Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30 Bisa Minta Apa Saja
"Nih minum dulu susunya," perintah Candra.
Rania menerima segelas susu itu tidak lupa mengucapkan terima kasih. Hampir setiap hari di jam tertentu Candra selalu mengingatkannya makan dan minum susu Ibu hamil. Pria itu benar-benar menjaganya dan bayinya dengan baik, membuat Rania lebih nyaman.
"Kamu sudah betah belum di sini?" tanya Candra.
"Lumayan, tapi aku cuma perlu biasain diri dengan lingkungan baru ini."
"Tenang saja di sini, jangan terlalu memikirkan banyak hal yang membuat kamu stress. Kalau semisal kamu butuh sesuatu, bilang aku aja."
"Iya Mas."
"Besok kan cek up, nanti sekalian belanja kebutuhan kamu ya?"
"Emangnya apa? "
"Baju, make up sama barang lain mungkin?"
"Gak perlu kayanya Mas, aku masih punya banyak kok."
"Kamu ini masih sungkan ya, padahal kalau kamu minta apa saja pasti aku usahakan kasih."
"Soalnya aku gak bisa kalau belanja banyak itu, apalagi barang yang gak terlalu perlu. Kalau pengen pasti banyak, tapi selalu mikir-mikir lagi."
"Kenapa?"
"Ya karena dulu kan aku gak punya uang."
"Tapi kan sekarang ada aku yang bayarin, suami kamu pengusaha loh," ucap Candra terkesan sombong namun lucu.
Rania tersenyum, "Iya Mas, makasih ya."
"Kamu beda banget sama Livia."
"Maksudnya?"
"Dia itu hobinya shopping, beli barang-barang branded dan jalan-jalan."
"Mungkin karena Kak Livia kan model, jadi banyak keperluannya juga. Dia juga pasti harus jaga penampilan, apalagi di luar banyak yang kenal dia."
Candra pikir Rania akan merendah, tapi ternyata perempuan itu membela Livia. Memang sih Rania ini bukan tipe orang yang suka menjelek-jelekkan, sepertinya hatinya terlalu bersih. Tatapan Candra tanpa sadar semakin lembut pada perempuan itu.
"Tapi kayanya kalau kamu kaya dia juga bakalan lebih cantik, aku bisa biayain."
"Mas malu ya kalau aku berpenampilan biasa gini?"
"Enggak kok, kamu pakai daster gini aja udah cantik. Cuman aku penasaran aja lihat kamu pakai baju-baju bagus dan dandan gitu, pasti makin cantik."
"Kan waktu nikah itu pernah dandan tebel."
Candra tertawa kecil mendengar itu, "Ya ampun, itu mah beda lagi dong Rania, kamu bisa aja ah."
Mungkin karena Rania dulu hidup di desa, dan selalu berpenampilan biasa. Untungnya lagi memang Rania sudah cantik, jadi tidak pakai make up dan pakai baju biasa pun tetap menarik. Hanya kan sekarang bukan di desa, jadi harus menjaga penampilan.
"Sudah malam, waktunya tidur," ucap Candra melihat ke arah jam dinding, "Mau aku temani?"
"Gak papa, aku sendiri aja," tolak Rania halus.
"Tapi kemarin aku tidur dengan Livia, mungkin hari ini dengan kamu."
"Kayanya Mas masih butuh banyak bicara dengan Kak Livia, aku gak papa kok." Rania akan merasa tidak enak jika Candra terlalu lama bersamanya. Kenapa Ia merasa begini ya? Padahalkan harus adil.
"Ya sudah kalau gitu, tapi nanti besok malam aku tidur di sini ya."
"Hm."
Sebelum keluar kamar, Candra sempat mengusap rambutnya. Setelahnya pergi. Rania langsung merebahkan tubuhnya di ranjang, tidak lupa mematikan lampu dan hanya menyalakan lampu tidur kecil saja. Tanpa waktu lama, perempuan itu dengan mudahnya terlelap tidur.
Besoknya seperti biasa Rania selalu bangun subuh, menemani mbok Nina di dapur. Sarapan bersama Candra, lalu setelahnya pria itu berangkat kerja. Tidak lupa Candra mengingatkannya nanti siang sudah bersiap untuk cek kandungan.
"Mbok tolong bawain air putih dong," teriak Livia.
Rania yang sedang di dapur mendengar itu, tapi sayangnya mbok Nina sedang ke belakang. Akhirnya Rania lah yang berinisiatif membawakan segelas air putih, lalu menghampiri Livia yang sedang memakai sepatu boots nya.
"Kenapa kamu yang ambilin?" tanya Livia bingung.
"Mbok Nina nya lagi ke belakang."
"Emangnya kamu gak tersinggung saya suruh-suruh begini?"
"Enggak kok, biasa aja."
"Oh iya lupa, kamu kan dulu mantan pesuruh ya, jadi udah biasa."
Rania berusaha tersenyum walau hatinya sedikit sakit, toh yang dibicarakan Livia memang benar dirinya dulu mantan pembantu. Rania tidak langsung pergi, Ia malah diam di sana memperhatikan Livia yang sedang minum.
"Kenapa?" tanya Livia.
"Kak Livia cantik banget, mau berangkat kerja ya?"
"Iya lah, saya kan orang sibuk," jawab Livia sedikit ketus.
"Apa jadi model itu susah? Maksudnya apa menyenangkan?"
"Kenapa? Kamu mau ngelamar jadi model juga?"
Livia lalu memperhatikan penampilan Rania. Memang memakai baju biasa, tanpa make up juga. Tetapi sialnya perempuan yang beberapa tahu lebih muda darinya itu tetap cantik dan segar. Apakah Rania suka melakukan perawatan seperti dirinya? Memangnya orang kampung juga tahu?
"Enggak kok, aku ngerasa kagum aja sama yang kerja di entertainment gitu. Apalagi seorang model, mereka cantik-cantik," ucap Rania jujur.
"Aku sudah lama jadi model, jadi cukup menikmati," ungkap Livia.
"Begitu ya, tapi Kak Livia ini memang cocok banget jadi model. Pas awal ketemu juga aku kira aktris hehe."
Hampir saja Livia ikut tersenyum, tapi langsung berdehem dengan kembali mendatarkan ekspresi wajahnya. Livia menggerutu di dalam hati, kenapa Ia malah mengobrol dengan Rania? Apalagi menanggapinya dari tadi.
"Ck kamu membuat saya terlambat saja."
"Ma-maaf."
"Ambil ini, saya harus berangkat sekarang."
Rania menerima gelas yang sudah kosong itu lalu memperhatikan Livia yang keluar rumah dengan senyuman tipis. Rania merasa senang pagi ini bisa mengobrol lumayan lama dengan Livia, perempuan itu pun sudah seperti tidak terlalu marah dengan kejadian kemarin. Apakah sudah memaafkannya? Semoga saja.
"Mas Candra bakal jemput jam sepuluh, masih ada waktu," gumam Rania melihat jam di dinding.
Di pukul setengah sepuluh nya Rania sudah bersiap-siap, nanti jika Candra datang Ia sudah selesai dan mereka tinggal berangkat. Kali ini Rania memakai dress warna navy pemberian Candra, rambutnya Ia sisir dan gerai dengan indahnya. Rania juga memakai sedikit make up supaya tidak terlalu pucat.
"Kamu sudah siap?" tanya Candra.
"Sudah Mas."
Candra memperhatikan penampilan Rania, "Nah kalau pakai baju gini kelihatan makin cantik," puji nya.
"Iya ini baju yang Mas beli waktu itu, jadi aku pakai karena gak punya dress begini."
"Iya nanti selesai cek kita ke Mall ya belanja buat kamu."
"Emangnya gak papa?"
"Semalam kan aku sudah bilang, jangan sungkan dan minta apa aja, pasti aku kasih kok."
Seharusnya Rania senang mendengar itu, karena pasti banyak perempuan lain yang ingin bisa belanja ini itu tanpa memikirkan harga. Tetapi Rania yang memangnya orang hemat, merasa tidak enak saja kalau belanja banyak. Nanti di sana Ia akan membeli yang dibutuhkan saja, tidak akan boros juga.
"Apa rumah sakitnya jauh?" tanya Rania.
"Gak terlalu, cuman setengah jam an lah kira-kira."
"Oh gitu ya."