> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Silent Word: Bagian 1
Bagian 1: Prolog Sunyi Menuju Dunia Baru
Gelap. Sepenuhnya gelap.
Aku berdiri di sebuah ruang hampa, tidak ada cahaya, tidak ada suara, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan lain di sekitarku. Satu-satunya hal yang terasa nyata adalah diriku sendiri. Tubuhku, napasku yang perlahan, dan detak jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya.
“AniGate, apa ini?” tanyaku, mencoba memecah keheningan yang terasa menyesakkan.
Butuh beberapa detik sebelum sesuatu terjadi. Perlahan, ruang di sekelilingku mulai berubah. Garis-garis bercahaya biru kehijauan muncul, seperti pola jaringan elektronik yang membentuk dinding tak kasatmata. Cahaya itu mulai melingkar di bawah kakiku, menciptakan platform datar yang seakan melayang di tengah ketiadaan.
> “Selamat datang kembali, User Rei Jaavu.”
Suara AniGate terdengar, dingin dan monoton seperti biasa. Namun entah kenapa selalu berhasil membuatku merasa ingin memukul sesuatu.
“Aku di mana? Maksudku, apa ini… ruang tunggu lagi?” tanyaku. Ini sudah kedua kalinya aku berada di ruang kosong seperti ini, dan perasaan terisolasi ini sama sekali tidak menyenangkan.
> “Benar sekali, User. Ini adalah Ruang Hampa Transisi. Di sini Anda akan dipersiapkan untuk dunia berikutnya.”
Aku menghela napas panjang. “Jadi, ke dunia macam apa aku akan dikirim kali ini? Dunia isekai penuh monster lagi? Atau Jepang yang nyata? Bruh, aku berharap kau tidak mempermainkanku kali ini.”
> "Anda tampaknya masih belum memahami sistem ini dengan baik. AniGate tidak mempermainkan User. Semua dunia dirancang untuk mengoptimalkan perkembangan diri Anda.”
Aku menatap lurus ke dinding bercahaya yang mengelilingiku, mencoba menahan rasa frustrasi. “Optimalkan perkembangan diri, ya? Aku tidak yakin bertarung melawan beruang raksasa kemarin ada hubungannya dengan itu.”
> “Justru sebaliknya. Anda berhasil menunjukkan keberanian. Kali ini, tantangan Anda adalah…”
Suara AniGate tiba-tiba terputus, meninggalkan keheningan yang mencurigakan.
“...Apa? Tantanganku apa?” tanyaku, mulai merasa tidak nyaman.
Setelah beberapa detik, suara itu kembali, tetapi kali ini nadanya terdengar… terlalu tenang.
> “Tantangan Anda adalah dunia yang lebih dekat dengan harapan Anda. Sebuah dunia yang menuntut Anda untuk mengembangkan empati, rasa tanggung jawab, dan kemampuan sosial Anda.”
Aku memicingkan mata, mencoba mencerna kata-kata itu. Dunia yang lebih dekat dengan harapanku? Apa maksudnya?
“Jepang modern?” tanyaku penuh harap.
> “Bisa dibilang begitu.”
“Bisa dibilang? Maksudmu apa? Hei, jangan hanya menjawab setengah-setengah seperti itu!”
Tiba-tiba, cahaya biru di sekelilingku mulai berputar, menjadi semakin terang hingga mataku harus menyipit. Angin dingin bertiup dari arah yang entah di mana, membuat rambutku berkibar-kibar. Aku merasakan platform di bawahku mulai bergetar, seolah mempersiapkan sesuatu yang besar.
> “User Rei Jaavu, bersiaplah. Anda akan dipindahkan ke dunia berikutnya.”
“Hey, tunggu dulu! Kau belum memberitahuku—”
Sebelum aku bisa menyelesaikan kalimatku, semuanya tiba-tiba berubah. Platform di bawahku lenyap, dan aku terjatuh ke dalam kehampaan. Angin kencang menerpa wajahku, membawa rasa panik yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata.
“ANI-GAAAAAATE!!!”
...****************...
Aku membuka mataku perlahan. Langit-langit yang putih polos dengan lampu neon panjang menyambutku. Selama beberapa detik, aku mengira masih berada di dunia nyata, tapi suara bel yang nyaring dan obrolan para siswa yang gaduh segera menegaskan segalanya.
Aku bukan lagi Rei Jaavu si mahasiswa Indonesia yang bermimpi tinggal di Jepang. Sekarang aku… siswa SMA?
“Jadi begini rasanya berada di sekolah Jepang…” gumamku sambil memandang sekeliling. Aku duduk di salah satu bangku barisan belakang, jendela kelas terbuka lebar, dan angin musim semi yang lembut membawa aroma bunga sakura. Suasana kelas ini terasa seperti adegan yang sering kulihat di anime—sampai aku melihat diriku sendiri.
