandanganku sebagai seorang wanita, bukan kakak iparnya Hana. Seorang wanita itu memiliki rasa cemburu lebih besar. Seharusnya, jika kamu tahu Hana pencemburu, kamu jauhi hal yang memicu cemburunya itu."
"Sebagai Abangnya dan wali nikahnya aku ingin bertanya padamu, apa kamu benar-benar telah berusaha menerima adikku dan melakukan kewajibanmu sebagai seorang suami?" tanya Ghibran.
"Aku telah melakukan kewajibanku, Bang. Aku yakin Hana cemburu saat aku bertegur sapa dengan Anin. Padahal aku menegur sebagai saudara. Bang, setahun ini aku telah berusaha menerima Hana. Secara perlahan, aku sudah bisa melupakan cintaku pada Anin. Namun, di saat semua mulai membaik, Hana masih tak terima. Apakah aku harus menjauhi Abang dan keluarga? Apakah harus memutuskan silaturahmi? Jika aku mengejar Anin, dan kembali menyatakan cintaku, itu jelas salah. Padahal selama ini aku tak pernah berhubungan dengannya!" balas Gus Shabir.
Ghibran dan Aisha saling pandang. Dalam hati keduanya memang ada rasa kecewa dengan Hana. Hanya karena takut dan cemburu dia sampai memutuskan silaturahmi. Padahal semua bisa di atur jika dibicarakan dengan kekeluargaan. Bukan mengambil keputusan sendiri. Mungkin semua ini karena usianya yang masih muda. Masih mengutamakan ego dan emosi.
"Jika memang semua karena rasa cemburu yang membuat Hana marah, aku hanya bisa mengatakan padamu, cobalah yakinkan Hana jika kamu memang mencintainya dan tak ada wanita lain dihatinya. Semua ini hanya kalian berdua yang tahu dan merasakan. Jadi semua bisa selesai dengan bicara berdua. Sebagai Abangnya, aku mendukung apa pun keputusan terbaik yang kalian ambil. Dalam rumah tangga, adanya orang ketiga, walaupun itu Abang, bisa membuat masalah makin runyam. Selesaikan berdua. Jika masalah KDRT, aku baru harus ikut campur," jawab Ghibran.
Saat ketiganya sedang berbincang, seseorang mengetuk pintu. Aisha berdiri dan melihat siapa tamunya. Wanita itu terkejut saat tahu Hana yang berdiri di balik pintu.
"Hana ...." Hanya itu kata yang keluar dari mulut Aisha.
Hana langsung memeluk tubuh kakak iparnya itu. Rasa bersalah membuat Hana menangis dalam pelukan wanita yang telah membesarkan dirinya itu.
"Maafkan aku, Kak. Maaf karena selama ini tak pernah memberi kabar," ucap Hana terbata karena menahan tangisnya.
"Jangan menangis. Tak ada yang perlu dimaafkan. Sekarang kamu masuk dulu," ajak Aisha.
Hana dan Aisha berjalan masuk ke rumah. Kemarin Hana menginap di hotel karena tak ingin mengganggu dengan kedatangannya yang tengah malam.
Mulai hari ini, Hana berencana tinggal di rumah Ghibran hingga waktu yang belum bisa ditentukan. Dia tadi melihat mobil suaminya. Ingin berbalik lagi, taksi yang ditumpangi telah pergi.
Hana menatap suaminya saat mereka telah berada di ruang keluarga. Ghibran dan Gus Shabir terkejut melihat Hana yang datang.
"Duduklah, kakak buatkan teh hangat dulu," ucap Aisha dengan lembut, seperti seorang ibu bicara dengan anaknya.
Hana memilih duduk di samping abangnya. Tanpa di duga dia langsung memeluk Ghibran dan kembali tangisnya pecah dalam dekapan hangat sang abang.
Kemana pun kau melangkah. Sejauh apapun kau pergi. Pada akhirnya kau akan kembali pulang. Keluarga lah tempat kamu kembali.
Ghibran mengusap punggung Hana agar adiknya itu bisa tenang. Sekian lama memeluk sang abang, akhirnya dia melepaskannya.
"Maafkan aku, Bang," ucap Hana terbata.
"Tak ada yang perlu dimaafkan. Semua pernah melakukan kesilapan." Ghibran menghapus air mata adiknya.
Aisha telah kembali dan memberikan teh hangat itu untuk Hana. Matanya terlihat sembab, mungkin karena menangis semalaman.
Aisha memandangi suaminya, memberi kode agar meninggalkan Hana dan Gus Shabir berdua. Membiarkan keduanya menyelesaikan masalah mereka.
"Hana, Gus Shabir. Kami rasa kalian perlu bicara berdua. Kami pamit dulu," ucap Aisha.
Wanita itu menarik tangan suaminya Ghibran, berjalan meninggalkan kedua orang itu.
...----------------...
jadikan itu menjadi dewasa,bijak dan sabar serta luas memaafkan,jgn lebai,egois dan kekanak kanakn
jdi ingat alm papamu saat menikahkanku, alm nangis terus😭😭