seorang gadis yang tiba-tiba harus menjadi seorang ibu.
Terra Arimbi Hudoyo. Gadis usia 18 tahun ini harus berjuang menafkahi tiga adiknya. Darren Hudoyo 8 tahun, Lidiya Hudoyo 3 tahun dan Rion Hudoyo 8 bulan.
Ayah nya Ben Hudoyo menitipkan ketiga anak hasil hubungan gelap dengan sekretarisnya selama 9 tahun. Ben tengah menghadapi sakaratul mautnya. Sedang Frisha, sekertarisnya tewas di tempat kejadian. Sebuah kecelakaan tunggal menguak kebenaran. Ayah yang selama ini ia jadikan panutan, tak lebih dari seorang pengkhianat. Selama 9 tahun pria itu mengkhianati sebelum ibunya meninggal 4 tahun yang lalu.
Terra yakin ibunya menderita karena menutupi ulah ayahnya. Hingga sang ibu sakit dan akhirnya menyerah untuk melawan penyakit kronis yang menggerogotinya.
"Ma-maafkan Ayah, Nak!" suara parau sang ayah menyadarkan lamunannya.
"Mereka adik-adikmu. Jaga mereka segenap jiwamu," lanjutnya dengan suara merintih menahan sakit.
Menurut kabar. Ayah dan istri simpanannya itu usai berjalan-jalan dari sebuah karnaval besar yang diselenggarakan di sebuah kota. Mereka pulang dalam cuaca badai. Ban mobil slip dan pandangan kabur. Pengemudi tak bisa mengontrol laju kemudi, hingga menghantam bahu jalan dan tebing. Hanya ketiga anak itu yang selamat dan terlihat sedikit shock. Ketiga anak itu tengah tertidur ketika kejadian berlangsung. Maka pastinya tidak mengetahui kejadian sebenarnya.
Terra menatap ketiga anak kecil itu. Gadis itu tidak pernah diajarkan untuk membenci, walau hatinya ingin.
Darren menatap sosok perempuan di depannya. Matanya yang bulat jernih, hidung mancung, belahan di dagunya yang lebar. Melukiskan ketampanannya. Wajah Ben, sang ayah tercetak jelas di sana.
"Mama ...?" panggilannya parau.
Segelenyar rasa aneh mendesir di hati Terra. Ia mendekati pria kecil yang menatapnya nanar. Entah apa yang mendorongnya untuk memeluk pria kecil yang tubuhnya gemetar.
"Sayang ... sekarang, aku Mama mu," ujarnya menenangkan pria kecil itu.
Bagaimana kisahnya?
Sanggupkah Terra mengasuh adiknya? Sedangkan ia kini hidup sebatang kara. Semua harta peninggalan sang ayah disita habis oleh paman dan bibinya. Terra diusir dari rumahnya sendiri. Bersama ketiga adik yang kini menjadi anaknya. Secara tak langsung kehidupannya berubah 180°.
season 2 kehidupan terra setelah menikah dan anak-anak mulai besar. Ia berkumpul dengan keluarga yang berjumlah banyak.
season 3 kisah cinta Darren, Lidya dan Rion akan dituangkan. di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Setelah mendengar rincian kekayaan mendiang sang ayah membuat Terra takut. Sofyan sangat mengerti ketakutan Terra.
"Ayahku punya adik bernama Fatma dan suaminya Sugeng. Aku baru saja diusir dari rumah karena ia merasa berhak atas rumah itu," ujar Terra.
"Kita bisa menuntutnya. Dia bukan adik kandung Tuan Handoyo. Fatma Husada merupakan anak asuh dari mendiang Nenekmu," jelas Sofyan.
"Jangan khawatir. Saya akan membantumu," lanjutnya.
Terra hanya menghela napas panjang. Tiba-tiba Lidya datang.
"Mama, Dedek Lion pup!" Terra langsung bangun dari duduknya.
Gadis itu beranjak menuju kamar di mana Darren sedang berusaha membersihkan kotoran adiknya.
"Sini biar Mama saja," ujar Terra langsung mengambil pekerjaan Darren.
Selesai membersihkan Rion, gadis itu menggendong bayi itu dan membawanya keluar.
Tampak Lidya menemani Sofyan bercakap-cakap. Sofyan setengah mati menahan tawa mendengar celotehan Lidya.