Aku melirik ke bawah. Seragam sekolahku rapi, tapi warnanya sedikit memudar seperti sudah dipakai bertahun-tahun. Tas sekolahku? Hanya sebuah ransel kecil yang sudah usang. Bahkan sepatu hitamku punya bekas lecet di beberapa bagian. Tubuh ini… tidak tampak seperti tubuh seorang karakter utama.
> “User Rei Jaavu, selamat datang di dunia baru.”
Aku tertegun. Suara itu, meskipun terdengar seperti nada robotik, sudah sangat akrab di telingaku. “AniGate… kau lagi?”
> “Tentu saja. Apakah ini bukan impianmu? Menjadi siswa di sekolah Jepang yang autentik?”
Aku mendesah panjang. “Tapi kau lupa menyebutkan satu hal: aku ini siswa yang paling tidak keren di sini!”
> “Sistem memilih posisi sosial Anda secara hati-hati agar sesuai dengan peran. Nikmati peran Anda sebagai tokoh latar, User.”
“Aku bukan latar! Aku manusia, tahu!” balasku setengah berbisik, berharap suara itu tidak terdengar oleh teman-teman sekelas.
Sayangnya, tidak ada yang peduli. Teman-teman sekelasku sama sekali tidak melirik ke arahku, seolah aku benar-benar transparan. Bahkan ketika seorang siswa cowok tinggi berjalan melewatiku dan hampir menjatuhkan tasku, dia tidak repot-repot minta maaf.
“…Ya, aku benar-benar latar,” gumamku lemas.
Aku menghela napas panjang dan memandang ke arah papan tulis. Guru bahasa Jepang sedang menuliskan sesuatu tentang struktur kalimat, tapi aku tidak memperhatikan. Pikiranku sibuk memikirkan bagaimana aku bisa keluar dari dunia ini.
Tapi sebelum aku bisa melanjutkan keluhanku pada AniGate, suara langkah kecil menarik perhatianku. Pintu kelas terbuka, dan seorang gadis berambut hitam panjang masuk dengan ragu-ragu. Sejenak, dia berdiri mematung di depan kelas dalam diam. Menunggu instruksi, dan hal itu malah menjadikannya pusat perhatian di dalam kelas.
“Perkenalkan, ini Shizuru Aiko, murid baru kita,” kata guru itu. “Dia akan bergabung dengan kelas kita mulai hari ini. Tolong sambut dia dengan baik.”
Aiko berdiri di depan kelas, sedikit menunduk dengan senyum canggung. Ada sesuatu yang sangat lembut darinya, sesuatu yang membuatku langsung ingin tahu lebih banyak. Tapi saat dia mulai memperkenalkan diri dengan bahasa isyarat, suasana kelas berubah aneh.
“Apa dia nggak bisa bicara?” bisik seseorang di depanku.
“Dia tunarungu, bodoh,” jawab temannya sambil tertawa kecil.
Hatiku mencelos. Ini… ini nggak seperti adegan manis di anime. Ini… nyata.
Aiko akhirnya duduk di bangku dekat depan kelas, tapi aku bisa melihat ekspresi canggungnya yang jelas. Sebagian besar siswa tidak repot-repot menyapa atau mendekatinya. Sebaliknya, bisik-bisik mulai terdengar di seluruh ruangan.
“Dia nggak bakal ngerti kalau kita ngomong,” kata seorang cowok dengan nada mengejek.
“Kita taruh kapur di mejanya aja, yuk, biar seru,” celetuk cewek lain.
Aku mengepalkan tanganku. Dalam hati, aku tahu aku harus melakukan sesuatu. Tapi tubuh ini… karakter ini… bahkan tak punya keberanian untuk melawan. Aku hanya bisa duduk diam, memandang Aiko dari jauh dengan perasaan bersalah yang tak tertahankan.
> “User, tampaknya Anda mulai memahami peran Anda di dunia ini.”
Suara AniGate muncul lagi, kali ini dengan nada yang terdengar puas.
“AniGate, kau sengaja melakukan ini, ya?” tanyaku kesal.
> “Sengaja? Tentu saja. Dunia ini dirancang untuk menguji rasa empati dan kemampuan Anda untuk membantu orang lain. Nikmati pengalaman Anda.”
Aku hampir berteriak, tapi suara guru yang menyuruh kami memperhatikan kembali membawaku ke realita. Aku hanya bisa memandang Aiko, yang sedang mencoba membuka buku catatannya dengan tangan yang sedikit gemetar.
“Shizuru Aiko…” gumamku. “Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi aku harus membantumu.”
aku mampir ya 😁