Sania, gadis cantik berumur 22 tahun dan baru lulus kuliah disebuah perguruan tinggi negeri jurusan pariwisata harus menjalani kehidupan yang sulit dan pahit
Hidupnya berubah seperti roda roller coaster, yang awalnya indah berubah menjadi neraka ketika dia bertemu dengan pria tampan bernama Alexander Louise.
Seorang CEO tampan yang terkenal dengan bad boy dan suka gonta ganti pacar
Akankah Sania dan Alex bisa bersatu melewati kejamnya rintangan yang menghalangi mereka??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zandzana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sania dan Deno
Deno mengulurkan tangan pada Sania dan disambut Sania tanpa ragu
Dan keduanya menyebutkan nama mereka
Dokter Anita segera mengajak Sania masuk dan menyuruhnya istirahat, sedangkan dia segera memanggil adiknya, Deno untuk diajak bicara serius
"Kapan kamu pulang?"
Deno menyeringai
"Mama sama papa tahu kamu ke rumah kakak?"
"Come on kak, adiknya baru sampai bukannya dipeluk karena kangen malah diinterogasi kaya gini"
Dokter Anita mendecak. Segera diambilnya hp dan menghubungi orang tuannya
"Ma, di rumahku ada Deno, mama tahu dia sudah pulang?"
Deno langsung memasang wajah tak suka pada dokter Anita karena mengadukan keberadaannya pada orang tua mereka
"Jadi mama nggak tahu jika dia sudah pulang?, iya baik besok aku suruh Deno pulang ke rumah kalau begitu"
Dokter Anita meletakkan hpnya lalu memandang tajam Deno
"Jadi kamu kabur dari tempat rehab?"
Kembali Deno menyeringai
"Aku sudah sembuh kak, makanya aku pergi dari sana"
"Sembuh apanya?, kamu itu pemakai akut, rehab untuk orang seperti kamu dibutuhkan waktu bertahun-tahun dek"
"Kakak kok percaya sih, serius aku sudah sembuh. Kakak dokter kan?, kakak bisa cek aku beneran sembuh apa nggak"
Dokter Anita menarik nafas panjang. Berdebat dengan adiknya tak akan ada habisnya, pasti semuanya akan berujung dengan keributan
"Kamu bisa masuk kesini lewat apa?, kan pagar rumah kakak dikunci?"
"Itu sih gampang, tinggal lompat aja"
Sekali lagi dokter Anita menggelengkan kepalanya mendengar penjelasan adiknya
"Besok kamu pulang ke rumah papa, kakak bukan nggak mau kamu disini, tapi kamu tahu sendiri kakak jarang ada di rumah"
Sekali lagi Deno mendecak kesal. Karena tak ingin mendengarkan kelanjutan ocehan kakaknya, dia segera beranjak hendak masuk ke kamar tamu
"Jangan kesana Den, di sana ada Sania"
Deno berhenti dan menoleh pada dokter Anita
"Lah terus aku dimana?"
"Kan ada satu kamar lagi yang kosong"
Deno menurut dan berputar pindah ke kamar belakang
Sania yang berada di dalam kamar memandang takjub pada hasil usg nya tadi siang
Sambil tersenyum dia mengelus perutnya. Dan tiba-tiba dia merasakan perutnya seperti bergerak
Mata Sania terbelalak kaget dan dia yakin jika itu tadi adalah tendangan dari bayi yang ada di dalam perutnya
"Ayo nak, gerak lagi" bisiknya takjub
Tak ada reaksi, perutnya tak bergerak lagi
Sania tetap tersenyum walau janinnya tak lagi bergerak
Dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya dia merebahkan tubuhnya dan mulai googling tahapan apa saja yang harus dilakukannya ketika memasuki trimester kedua
...----------------...
Milena yang telah berjanji pada Alexander akan membujuk tuan Jeremy mulai memasang wajah manis ketika berpapasan dengan tuan Jeremy
Tuan Jeremy yang masih kesal pada Milena hanya memandang sekilas dan terus berjalan kearah mobilnya
"Pa, Mil ikut papa ya?"
Tuan Jeremy tak menanggapi, dia masih saja meneruskan langkahnya. Tapi bukan Milena namanya jika tak bisa membujuk sang papa
Sebagai anak terakhir dan satu-satunya anak perempuan, tentu saja kemarahan tuan Jeremy tak bisa lama pada putrinya yang keras kepala
Tapi demi menjaga agar sang anak hati-hati dalam berteman dengan lawan jenis, tuan Jeremy memang sedikit keras
Tapi beliau tak tahu bagaimana pergaulan Milena pada Alexander, Milena rela melakukan apa saja demi orang yang dicintainya, bahkan dengan memberikan tubuhnya
"Pa, boleh ya?"
Tuan Jeremy berhenti, sebelum membuka pintu mobil dia menoleh pada Milena
"Mobil kamu sendiri kan ada?"
"Tapi Mil pengen ke kantor papa, bantuin papa"
Kening tuan Jeremy berkerut dan dia hanya mengangkat bahunya saja saat Milena telah lebih dulu membuka pintu mobil
Sepanjang jalan menuju kantor, Milena berceloteh banyak dengan harapan sang papa percaya jika dia tulus ingin membantunya
Sementara di rumah dokter Anita, Sania masih tampak berbaring, entah mengapa dia merasakan sangat malas untuk bangun
Suara ketukan di pintu dari dokter Anita hanya disahutinya dari dalam
"Aku di rumah saja dokter"
Dokter Anita menggigit bibirnya, dia khawatir jika hanya meninggalkan Sania dengan Deno di rumah
Dia faham betul bagaimana tabiat buruk sang adik
"Kamu yakin?"