"Ah ... maafkan, Tuan," ujar Terra duduk sambil memangku Rion.
Sofyan menatap salut gadis delapan belas tahun di hadapannya. Pria itu sangat yakin jika Terra sangat berat menanggung beban sebesar ini.
Namun melihat kasih sayang yang tulus terpancar dari raut wajah cantik itu. Sofyan meyakinkan jika Nyonya Aura mendidik Terra sangat baik.
******
Hari berlalu. Sofyan mengantar Terra ke rumah mendiang ayah dan ibu tirinya.
Darren mesti sekolah. Pria kecil itu sudah melewati hari yang sulit ketika kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan.
Ketika melihat rumah yang lumayan besar. Terra sedikit miris. Ada sebersit rasa benci yang timbul.
Namum, rasa benci itu sirna seketika ketika Lidya menggenggam tangannya.
Terra melihat dinding rumah. Sebuah bingkai besar berisikan foto keluarga. Tiba-tiba buliran bening mengalir dari sudut matanya.
Sofyan yang melihat itu, langsung mengelus bahu gadis itu. Terra hanya tersenyum.
Rion dalam gendongan bik Romlah. Wanita setengah baya itu ikut dengan majikannya.
"Oh ya. Masalah Bibimu, Fatma sudah Om tangani," ujar Sofyan kini ingin Terra memanggil dirinya om.
"Iya, Om. Bagaimana hasilnya?" tanya Terra sambil mempersilahkan Sofya untuk duduk.
Sofyan duduk di hadapan Terra. Bik Romlah membawa Rion dan Lidya langsung istirahat di kamarnya.
"Mereka sudah Om adukan ke pihak kepolisian atas pemalsuan dokumen," jelas Sofyan kemudian.
"Pemalsuan?" tanya Terra.
"Ya, mereka ingin menjual rumah itu dengan memalsukan sertifikatnya. Beruntung, si pembeli adalah teman Om yang mengetahui siapa pemilik rumah yang asli," jelas Sofyan panjang lebar.
Terra hanya menghela napas berat. Dari dulu, mendiang ibunya tak pernah akur dengan bibi Farida. Entah apa permasalahannya.
"Oya, apa kau akan melanjutkan studymu?" tanya Sofyan sambil menyeruput teh.
Sofyan mengernyit, rasanya beda dengan teh yang pertama ia rasakan. Bik Romlah tadi baru saja memberikannya.
"Iya, Om. Aku akan kuliah yang menunjang dengan perkembangan perusahaan Papa," ujar Terra kemudian menyeruput air teh hangat yang tadi diberikan oleh bik Romlah.
"Begini, Om punya rencana, itu pun jika kau setuju. Bagaimana jika untuk sementara, kau juga ikut bekerja sebagai wakil direktur sambil kuliah. Kebetulan putra Om juga bekerja di perusahaan milik Papamu. Dia juga assisten kepercayaan almarhum Pak Hudoyo," jelas Sofyan panjang lebar.
"Sepertinya itu tidak mengapa. Aku mau, Om!" seru Terra langsung menyetujui ide Sofyan.
"Baiklah. Nanti, Om beritahu dengan putra Om, agar mengajarimu," ujar Sofyan senang.
"Tapi, aku ingin semuanya dirahasiakan dulu, Om," ujar Terra tiba-tiba.
"Loh, kenapa?" tanya Sofyan, heran.
"Aku ingin semua tidak mengenaliku sebagai CEO mereka. Itu tujuannya, agar aku tahu, siapa yang benar-benar berkompeten dan mana yang hanya penjilat," jawab Terra yang langsung dimengerti Sofyan.
"Ide bagus. Selain Rommy, putraku. Tidak ada yang tahu, jika kau adalah CEO sebenarnya," ujar Sofyan.
Malam telah larut. Terra kini tengah berbaring di ranjang besar. Ia tidur bersama para bocah-bocah. sedang bik Romlah sudah tidur di kamarnya sendiri.
Terra menatap ketiga bocah yang telah terlelap. Sesekali diusapnya kening mereka satu persatu.
"Selamat tidur, Sayang. Besok kita akan mulai hidup yang baru. Doakan Mama agar kuat untuk menjalaninya," ujar Terra lirih.
Tak lama ia pun menutup mata dan mengarung mimpi.
bersambung.