Ternyata Aku Istri Keduanya
"Ingat ya, mulai hari ini kamu akan menjadi pelayan di Villa ini. Nanti sore Tuan Candra akan datang, rumah ini harus sudah dalam keadaan bersih dan makan malam pun sudah siap."
Rania mengangguk mengerti mendengar perintah itu, "Baik Pak, akan saya laksanakan."
"Saya tahu kamu anak yang rajin, jadi saya percayakan semuanya pada kamu."
"Saya akan berusaha bekerja dengan baik di sini. Terima kasih ya Pak sudah menerima saya untuk kerja di sini."
"Sama-sama Rania, apalagi kamu bekerja juga untuk membantu Nenek kamu yang sedang sakit." Pria paruh baya itu melihat jam tangannya, "Saya pamit dulu, nanti sore akan datang lagi bersama Tuan Candra."
"Iya Pak Rudi, silahkan."
Selepas kepergian pria itu, Rania berbalik melihat Villa mewah di depannya. Dengan bersemangat Ia masuk sambil menenteng tas berisi beberapa bajunya. Dari luar saja sudah mewah, apalagi di dalam, tidak kalah mewah.
"Dari dulu pengen banget punya rumah bagus begini. Gak papa deh walau cuma kerja doang, tetep aja tinggal di sini hehe," ucapnya sambil terkekeh kecil.
Villa nya lumayan luas, Rania sampai berkeliling dahulu melihat-lihat. Untung saja Ia sendirian, jadi tidak akan terlalu memalukan karena dari tadi terus mengagumi. Rania lalu ke kamarnya yang ada di belakang, menyimpan barang-barangnya.
"Sekarang kita bersih-bersih dulu, takut keburu sore," gumamnya.
Rania mengganti bajunya dulu dengan yang lebih santai, Ia juga menggelung rambut panjangnya agar tidak mengganggu saat bekerja. Untung saja Villa nya tidak bertingkat, tapi tetap saja luas dan menguras tenaga. Karena ini hari pertamanya bekerja, jadi Rania sangat bersemangat.
"Huft akhirnya selesai juga," desahnya sambil menyeka keringat di kening.
Terhitung hampir dua jam lamanya Rania membersihkan Villa itu, sekarang sudah terlihat lebih bersih dan wangi. Rania memutuskan istirahat sejenak sebelum memasak. Ia masak beberapa hidangan terkenal karena spesial untuk Tuan rumah.
Ting nong!
Mendengar bel depan berbunyi, membuat Rania tersentak. Apa jangan-jangan itu Pak Rudi ya? Rania segera ke depan untuk membukanya. Tetapi Rania malah terdiam melihat tamunya ternyata seorang pria dewasa bertubuh tinggi dan sangat tampan.
"Kamu siapa? Kenapa ada di sini?" tanya pria itu dengan suara beratnya.
"Saya--"
Sebelum menjawab, Pak Rudi muncul dari belakang sambil membawa koper dan tas ransel, "Ah iya Tuan, saya hampir lupa. Dia Rania, pelayan di Villa ini," jelasnya.
Tuan? Rania langsung mengerti, Ia pun membungkuk sedikit memberi hormat lalu memperkenalkan diri. Tetapi Rania merasa bingung saat Tuannya itu malah memperhatikan dirinya dengan tatapan dalam, cukup membuatnya tidak nyaman.
"Ayo masuk dulu," ajak Candra pada semuanya.
Rania yang mendapat kode dari Rudi, segera ke dapur untuk membawa segelas air putih. Baru saja akan pergi, Candra memanggilnya dan malah memintanya duduk di sofa.
"Saya di bawah saja," tolak Rania halus.
"Tidak usah sungkan, ayo duduk di sofa saja."
"Terima kasih."
Rudi yang sudah menyimpan barang-barang Candra di kamarnya kembali. Pria paruh baya yang bertugas sebagai penjaga Villa itu sempat menanyakan kebutuhannya lagi, tapi Candra tolak dan beralasan Ia akan langsung istirahat.
"Kalau begitu saya permisi Tuan," pamit Rudi.
Selepas kepergian pria paruh baya itu, suasana di sana tiba-tiba menjadi canggung. Rania dari tadi memang menundukan kepala, tapi sesekali melirik Candra yang duduk di depannya. Ia gugup sekali, apa Tuannya itu akan menanyakan banyak hal padanya?
