Rey Clifford, tuan muda yang terusir dari keluarganya terpaksa menjadi gelandangan hingga dipungut dan direkrut kedalam pasukan tentara. Siapa sangka bahwa di ketentaraan, nasibnya berubah drastis. dari yang tidak pandai menggunakan senjata, sampai menjadi dewa perang bintang lima termuda di negaranya. setelah peperangan usai, dia kembali dari perbatasan dan di sinilah kisahnya bermula.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edane Sintink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misteri lukisan
...Bab 34...
"Hmmm..," Rey bergumam sambil menghentakkan langkahnya.
Melihat Rey sepenuhnya sangat tertarik, John Larsson pun bersemangat. Kemudian, tanpa membuang waktu lagi, dia segera mengajak Rey dan keempat raja serigala untuk menuju ke sebuah ruangan yang terdapat di bawah tanah.
"Tuan. Saya akan mengatur ulang sistem keamanan pada pintu ruangan ini. Kelak, jika anda ingin menggunakan ruangan ini, anda bisa membuka pintu dengan menempelkan kedua telapak tangan anda," ujar John Larsson sambil membantu Rey untuk melakukan pengaturan ulang sistem keamanan.
Setelah selesai, barulah Rey dan yang lainnya menuruni tangga dan memasuki ruangan tersebut.
"Tuan, saya hanya bisa mengantar anda sampai di sini. Adapun sampai ke dalam, saya tidak pernah diizinkan untuk memasuki ruangan tersebut lebih jauh,"
Rey mengangguk. Kemudian dia sendirian memasuki ruangan itu. Karena, ketika John Larsson tidak berani memasuki ruangan tadi, empat raja serigala juga tidak berani memasuki ruangan itu. Kini, mereka berlima sama-sama menunggu Rey di pintu masuk.
Di depan pintu, tidak satupun yang bersuara. Apa lagi John Larsson. Dia terus tertunduk dan tidak berani bertanya. Karena wajah empat raja serigala yang kaku dan bengis membuat John Larsson sedikit merasa takut.
Di dalam ruangan, Rey merasakan hanya hangat yang nyaman membalut tubuhnya. Tidak seperti biasa, jika di ruangan bawah tanah, selain pengap, dan lembab, suasananya juga tidak terasa nyaman. Tapi di sini berbeda. Sepertinya, kaisar telah berpikir keras untuk membangun keseluruhan istana ini.
Rey melangkahkan kakinya perlahan seolah-olah tidak ingin melewatkan satu inci pun dari setiap apa yang ada di ruangan tersebut. Kini, matanya yang menyapu segala ruangan melihat sebuah lukisan yang sangat nyata. Lukisan tersebut menggambarkan seorang lelaki mengenakan armor perang seperti yang ada di di film-film kerajaan kuno. Tapi bukan itu yang menarik perhatian Rey. Melainkan, di tangan lelaki yang terdapat dalam lukisan tersebut, sedang menggenggam sebilah pedang yang tidak lain adalah pedang naga yang saat ini ada padanya. Bahkan, cincin berukir kepala naga juga berada di jari lelaki yang ada dalam lukisan itu.
"Eh.., ini kan...," Rey memperhatikan wajah lelaki yang ada dalam lukisan tersebut. Sangat mirip dengannya. Kemungkinan, jika Rey mengenakan armor perang, pasti akan sangat mirip dengan lelaki di dalam lukisan itu.
Rey segera membuang pikirannya. Kemudian, dia terus menelusuri tempat yang lainnya.
Ada sebuah rak terdapat di ruangan itu. Di atas rak tadi, terdapat patung naga yang terbuat dari giok bermutu tinggi. Selain itu, dia juga melihat beberapa kotak. Dan Setelah membuka penutup kotak tadi, dia melihat ada berbagai jenis obat herbal yang dilengkapi dengan catatan penjelasan tentang kegunaan herbal tersebut.
"Aneh. Untuk apa kaisar mengumpulkan obat di sini sedangkan dirinya sedang sakit. Lalu, apa gunanya semua ini. Toh tidak bisa membantu dirinya agar sembuh dari penyakit yang dia derita," membatin Rey dalam hati.
Rey menarik sebuah laci, dan menemukan kotak lainnya.
Ketika dia mengeluarkan kotak tadi, semburat warna keemasan sepintas terlihat sebelum meredup.
Dengan tangan bergetar menahan perasaan penasaran, Rey membuka penutup kotak tadi. Dan begitu kotak tadi di buka, tercium lah aroma obat yang sangat menyegarkan. Kemudian Rey melihat sebuah catatan yang terdapat pada kotak tersebut.
"Pil pondasi yang dapat membentuk tenaga dalam. Meminum pil ini, orang tersebut akan mendapatkan kemajuan dalam pengolahan tenaga dalam yang setara dengan latihan selama tiga puluh tahun," mulut Rey terus komat-kamit membaca penjelasan pada catatan tersebut.
Rey kembali pada lukisan tadi. Kemudian dengan hati2 dia meraba lukisan tersebut.
Saat tangannya menyentuh lukisan, tiba-tiba pedang yang ada di tangannya bergetar dan semburat sinar keemasan menyelimuti seluruh tubuhnya dimulai dari kepala, sampai ke kaki. Hanya saja, Rey tidak mengetahui akan hal itu.
