Jian Chen melarikan diri setelah dikepung dan dikejar oleh organisasi misterius selama berhari-hari. Meski selamat namun terdapat luka dalam yang membuatnya tidak bisa hidup lebih lama lagi.
Didetik ia akan menghembuskan nafasnya, kalung kristal yang dipakainya bersinar lalu masuk kedalam tubuhnya. Jian Chen meninggal tetapi ia kembali ke masa lalu saat dia berusia 12 tahun.
Klan Jian yang sudah dibantai bersama keluarganya kini masih utuh, Jian Chen bertekad untuk menyelamatkan klannya dan memberantas organisasi yang telah membuat tewas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secrednaomi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 16 — Sebuah Perasaan
Perjamuan dengan makan-makan itu begitu hangat, setelah selesai Jian Chen memilih untuk keluar dan duduk di beranda rumahnya, meninggalkan Jian Ya yang tengah berbincang dengan orang tuanya.
Jian Chen mengelus perutnya yang kenyang, sudah lama sekali ia tidak makan sebanyak ini. Menu masakan ibunya yang memasak udang dan ikan begitu sulit untuk berhenti mengunyah.
Pandangan Jian Chen berpindah ke arah langit malam, rembulan terlihat begitu cerah dengan bintang yang menemani. Jian Chen memejamkan matanya, ketenangan dan kedamaian dirasakan ini berharap bisa bertahan lebih lama.
“Hm? Chen’er kau suka memandang rembulan?”
Jian Chen membuka mata saat menyadari ada seseorang yang sudah duduk disampingnya, wajahnya seketika berubah dan segera memberi hormat.
“Ketua…”
“Tidak perlu seformal itu, kau bisa panggil aku kakak Chan’er, usiaku tidak setua itu dengan usiamu…” Jian Ya tertawa kecil.
Usia Jian Ya adalah 19 tahun, dia tetaplah seorang gadis muda pada umumnya jika gelar Ketua Klan tidak disematkan padanya. Rasa hormat yang ia terima dari penduduk membuat orang lupa betapa mudanya umurnya.
Jian Chen tersenyum canggung, sebutan Kakak bagi Jian Chen saja sudah aneh.
Jika dibanding dengan Jian Ya, umur Jian Chen saat mati dikehidupan sebelumnya berusia 29 tahun, ditambah ia beringkarnasi 2 tahun lalu seharusnya usia dia 31 tahun. Bahkan seharusnya Jian Ya lah yang menyebutnya Kakak atau senior.
“Bagaimana, bukankah kau senang minggu depan ke Akademi, Chen’er? Kau disana akan banyak hal baru yang dipelajari dibanding tinggal di Klan?” Jian Ya membuka obrolan dengan sedikit basa-basi.
Jian Chen mengangguk. “Itu adalah impianku, begitu juga dengan harapan orang tuaku agar aku bisa belajar disana.”
Senyuman yang terpasang pada Jian Ya segera luntur mendengarnya, dia teringat pada dirinya diusia yang sama juga pernah berkata demikian.
“Impian dan harapan, ya…”
Jian Ya bergumam pelan sambil memandang ke langit tetapi Jian Chen tetap mendengarnya. saat Jian Chen menoleh padanya dia menemukan tatapan gadis itu terlihat begitu sedih.
‘Sepertinya perkataanku mengingatkan dia pada satu hal…” Jian Chen memutar otaknya agar mendapatkan topik lain.
“Ketua, aku sedikit penasaran saat Ketua menggunakan ilmu tendangan yang tadi digunakan. Apakah ketua bisa mengajarkanku?” Jian Chen berpura-pura memasang wajah penasaran layaknya anak seusia 12 tahun.
Pandangan Jian Ya teralihkan lalu tersadar atas lamunannya. Ia segera memasang senyum, senyum yang begitu manis hingga membuat Jian Chen salah tingkah.
“Kau ingin belajar tendangan Teratai Salju?” Tebak Jian Ya.
Jian Chen mengangguk cepat, berpura-pura antusias.
“Hm… Baiklah, ini pertama kali ada yang memintaku untuk mengajar, semoga kau bisa memahaminya.” Jian Ya kemudian melangkah dan berdiri dihadapan Jian Chen, memasang kuda-kudanya. “Perhatikan!”
Jian Ya kemudian menunjukan beberapa gerakan berirama menggunakan kakinya, tubuh Jian Ya bergerak agak lambat agar Jian Chen bisa memahaminya.
Meski pandangan Jian Chen terarah pada Jian Ya sebenarnya pikirannya tengah tidak berada disana. Jian Chen sedang melihat kemampuan gadis didepannya itu.
‘Walaupun Ketua Ya bukanlah pengguna tangan kosong sepertiku, tapi dia bisa memahami sampai sejauh ini...’ Jian Chen berdecak kagum dalam hati.