"Jadi nama kamu Rania, benar?" tanya Candra.
"Iya Tuan, Rania Ayunindya."
"Nama yang cantik, seperti orangnya."
Mendapat pujian itu, membuat Rania tersenyum tipis. Bukan bermaksud sombong, tapi Rania sudah biasa dipuji seperti itu oleh penduduk desa, apalagi dari para laki-laki seusianya. Walaupun begitu, Rania tidak sombong dan tetap rendah hati.
"Kamu memang orang asli dari sini?" tanya Candra lagi.
"Iya Tuan, saya lahir di desa ini."
"Terus rumah kamu dimana?"
"Lumayan jauh, tapi masih di desa ini sih."
"Tapi kamu tinggal di sini, kan?"
"Pak Rudi bilang selama saya bekerja di sini, saya diharuskan tidur di sini. Apalagi anda sedang di sini, takut ada sesuatu yang dibutuhkan."
Candra malah tersenyum kecil menyalah artikan kata akhir yang diucapkan perempuan itu. Matanya ini dari tadi tidak bisa lepas dari Rania, pelayan cantik di villa nya. Penjaga villa nya cukup pintar mencari pekerja.
"Kamu terlihat masih muda Rania, berapa umur kamu?"
"Sekarang umur saya dua puluh tiga tahun."
"Wah berarti beda tujuh tahun dengan saya."
Kedua mata Rania terbelak, "Maaf, itu berarti Anda.. Tiga puluh tahun?" tanyanya.
"Iya, saya sudah kepala tiga."
"Tapi anda terlihat masih muda, saya kira anda masih dua puluh tahunan."
"Hahaha terima kasih ya, itu pujian, kan?"
Mungkin karena memiliki wajah tampan dan bersih, jadi Candra terlihat lebih muda dari usianya. Apalagi orang kota katanya suka perawatan, Candra kan seorang pengusaha jadi banyak uang juga untuk melakukannya.
"Apa Tuan mau makan malam sekarang? Saya sudah masak."
"Oh kamu bisa masak juga?"
"Bisa Tuan."
"Wah sudah cantik, bisa masak juga. Paket komplit sekali ya kamu ini Rania."
"Ah tidak juga, tapi terima kasih pujiannya."
Candra lalu mengajaknya ke dapur, terlihat sudah ada banyak hidangan di atas meja makan. Rania menuangkan air di gelas dan membuka penutup makanannya.
"Silahkan dinikmati Tuan, semoga suka," ucap Rania.
"Terlihat enak, pasti saya suka."
"Kalau begitu, saya permisi."
"Mau kemana?" tanya Candra, "Di sini dulu, temani saya makan."
"Maaf?"
"Kamu juga pasti belum makan malam, kan?"
"Belum, tapi saya nanti saja. Tidak enak kalau makan bersama anda, tidak sopan."
"Kata siapa? Saya kok yang ngajak kamu duluan, ayo duduk."
Sebenarnya Rania ingin menolak, tapi kalau terus menolak juga takut menyinggung Candra dan dianggap tidak menghormati. Akhirnya Rania pun duduk berhadapan dengan Candra, terlihat pria itu yang tersenyum lebar melihat kepatuhannya.
"Jangan gugup begitu, santai saja," ucap Candra.
Bagaimana bisa santai jika Rania makan semeja dengan bosnya? Bukannya kalau pelayan tidak boleh, ya? Padahal mereka juga baru bertemu beberapa menit lalu, tapi kenapa sudah sedekat ini? Mungkin karena Candra yang terlihat banyak bicara, membuat suasana pun jadi tidak tegang.
"Biar saya yang bawakan." Candra berinisiatif karena perempuan itu terlihat kikuk.
"Tidak usah Tuan, saya sendiri saja."
"Tidak, kamu pasti malu-malu." Candra mengambil alih piringnya, "Kamu mau makan sama apa? Ayam atau ikan?"
"Em ikan saja."
"Sama kangkung dan sambal, kan? Terus apalagi?"
"Sudah Tuan, jangan terlalu banyak."
"Kamu harus makan banyak, pasti laper sudah beres-beres dan masak."
Sikap ramah Candra itu membuat Rania perlahan merasa nyaman dan tenang, sepertinya kedepannya mereka akan lebih akrab.
***
Jangan lupa mampir ke novel baru saya berjudul "Si Manja Milik Tuan Muda" Pastinya ceritanya gak kalah seru loh 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments