Pertemuan tidak sengaja antara Claire dan Sean di sebuah hotel membuat mereka memiliki hubungan rumit. Pertemuan singkatnya dengan Claire meninggalkan kesan buruk di mata Sean.
Suatu hari mereka dipertemukan kembali dalam sebuah perjodohan. Sean harus menerima perjodohan yang diatur oleh kakeknya dengan gadis desa yang miskin tanpa bisa menolaknya. Tanpa Sean dan ibunya tahu bahwa sebenarnya Claire berasal dari keluarga konglomerat.
"Suatu hari nanti kau akan menyesal karena sudah memperlakukan aku seperti ini." -Claire
"Claire, sebentar lagi, Sean akan membuangmu." -Helena
"Kau adalah istriku, jangan pernah lupa itu." -Sean
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jiriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiba-tiba datang
"Claire, beraninya kau menghianatiku. Apa kau tidak tahu kalau aku ...."
Wajah Sean semakin dekat, Claire langsung menutup matanya. "Aku ...."
Setelah itu kata itu, tidak terdengar lagi suaranya. Tubuhnya sudah ambruk di atas Claire.
"Sean." Akhirnya Claire membuka matanya sambil memanggil namanya ketika merasakan Sean tidak bergerak lagi.
Beberapa kali dia memanggil, tetapi tidak ada respon apapun dari Sean. Karena merasa sesak, dengan susah payah, Claire menggulingkan tubuh suaminya ke samping kiri hingga tubuhnya terbebas dari Sean.
Claire bangun dari tidurnya lalu menoleh pada Sean dan melihat matanya sudah terpejam. "Claire, beraninya kau mengacaukan hidupku." Sean kembali meracau dengan mata tertutup.
"Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tiba mabuk?" Setelah Sean berhenti meracau, Claire memandang wajah Sean sejenak kemudian keluar dari kamarnya.
*******
Sean membuka matanya secara perlahan. Dia menyapu pandangannya ke seluruh ruangan, mencari tahu di mana dia berada sekarang. Setelah dia tahu kalau dia berada di kamar apartemennya, dia kemudian bangun dari tidurnya.
Baru saja dia duduk di tepi tempat tidur, pintu kamarnya sudah diketuk dari luar. "Kau sudah bangun?" Sean menoleh ke arah pintu yang baru saja terbuka.
Sean hanya melirik sekilas pada Claire, kemudian memijat bagian pelipisnya karena merasa pusing. "Aku membawakan sup untukmu. Makanlah. Ini akan meredakan mabukmu. Ada obat juga di situ."
Claire meletakkan nampan berisi mangkuk dan segelas air putih di atas nakas. "Kenapa aku bisa di sini?" Sean akhirnya membuka suara ketika melihat Claire akan meninggalkan kamarnya.
"Kenz yang membawamu ke sini," jawab Claire sambil menoleh pada Sean. "Kalau kau masih merasa pusing. Lebih baik istirahat di rumah. Jangan bekerja dulu."
Sean hanya diam. Dia berusaha untuk mengingat kejadian semalam, tetapi yang dia hanya ingat sedang minum bersama dengan Nicko. Selanjutnya, dia tidak ingat sama sekali.
"Sean, maaf aku tidak bisa menjagamu. Aku harus pergi."
Sean seketika mengangkat kepalanya dan bertanya pada Claire. "Kau mau ke mana?"
Claire berbalik menghadap Sean. "Aku ada wawancara kerja hari ini. Aku tidak bisa berdiam diri saja di sini tanpa bekerja."
Sean baru teringat kalau Claire akan wawancara di salah satu anak perusahaannya. "Pergilah."
"Aku akan langsung pulang setelah selesai. Kalau kau membutuhkan sesuatu, hubungi saja aku."
Karena Sean hanya diam, Claire akhirnya melangkah keluar. Setelah pintu tertutup, Sean meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. "Apa kau sudah membereskan masalah semalam?"
Setelah terdengar jawaban dari sebrang sana, Sean kembali berbicara. "Bagus. Pastikan tidak ada berita apapun mengenai kejadian semalam."
Orang dari sebrang kembali menjawab lalu Sean kembali berkata, "Dia sedang menuju ke sana. Pastikan dia menjadi sekretaris Valery dan bukan sekretaris Felix."
Setelah panggilan telpon berakhir, Sean berjalan ke arah kamar mandi. Meskipun dia masih merasa pusing, tapi dia tetap pergi bekerja.
*******
Selesai melakukan wawancara kerja, Claire langsung pulang ke apartemennya. Saat dia tiba di sana, Sean sudah tidak terlihat di kamarnya. Dia sebenarnya merasa cemas padanya karena tadi pagi dia terlihat sangat pucat, tapi dia tidak punya keberanian untuk menghubungi Sean lebih dulu.