Menurut ayahnya, Jian Ya adalah pendekar berpedang yang bahkan lebih ahli dari Jian Wu sekalipun. Yang membuat Jian Chen kagum adalah dia memiliki pemahaman soal beladiri tangan kosong sampai ditingkat tertentu.
Biasanya seorang pendekar kebanyakan fokus pada apa yang mereka kuasai, seperti ahli pedang yang akan fokus melatih teknik pedangnya atau ahli panah yang akan fokus melatih sasaranya.
Melihat Jian Ya memiliki 2 kemampuan sekaligus menandakan bahwa dirinya seorang berbakat. Tidak heran kalau Jian Ya sudah di ranah kultivasi Alam Kehidupan Tahap 4 diusia yang begitu muda.
“Chen’er bagaimana, kau bisa memahami jurusnya?” Jian Ya sudah mengulang jurus 3 kali agar Jian Chen bisa hafal.
Jian Chen mengangguk. “Aku sudah memahaminya…”
“Oh, ya? Coba kau praktekan.”
Jian Ya berpikir Jian Chen hanya membual tetapi kenyataanya saat Jian Chen mencobanya langsung membuat mata Jian Ya terbuka lebar bahkan sampai mulutnya.
Dirinya masih ingat ketika belajar tendangan itu pertama kali hampir 3 hari hingga menguasainya dan kalau itu orang lain mungkin membutuhkan waktu sampai berbulan-bulan tetapi anak didepannya ini langsung bisa secara sempurna.
Jian Ya kemudian dihadapkan dengan kenyataan kalau Jian Chen ini memang mempunyai bakat mengerikan dikaca Pembaca Jiwa, namun tetap saja melihatnya secara langsung mempunyai kesan yang berbeda.
Diwaktu yang sama, biarpun Jian Chen baru balajar ilmu tendangan Teratai Salju pertama kalinya ia tidak sulit untuk menguasainya.
Ini disebabkan karena Jian Chen memiliki pemahan yang tinggi tentang jurus tendangan atau pukulan. Meniru dalam sekali lihat bukanlah hal yang mustahil bagi Jian Chen sekarang.
‘Hm… Teknik ini tidak terlalu buruk sayangnya banyak kelemahan dari beberapa titik.’
Jian Chen menolak untuk mengingat belajar jurus ini karena baginya menguasainya juga tidak bermamfaat sama sekali.
Suara tepuk tangan terdengar setelah Jian Chen selesai menggunakan jurusnya, dia melihat Jian Ya terkagum-kagum memandangnya.
“Benar-benar berbakat, Kakak yakin sekali bahwa di Akademi sekalipun tidak ada yang sepertimu, Chen’er.” Jian Ya memuji dengan tulus.
Jian Chen tersenyum canggung, dia tidak merasa pujian itu untuknya karena jika bukan karena dia seorang yang kembali dari masa depan, mungkin Jian Chen adalah anak biasa yang bahkan memiliki bakat rendah.
“Aku hanya belajar lebih giat, Ketua..”
“Jangan merendah Chen’er, Kakak saja harus beberapa hari untuk menguasainya dan kau cuma 5 menit? Apalagi kalau ini bukan disebut bakat.”
Sembari berkata demikian Jian Ya mengelus pucuk rambut Jian Chen dengan lembut. Pipi Jian Chen menghangat atas tindakan Jian Ya yang begitu tiba-tiba.
Jian Chen tetaplah mental seorang pemuda 30-an meski tubuhnya seorang anak-anak, tidak berlebihan kalau dia bisa menyukai wanita seusia Jian Ya.
Jian Chen tidak punya perasaan apapun pada Jian Ya seperti rasa suka atau cinta tetapi bukan berarti ia tidak terpesona dengan kecantikan gadis itu.
Mungkin cinta pertama itu nyata bagi orang lain tetapi Jian Chen tidak demikian. Dia bisa menyukai gadis karena aspek lain meski kecantikan juga adalah hal yang sangat diperhitungkan.
Jian Ya yang baru menyadari pipi Jian Chen memerah segera menarik tangannya, biasanya Jian Ya sudah biasa ada yang tertarik dengannya namun sekarang ada perasaan asing yang berdesir. Suasana Jian Ya dan Jian Chen berubah menjadi canggung.
‘Kenapa aku jadi gugup seperti ini dengan anak usia 14 tahun? Aku tidak mengerti…’
Suasana Canggung mereka untungnya berakhir ketika Jian Wu keluar. Jian Ya mengambil kesempatan ini untuk beralih berbincang dengan Jian Wu sebentar sebelum buru-buru berpamitan.
“Chen’er, ada apa dengan Ketua Ya?” Jian Wu bertanya saat Jian Ya sudah hilang.
“Aku tidak tahu, Ayah, tadi aku diajarkan disini olehnya dan berbincang sedikit.”
Jian Chen tidak mengerti maksud ayahnya, dilihatnya Jian Ya masih baik-baik saja, tidak ada yang salah dengan sikap dan tindakan gadis itu.