Seketika, bola mata Rey berubah menjadi keputihan, kemudian dirinya seolah sedang dikirim ke tempat yang lain yang sama sekali dia tidak tau tempat apa itu. Didalam pikirannya, dia melihat sepasang yang sedang tegak berdiri di atas bukit bagaikan tonggak kokoh yang siap menantang badai. Di belakangnya berdiri jutaan prajurit memakai armor perang dan siap menunggu perintahnya.
"Penguasa, pasukan musuh semakin mendekat. Apakah kita akan melakukan penyergapan atau kita hanya akan menunggu mereka tiba dan berperang secara terbuka?" Tanya seorang lelaki tua dengan rambut putih panjang yang disanggul dengan rapi. Alisnya panjang juga sudah putih semua, begitu juga dengan kumis dan jenggotnya yang juga sudah memutih dan panjang.
Lelaki tua itu mengenakan pakaian hijau muda dengan jubah panjang sampai menyentuh tanah. Di tangannya terdapat sebatang tongkat yang terus memancarkan sinar kehijauan.
"Grand warden, bagi tiga pasukan kita. Sambut pasukan musuh dari tiga arah!" Perintah lelaki yang berdiri bagaikan tonggak tersebut.
"Hamba, Yang Mulia!"
Kemudian, laksana terbang, lelaki tua yang disebut Grand warden tadi meninggalkan lelaki yang mengenakan armor perang dengan sebilah pedang naga ditangannya untuk melaksanakan pesanannya.
Tak lama setelah itu, ratusan ribu prajurit tampak memisahkan diri mereka menjadi tiga bagian dengan sangat teratur dan segera bergerak dengan tertib meninggalkan pangkalan tadi menuju ke bagian sisi kiri dan kanan tebing lalu menghilang dari pandangan. Sedangkan pasukan yang ditengah-tengah, tetap berada di posisi mereka sebagai tembok terakhir bagi mencegah pasukan lawan untuk memasuki wilayah mereka.
"Hu.., ha.., hu.., ha.., hu.., ha.!"
Bagaikan luapan air bah, dari arah depan, lelaki berzirah perang itu melihat lautan manusia bagaikan banjir bandang terus mengarah ke arah dirinya yang berdiri.
Jumlah orang yang datang tadi sampai sikut untuk diperkirakan saking banyaknya.
"Penguasa, mereka telah tiba," entah kapan tepatnya, lelaki tua tadi sudah sampai di samping lelaki berzirah perang tadi, dan melaporkan tentang kedatangan pasukan musuh.
"Dengarkan perintahku! Segera sergap lawan dari dua arah!"
"Hamba, Tuan ku!" Kemudian lelaki itu kembali menghilang. Setelahnya...,
"Serbu...!"
"Seraaaang...!"
Dari atas kiri kanan tebing, ribuan batu-batu besar menggelinding kearah pasukan lawan kemudian menimpa mereka hingga banyak yang mati dan terluka. Hanya saja, karena pihak lawan terlalu ramai, itu seperti mengurangi seember air dari sebuah sumur. Hal ini membuat lelaki yang berdiri tadi mengernyit alisnya.
Yang mati, sudah tidak berkutik lagi. Akan tetapi, yang masih hidup seolah-olah tidak mengenal takut terus merengsek maju menabrak apa saja yang ada dihadapan mereka.
Tidak sampai setengah jam, pasukan tadi sudah tiba di kaki bukit tempat lelaki itu berdiri.
"Pasukan Utara, musuh ada di hadapan kalian, sedangkan kerajaan ada di belakang kalian. Hari ini, jika kalian tidak mampu membantai mereka, niscaya kakek, nenek, ayah, ibu, istri dan anak kalian akan dibantai oleh mereka. mereka, pasukan timur tidak akan menaruh sedikitpun rasa kasihan. Peperangan ini akan tertulis dalam sejarah. Jika kalian ingin menjadi bagian dari sejarah itu, maka mari bersamaku menghadapi musuh. Jika tidak, nama kalian akan tertulis sebagai pengecut dan suatu saat kelak, generasi seterusnya akan mengencingi nisan kalian. Tidak ada pilihan selain menyambut kedatangan musuh dengan pedang terhunus!"
"Berperang berdampingan dengan penguasa!"
"Berperang berdampingan dengan penguasa!"
"Berperang berdampingan dengan penguasa!" Jawab ribuan prajurit dibelakang lelaki itu.
Lelaki yang berdiri tadi segera mencabut pedang naga ditangannya, kemudian mengangkat bilahnya ke atas.
"Pasukan Utara! Serang!"
"Seraaaang..!"
Hancurkan pasukan musuh..!"
"Bunuh mereka semua..!"
Dari sisi kiri, kanan dan dari hadapan, tiga pasukan melakukan serangan terhadap pihak lawan yang membuat pertempuran akhirnya pecah juga.
Di kawasan lembah tersebut, bertemulah dua pasukan besar berjumlah jutaan manusia.
Tidak terhitung berapa ratus ribu yang menjadi korban dari ke-dua belah pihak. Sedangkan darah dari orang-orang yang menjadi korban terus mengalir membentuk aliran sungai kecil.
Kata-kata penyemangat diselingi dengan teriakan dari orang-orang yang meregang nyawa membuat suasana begitu mencekam, dan ditambah lagi bau amis darah yang memenuhi udara. Benar-benar pemandangan yang sangat mengerikan. Jangankan terlibat didalamnya, melihat kejadian saja sudah dapat merontokkan bulu roma.
Suara denting senjata terus bergema bagaikan alunan musik yang mengiringi teriakan nyanyian penyemangat.