Terlahir dari keluarga broken home membuat Nirmala yang kerap dipanggil dengan Mala, sangat susah diatur oleh sang ibu sampai akhirnya dia di masukkan ke pesantren dengan harapan bisa membuatnya dapat berubah. Tetapi saat di dalam pesantren bukannya berubah, tetapi tingkahnya menjadi-jadi membuat guru-guru sampai gusnya pun pusing akan tingkahnya. Sampai suatu hari terjadi tragedi diantara keduanya, mereka terpaksa dinikahkan takut terjadi fitnah. Akankah Mala berubah sikap setelah menikah dengan gusnya atau malah semakin Badung ?. Yuk ! Baca Selengkapnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah Mayaddah f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Santri Badung Itu Bernama Mala
Ahtar memutar bola matanya saat tatapannya mendapati seorang santri yang akhir-akhir ini seringkali ia temui. Bukan untuk ia ajar, tatapi untuk diberikan hukuman. Entah itu sudah berapakali Ahtar melihat Mala dalam posisi seperti saat ini. Siap menerima hukuman, entah itu darinya atau ustadzah Ratih. Dan sepertinya, hari ini nasib gadis itu berutung karena yang dia hadapi adalah Ustadzah Ratih bukanlah dirinya.
“Buat masalah apa lagi dia hari ini ustadzah ?” tanya Ahtar sembari memasuki kantor pengurus pesantren putri. Ia bertanya sambil terus berjalan menuju meja salah satu ustadzah dan memberikan map yang dibawanya kepada ustadzah tersebut.
Ustadzah Ratih menghentikan kegiatannya memberi wejangan kepada Mala dan menjawab pertanyaan yang diberian gus-nya. “Ini gus, tadi ketahuan tidur saat jam pelajaran, Dia bahkan sampai membawa bantal kecil ke kelasnya untuk dipakai tidur di kusir belakang pojok”
Ahtar menghela napas pelan. Tidak kaget lagi, kenakalan seperti itu, bagi seorang santri apalagi santri seperti Mala ini adalah sesuatu yang sudah sangat biasa. Tapi mengetahui kalau gadis itu sampai membawa bantal membuatnya tercengang, itu artinya Mala memang berniat tidur sajak awal.
Ahtar menyedekapkan tangan di depan dada lalu berjalan lebih dekat menuju meja ustadzah Ratih, “Kalau sejak awal kamu memang berniat tidur, lebih baik tidak usah masuk kelas sekalian. Bukannya memilih tidur di dalam kelas. Kelas itu tempat untuk menuntut ilmu, bukan tempat untuk tidur. Pesantren sudah menyiapkan kalian asrama sebagai tempat untuk beristirahat dan kamu malah memilih tidur di tempat dan waktu yang harusnya kamu gunakan untuk menuntut ilmu.”
Mala yang sejak tadi menunduk kini mengangkat wajahnya. “Bagaimana saya bisa beristrirahat dengan tenang kalau saya harus menyelesaikan tugas dan hafalan hingga subuh. Kalau memang pesantren menyediakan asrama sebagai tempat untuk beristirahat para santri, seharusnya santri dibiarkan beristrirahat ketika sudah waktunya. Jangan malah membebani santri membiarkan beristrirahat dengan tenang tanpa harus kepikiran dengan semua tugas dan hapalan yang dibebankan” Ucap Mala
“Pesantren tidak pernah melarang kalian beristrirahat. Kalau waktunya beristrirahat, kalian bisa beristirahat dengan tenang. Pesantren sudah memikirkan system pembelajaran dengan baik dan efisien. Justru kalau kamu tidak bisa menerapkan jadwal yang sudah ditentukan dengan baik, bukannya masalahnya ada pada kamu ? Bukan sistemnya yang salah Nirmala. Tapi cara kamu menyikapinya yang perlu diubah” Jawab Ahtar
Ya, santri tersebut bernama lengkap Nirmala Syaqila Ramadhani atau kerap disebut Mala. Dia di masukkan oleh ibunya ke pesanten, karena dia susah diatur. Dia bersikap seperti itu karena kekurangan kasih sayang, kedua orang tuanya berpisah karena dari keluarga ibunya yang kurang setuju yang menikah dengan ayahnya. Ibunya dari keluarga yang kaya raya sedangkan ayahnya dari keluarga yang sangat sederhana.
Ahtar memandang tajam gadis tersebut. Dan berkata “kamu terlalu banyak menghabiskan waktu berbuat onar hingga membuat waktu istrirahatmu dihabiskan dengan menerima hukuman. Bayangkan, waktu satu jam yang kamu gunakan untuk menerima hukuman, digunakan santri lain untuk menghafal dan mengerjakan tugas mereka. Stelah selesai dihukum, kamu sudah terlalu Lelah untuk mengerjakan tugasmu dan memilih tidur, dan hasilnya apa ? kamu malah kelabakan Ketika tugas dan hafalanmu sudah hampir deadline dan akhirnya kamu memilih mengerjakan dengan system kebut semalam untuk meyelesaikannya. Jadi yang salah disini siapa ?, kamu atau system yang dibuat oleh pesanteren ?”
Mala tidak bisa menjawab.
“Mala, jadwal yang sudah dibuat disini punya tujuan. Dan tujuannya adalah mendisiplikan, jadi jangan salahkan systemnya kalau kamu kerepotan menjalaninya. Karena system disini mengenali orang-orang yang disiplin dengan yang tidak. Dan tentunya kamu belum termasuk kedalam orang-orang itu. Jadi saran saya, berhenti berbuat onar dan mulai bersikap taat mulai sekarang.” Ucap Ahtar selanjutnya
Mala mengangguk pelan.