Dia hanya takut mendapatkan sikap sinis jika dia menghubungi Sean. Mereka memang tidak pernah berkomunikasi semenjak menikah selain terakhir kali saat Claire menghubunginya untuk mengajaknya makan malam di kediaman utama.
Malam harinya, saat sedang makan malam, Claire mendengar pintu terbuka. Dia mengerutkan keningnya sebentar. Di apartemen itu, selain Sean, tidak ada yang tahu kata sandi ataupun memiliki kartu akses apartemen tersebut. Kalaupun ada yang masuk, itu berarti Sean yang datang, tapi selama ini Sean tidak pernah tidur di apartemen itu selain kemarin malam.
Ketika sedang sibuk dengan pikirannya, Sean masuk dan memandang ke arah meja makan lalu beralih pada Claire. "Apa kau mau?" Claire menawarkan mie instan yang baru saja dia buat pada Sean karena melihatnya menatap ke arah mangkuknya tadi.
Sean memasukkan kedua tangannya ke dalam saku lalu berkata, "Menawarkanku makanan yang memiliki banyak pengawet seperti itu, kau ingin membuat aku cepat mati?"
Claire yang tadinya bersemangat untuk makan mie instan tersebut, mendadak menjadi hilang selera ketika mendengar ucapan Sean. Dia hampir saja lupa kalau tidak ada kata-kata baik yang keluar dari mulutnya jika sedang berbicara dengannya.
"Kalau begitu jangan makan."
Claire menunduk, mendekatkan mangkok lalu meraih sumpit, bermaksud untuk melanjutkan makanan yang sempat tertunda, tapi kembali terhenti saat Sean menarik kursi di depannya.
Sebelumnya, dia heran kenapa Sean tiba-tiba pulang ke apartemennya. Ketika dia duduk di depannya, Claire lebih heran lagi. Biasanya, Sean selalu menghindarinya dan tidak ingin berada di ruangan yang sama dengannya, tetapi hari ini dia bertingkah aneh. Dia pulang ke apartemen tiba-tiba, bahkan dia duduk di depannya secara suka rela.
"Perutku sakit. Aku belum makan."
Claire mendongakkan kepalanya menatap heran pada Sean untuk sesaat lalu berkata, "Aku akan memesankanmu makanan. Kau ingin makan apa?" Claire meraih ponselnya lalu mengetikkan sesuatu.
Dengan wajah acuh tak acuhnya, Sean menjawab, "Buatkan aku makanan."
Claire kembali mengangkat kepalanya dan bertemu pandangan dengan Sean. "Aku tidak bisa masak. Lagi pula, di sini tidak ada bahan makanan apapun."
Sean mengerutkan keningnya. Perkataan Claire sangat aneh banginya. Biasanya, orang dari kalangan bawah terbiasa memasak karena mereka tidak bisa membeli makanan di luar demi berhemat. Seharusnya, dia bisa memasak karena berasal dari kalangan bawah, apalagi dia berasal dari desa.
"Buatkan apapun yang kau bisa." Akibat minum terlalu banyak kemarin malam, Sean merasa kalau perutnya masih tidak enak dan dia sedikit pusing.
"Tidak ada apapun di sini, selain mie instant."
Saat Sean akan membuka mulutnya kembali, bel apartemennya berbunyi. "Siapa?" tanya Claire dengan wajah heran.
Sean langsung berdiri, sepertinya dia tahu siapa yang datang malam-malam ke apartemennya. "Masuk ke kamarmu."
Sean kemudian berjalan ke depan. Diam-diam, Claire membuka sedikit pintu kamarnya untuk mendengar suara orang yang datang malam-malam.
"Kenapa kau di sini?" Sean terkejut ketika melihat Helena datang ke apartemennya.
Helena tidak langsung menjawab, melainkan langsung masuk ke dalam apartemen Sean dan duduk di ruang tamu, sementara Sean nampak tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Dia masih berada di dekat pintu. Sepertinya dia masih enggan untuk beranjak dari sana.
Melihat Sean hanya dia sambil menatap datar padanya, Helena kemudian berkata, "Aku ke rumahmu dan bertemu dengan ibumu. Dia bilang kau ada di sini."
"Maksudku untuk apa kau ke sini tanpa memberitahuku dulu?"
Helena tersenyum manis pada Sean. "Aku ke sini karena khawatir denganmu. Wajahmu pucat tadi pagi. Aku takut tidak ada yang mengurusmu jadi aku ke sini untuk melihat keadaanmu."
Sean berjalan ke arah sofa lalu berdiri di depan Helena. "Pulanglah. Jangan pernah kemari lagi tanpa memberitahuku."
Bersambung....
suka semua watak2 dalm novel ini... perannya
clair biar d tindas tp tidak lemah.happy ending.
semoga terus succes berkarya thor