Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Annelise memasuki kafe dalam keadaan raut wajah cemberut dan tidak bersemangat. Dia menghampiri meja yang sudah di tempati oleh Lucy dan bergabung di sana.
Lucy menatap heran sahabatnya yang tampak lesu dengan ekspresi penuh beban. Tidak biasanya Annelise seperti itu, kecuali saat masih sekolah.
"Sorry Lus, agak telat." Ucap Annelise setelah mendudukkan didi di depan Lucy.
"Kamu kenapa An.? Habis di semprot Bryan.?" Tebak Lucy.
Annelise sudah menceritakan pada Lucy kalau dia dipindahkan ke perusahaan Bryan dan menjadi sekretaris pribadinya. Hanya Lucy satu-satunya orang sekaligus sahabat yang bisa Annelise percaya, jadi tidak heran kalau Annelise membagi cerita tentang kehidupan pribadinya pada Lucy. Namun untuk perjanjian konyol dengan Bryan, Annelise belum berani bercerita pada Lucy.
Meski Lucy tidak akan menyudutkannya, Annelise merasa bahwa perjanjian konyol itu merupakan aib buruk yang harus di tutupi dari siapapun. Mungkin nanti kalau Bryan sudah sangat keterlaluan, Annelise akan berbagai cerita pada Lucy untuk meminta pendapatnya. Saat ini Annelise memilih menyimpannya sendiri.
"Dia suka seenaknya, aku seperti ditindas bekerja dengan Bos seperti itu." Keluh Annelise.
"Seenaknya bagaimana.?" Lucy menatap penasaran.
"Pesan makanan dulu, aku lapar." Ujar Annelise sembari mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan. Menghadapi Bryan cukup menguras tenaga hingga membuatnya kelaparan. Annelise tidak bisa membayangkan hidupnya akan sesulit ini selama 3 bulan ke depan.
...*****...
Di kediaman Flora, Jihan sedang bermain dengan cucunya. Wanita paruh baya itu tinggal menikmati masa tuanya dengan kehidupan yang nyaris sempurna. Anak-anaknya sudah besar, Flora bahkan sudah memiliki 2 orang anak dan rumah tangga Flora baik-baik saja. Kebahagiaan anak dan cucu-cucunya merupakan harapan Jihan sejak dulu.
Tapi terlepas dari kebahagiaan yang Jihan rasakan saat ini, dia masih menyimpan sedikit kekhawatiran untuk putranya. Jihan juga ingin melihat Bryan berkeluarga dan hidup bahagia bersama istri serta anak-anaknya. Namun keinginannya mungkin akan sulit terkabul, sebab Bryan sangat dingin pada wanita.
"Flo, kamu nggak punya temen perempuan yang seumuran sama Bryan.? Lebih muda dari Bryan juga boleh." Ujar Jihan pada putrinya.
Flora meletakkan ponselnya di atas meja, dia sejak tadi bertukar pesan dengan suaminya. Mumpung ada Mommynya yang sedang bermain dengan anak-anak, Flora memanfaatkan waktu mengirim pesan romantis pada Daniel dan sedikit menggoda suaminya itu, sampai-sampai Daniel. berencana pulang lebih awal. Begitulah rumah tangga Flora dan Daniel, manisnya seperti madu. Sudah punya 2 anak, tapi merasa masih ABG.
"Mommy mau jodohin Bryan.?" Tanya Flora.
"Mau bagaimana lagi. Adikmu bisa jadi bujang tua kalau Mommy nggak turun tangan." Jihan tampak pusing di buatnya.
Beberapa waktu lalu, Jihan sudah merasa lega ketika melihat Annelise. Kedatangan Annelise membuat Jihan semangat untuk mendekatkan keduanya, Namun akhir-akhir ini Jihan sadar kalau Bryan dan Annelise sama-sama tidak memiliki ketertarikan satu sama lain. Terlebih setelah mendapat laporan dari Felix yang di tugaskan untuk memantau keduanya. Rupanya interaksi Bryan dan Annelise selama berada di perusahaan sangat kaku dan formal. Jihan tidak melihat kedekatan khusus di antara keduanya.
"Annelise bagaimana.? Flo rasa, Annelise lebih cocok untuk Bryan. Dia seperti wanita baik-baik." Flora masih mempertimbangkan Annelise sebagai kandidat calon adik iparnya.
"Felix bilang, sikap Bryan pada Annelise sangat dingin dan ketus. Kamu yakin Bryan akan setuju kalau di jodohkan dengan Annelise.?" Tutur Jihan kemudian memijat pelipisnya. Dia tidak menyangka punya anak laki-laki akan sepusing ini memikirkan jodohnya.
Dulu dia sangat mengkhawatirkan Flora karna anak perempuan, khawatir Flora di manfaatkan oleh laki-laki di luar sana. Namun kekhawatiran itu hilang setelah Flora menjalin hubungan dengan Daniel. Sebab Jihan tau bagaimana Daniel menjaga Flora.