“Jadi, saya harap setelah ini kamu bisa berubah sikap kamu itu. Dan juga, perbanyak menggunakan otakmu untuk belajar dam bukannya memikirkan cara untuk kabur. Paham Mala ?” Tanya Gus Ahtar
Mala tidak menjawab
“Paham Mala ?” Tanya Gus Ahtar kembali mengulang ucapannya. Sementara Ustadzah Ratih menepuk pelan lengansantrinya yang sibuk melamun itu.
“Iya paham gus” Jawab Mala
Ahtar memandang tidak percaya kepada santrinya itu. Tidak serta merta percaya dengan anggukan Mala.
“Ya sudah, saya pamit dulu ustadzah. Dan untuk kamu, jangan pulang ke asrama sebelum menamatkan Al-Baqarah, Yasin, Al-A’rof,, Ali-Imron, dan Al-An’am” Ucap Gus Ahtar
Mala membelalak matanya. “Tapi Gus …” Ia hendak protes, pasalnya saurat yang disebut gusnya itu adalah tida surat paling Panjang dalam Al-Qur’an. Kapan dia bisa kembali untuk makan siang kalau begini ceritanya ?
Ahtar tidak menggubris prote Mala. “Tolong diawasi ya ustadzah” ucapnya. “Saya pergi dulu. Assalamu’alaikum”
“wa’alaikumsalam warahmatullah”Jawab Ustadzah Ratid dan Mala yang terlihat ogah-ogahan menjawab salam dari orang yang sudah memberikannya hukuman itu.
*****
Kalau kalian mengira wejangan Panjang lebar itu yang diberikan oleh Gus Ahtar kepada Mala siang tadi sudah membuat gadis itu jera, kalian salah besar. Gadis itu bahkan sudah lupa apa saja nasihat yang diberikan gus-nya itu pagi tadi. Otaknya terlalu sibuk memikirkan cara untuk kabur dari pesantren tanpa ketahuan para pengurus. Jadi, kata-kata Gus Ahtar hanya dianggap angin lalu. Ia hanya mengangguk tanpa berniat menerapkan apa yang gusnya itu katakana.
“Mala, kamuy akin kita tidak akan ketahuan ? aku takut kalau kita akan ketahuan. Apalagi kalau Gus Ahtar yang dapat. Bisa disembelih kita Mala. Poinku sudah minus, apa lagi kamu” Gadis berhijab biru tua yang sedang mengikuti sorang gadis dengan pakaian serba hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki itu berbisik denga nagak keras.
“Ssssst bisa diam tidak Luthfi ? kalau kamu ngomornya keras-keras kayak gitu, kita benar-benar bisa ketahuan. Kamu diam dan ikuti aku saja, jangan banyak omong.” Ucap Mala dengan suara serak dan hampir habis berkat hukuman yang diberiakn gusnya. Ia baru berhenti Ketika adzan sholat ashar berkumandang, itupun tidak selesai. Tapi berbeda dengan gus Ahtar yang tidak ada ampun dalam memberikan hukuman, ustadzah Ratih cukup kooperatif dan membebaskan Mala untuk segera pergi dan tidak memintanya kembali lagi untuk melaksanakan hukuman setelah sholat.
Karena itu, disinilah dia sekarang sedang mengendap-ngendap hendak keluar lewat pintu belakang pesantren yang biasa dilalui oleh para pekerja di dapur pesantren untuk membawa bahan makanan yang mempunyei akses langsung menuju dapur. Diwaktu magrib seperti ini, pintu itu biasanya di buka lebar untuk memudahkan para pekerja untuk menganggkut bahan makanan memang sering kali datang di waktu-waktu usai sholat magrib seperti ini. Dan momen itulah yang akan dimanfaatkan oleh Mala dan Luthfi untuk kabur. Mereka bahkan melewatkan sholat magrib demi bisa menjalankan rencana ini.
“Kita beneran akan pulang sebelum subuh besok kan, Mala ?” Tidak beberapa lama kemudian Luthfi berbicara
“Iya, Luthfi. Kita hanya nonton konser terus pulang.” Mala menjawab dengan tatapan mengawasi sekitarnya. Mereka sudah hampir sampai di gerbang yang mereka tuju, Mala dan Luthfi hanya perlu melewati Gedung dapur lalu keluar lewat pintu gerbang yang kini sudah terbuka lebar untuk mereka itu.
Dari balik jendela dapur, Mala memperhatikan para mbak-mbak yang di dapur sedang sibuk memasak dan pada mas-mas pengangkut bahan-bahan makanan sedang menata menata bahan makanan di dalam dapur. Tidak ada orang di luar Gedung yang akan memperhatikan mereka. Mala segera mengkode temannya untuk menunduk agar tubuh mereka tidak bisa dilihat dari jendela dapur dan mengendap-ngendap dengan sedikit berjongkok menuju kea rah gerbang belakang.
Mala nyaris bersorak saat tubuh mereka benar-benar sudah melewati gerbang dan hawa kebebasan dapat ia cium sepuasnya. Begitupun dengan Luthfi yang mana langsung bersorakuntuk merayakan keberhasilan mereka.
“Sssst jangan berisik Luthfi. Duh kamu ini ya gak bisa dibilangin” Ucap Mala kesal
“Iya maaf.” Luthfi menyengir penuh rasa bersalah
“Ya sudah. Ayo, kita masih harus jalan sampai di depan lapangan buat nyari mobil ke kota” Ajak Mala
Mala langsung menarik temannya itu untuk segera bergegas. Tapi yang menjadi masalah adalah mereka harus melewati gerbang utama pesantren agar bisa mencapai lapangan yang sedang mereka tuju. Dan disitulah petaka sebenarnya sedang menunggu Mala dan Luthfi.