"Iya dokter, badan saya rasanya kurang enak"
Dokter Anita jadi khawatir ketika Sania bilang jika dirinya tak enak badan
"Buka San, biar saya periksa dulu kamu"
Dengan malas Sania turun dari ranjang dan berjalan kearah pintu
Dokter Anita segera masuk dan memegang tangan Sania yang terasa biasa saja
"Saya lesu dokter, bawaan bayi kali ya?"
Dokter Anita tersenyum, secara ilmiah tidak ada itu bawaan bayi, tapi memang terkadang tubuh ibu hamil gampang kelelahan
"Kalau dirasa kamu nggak enak badan, ya sudah kamu istirahat saja, saya akan membuatkan susu untukmu"
Sania mengangguk dan kembali ke tempat tidur, dan kembali merebahkan tubuhnya
Tak lama dokter Anita masuk dengan membawa segelas susu dan juga roti
"Kamu minum dan makan dulu ini, saya mau berangkat ke rumah sakit. Jangan keluar dari rumah, ya?, takutnya nanti ada yang mencari kamu"
Sania mengangguk menuruti semua perkataan dokter Anita
Setelah memastikan jika keadaan Sania baik-baik saja, dokter Anita keluar dari kamar Sania dan berjalan ke kamar belakang, dimana Deno masih tampak pulas
Dengan mudah dokter Anita membuka pintu kamar, dan mendapati jika sang adik masih tampak nyenyak
Karena Deno masih tidur, dokter Sania segera berlalu dari kamar tersebut dan segera menuju garasi dimana suaminya, pak Danendra telah menunggu
"Sania kenapa?"
"Lesu katanya, jadi nggak ikut"
"Mama yakin meninggalkannya hanya berdua dengan Deno?"
Dokter Anita diam, sebenarnya dia tak yakin, tapi dia berpikir positif, mungkin adiknya telah berubah, tidak liar seperti dulu
Tiga puluh menit kemudian dokter Anita turun dari mobil, dan sang suami kembali melajukan mobilnya
Melihat sang kakak telah pergi dan rumah sepi, Deno yang sebenarnya telah terjaga segera keluar dari kamar dan berjalan kearah dapur
Membuka tudung saji yang hanya tersedia makanan sisa semalam dan membuka kulkas yang banyak sekali stok makanan
Gerakan tangan Deno terhenti ketika dia mendengar suara batuk dari arah depan
Dengan pelan Deno berjalan ke depan dan berhenti di depan kamar dimana suara batuk sangat jelas terdengar
Dengan pelan Deno mengetuk pintu, dan Sania yang terbatuk tak bisa menjawab
"Sania?, kamu di dalam?"
Sania menyadari jika itu suara Deno
"Iya...." hanya itu sahutan nya karena kembali dia terbatuk
Karena batuk Sania masih belum berhenti, Deno kembali ke dapur dan mengambilkan Sania air hangat
Kembali dia mengetuk pintu kamar Sania, dengan harapan jika gadis itu akan membuka pintu
"San, ini aku bawakan air"
Sania tanpa pikir panjang segera berdiri dan membuka pintu
Segera diambilnya gelas yang diulurkan Deno dan meminumnya dengan harapan batuknya mereda
Deno memperhatikan Sania dari atas hingga bawah, Sania yang saat itu menggunakan baju tidur model piyama tampak begitu menarik perhatiannya
"Sabar... belum saatnya" batinnya
"Kamu nggak papa kan San?"
Sania menggeleng, dan menampilkan senyum pada Deno.
"Hanya kita di rumah ini" lanjut Deno
Sania langsung tercekat mendengar Deno berkata seperti itu
"Jangan takut, aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu kok" sambung Deno sambil terkekeh yang membuat dada Sania menjadi lega
"Kalau kamu butuh apa-apa, aku ada di kamar belakang"
Sania mengangguk, dan kembali menutup pintu kamar. Dan Deno kembali kebelakang, berniat membuat makanan seadanya
Suara gaduh dari belakang, memaksa Sania yang masih lesu keluar dari kamar
Didapatinya meja kompor sudah berantakan dan bahkan beberapa bahan makanan berceceran di lantai
"Kamu sedang apa Den?"
Deni menoleh sebentar tapi kembali meneruskan mengaduk mangkok yang dipegangnya
Sania melongok kan wajah ke wajan di atas kompor.
"Sini, biar aku"
Tanpa menunggu dua kali, Sania mengambil alih mangkuk di tangan Deno dan mulai menggoreng udang yang sudah dibersihkan
"Kamu siapkan saja sayurannya, mau sayur apa, biar nanti aku yang masak"
Deno menurut dan mengambil sayuran di dalam kulkas, memotong sekehendak hatinya lalu mencucinya
Dokter Anita yang sejak tadi khawatir dengan keadaan Sania menjadi tak tenang, apalagi ketika dihubungi, Sania tak menjawab
"Semoga kamu baik-baik saja San"
Lalu dokter Sania berpindah menelpon Deno, sama. Deno juga tak menjawab panggilannya
Dokter Sania kian khawatir, dan segera menghubungi suaminya untuk memintanya melihat keadaan Sania
Tapi pak Danendra tak bisa pulang karena dia juga sedang bertugas
Satu jam kemudian, masakan telah tersaji di meja makan, dengan senyum mengembang dari keduanya mereka menikmati makan dengan lahap
Sepanjang makan, Deni terus mencuri pandang pada Sania yang duduk berseberangan darinya
semoga ajah happy ending