"Mommy tau sendiri Bryan punya gengsi setinggi langit. Siapa tau diam-diam dia menyukai Annelise." Flora tampak yakin dengan pendapatnya. Jika melihat kecantikan Annelise, kesopanan dan penampilannya yang sederhana, sulit di percaya kalau Bryan tidka memiliki ketertarikan pada Annelise. Bisa di bilang, Annelise adalah tipe ideal untuk di jadikan istri.
"Bagaimana kalau kita buat skenario penculikan Annelise.?" Usul Flora dengan ide gila.
Jihan sampai membulatkan mata mendengarnya.
"Jangan main-main dengan kata penculikan. Mommy nggak setuju." Tentang Jihan.
Flora berdecak kesal.
"Iish,, Mommy harus tau kalau cara ini sangat ampuh untuk melihat bagaimana perasaan Bryan pada Annelise."
"Kita suruh orang untuk pura-pura menculik Annelise, lalu beritahu Bryan kalau Annelise di culik. Kita lihat seperti apa reaksi Bryan. Kalau dia punya perasaan pada Annelise, Flo yakin Bryan akan langsung mencari sendiri keberadaan Annelise." Flora menjelaskan dengan detail dan antusias. Dia berharap Mommynya akan menyetujui ide tersebut.
Jihan tampak diam dan memikirkan baik-baik usul dari Flora.
"Mommy setuju kan.? Aku jamin ini aman." Flora benar-benar ingin memprovokasi Mommynya agar melakukan cara yang dia minta. Sebab hanya dengan cara itu Flora bisa mengetahui bagaimana perasaan Bryan pada Annelise.
...******...
Bryan meninggalkan ruang kerjanya tepat pukul 5 sore. Pria itu keluar dan melewati ruang kerja Annelise yang hanya berdinding kaca transparan. Di tempat duduknya, Annelise tampak sibuk berkutat di depan laptop.
Bryan mengerutkan kening, menatap heran sekretaris pribadinya yang belum beranjak dari ruang kerja. Harusnya Annelise juga pulang pukul 5.
Annelise menatap ke luar ruangan karna merasa ada yang memperhatikan dari luar. Benar saja, tatapan matanya seketika beradu pandang dengan Bosnya yang memiliki mata tajam. Buru-buru Annelise kembali menatap laptopnya dan pura-pura sibuk.
Bryan berdecak kesal lantaran Annelise bersikap acuh padanya. Seharusnya Annelise menyapanya dengan sopan, minimal mengangguk hormat saat melihatnya.
"Wanita itu minta di pecat.!" Bryan menggerutu sendiri, dia maju ke di dekat pintu ruangan Annelise dan mengetuknya dengan keras.
Tokk,, tokk,, tok,,!!
Annelise sedikit melonjak kaget, dia segera berdiri dari tempat duduknya untuk membukakan pintu. Sebab Bryan tidak akan masuk sebelum pintu di bukakan. Sikap Bosnya kelewat seperti Raja.
"Ya Pak, ada yang bisa saya bantu.?" Tanya Annelise sopan.
Bryan memicingkan matanya. Rupanya Annelise tidak merasa melakukan kesalahan.
"Apa yang kamu kerjakan.?!" Tegas Bryan. Alih-alih menegur Annelise, Bryan malah lebih penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Annelise.
"Lembur Pak, pekerjaan besok pagi akan saya selesaikan hari ini. Besok saya mau ambil cuti satu hari." Jelas Annelise.
Ekspresi wajah Bryan menjadi tidak bersahabat.
"Cuti tanpa minta ijin padaku lebih dulu.?! Siapa yang mengijinkan kamu cuti.!" Nada bicara Bryan meninggi.
Annelise menghela nafas, raut wajahnya terlihat sudah malas menanggapi Bryan.
"Besok adalah hari peringatan kematian kedua orang tua saya. Saya sudah bicara dengan Pak Felix dan di beri ini cuti. Maaf kalau saya tidak konfirmasi lagi dengan Pak Bryan. Kalau memang tidak boleh cuti, besok saya akan berangkat. Permisi," Annelise membungkuk hormat dan masuk ke dalam ruangannya. Dia bergegas membereskan meja kerjanya untuk pulang.
Di luar ruangan, Bryan masih berdiri dan memperhatikan Annelise yang buru-buru membereskan meja kerjanya. Raut wajah Annelise tampak menahan tangis.
Sampai Annelise selesai dan keluar dari ruangannya, Bryan masih berdiri di sana tanpa mengalihkan pandangannya pada Annelise.
"Mari Pak Bryan, saya duluan."
Annelise hampir beranjak dari sana, namun Bryan menahan pergelangan tangannya.
"Aku antar kamu pulang." Tegas Bryan kemudian menggandeng tangan Annelise memasuki lift khusus. Annelise tidak menolak, tapi dia diam saja karna perasaannya cukup hancur ketika mengingat kedua orang tuanya. Perasaan terpuruk itu kembali lagi.
wajar klo sll salah paham...