"Maukah kau menikahi ku, untuk menutupi aib keluarga ku?" tanya Jisya pada seorang satpam yang diam menatapnya datar.
Kisah seorang gadis yang lebih rela di nikahi oleh seorang satpam muda demi tidak menikah dengan seorang pengusaha angkuh dan playboy.
Sanggupkah satpam datar itu bertahan di tengah-tengah keluarga istrinya yang sering menghinanya? atau dia memilih pergi saja? dan siapa kah sebenarnya satpam muda itu?
Mari ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Kerjai Suami Sendiri
"Hai kak Rega. Kenapa kak Rega marah-marah sama Ayah?" Tanya Devi adik tiri Rega.
"Bukan urusan mu!" Usai berkata demikian pria itu langsung pergi meninggalkan Ayahnya dengan adik tirinya karena ternyata Ayahnya datang ke sana tidak sendiri dia datang bersama putri dari istrinya.
Devi memang adik tiri Arga, tapi wanita itu sudah lama menyukainya. Hanya saja Arga tidak pernah menanggapi rasa suka Devi kepadanya, dan bahkan tidak ingin meski hanya sekedar menoleh untuk melihat wajah wanita itu.
Devi yang tidak punya rasa malu, ternyata pernah masuk ke dalam kamar Arga untuk menggodanya, tapi pria itu sama sekali tidak tertarik padanya.
Satu kata yang melekat dalam diri Arga, iya itu dia sangat dingin kepada Ayahnya dan juga semua yang bersangkutan dengan pria paruh baya itu, dia pasti akan membencinya.
"Jangan datang kemari, jika kedatangan mu hanya untuk mencari keributan dengan putramu Wijaya. Seharusnya kau itu meminta maaf kepada putramu, bukannya malah suka mencari gara-gara dengannya. Jadi jangan salahkan putramu kalau dia sama sekali tidak ada rasa hormat padamu, itu semua karena sikap mu yang juga tidak pernah menghargainya sebagai seorang anak," Oma menegur sikap menantunya itu yang suka mencari gara-gara dengan putranya sendiri.
"Aku tidak mencari gara-gara dengannya, tapi anak itu yang tidak mau diatur!" Wijaya berusaha untuk membela diri.
"Untuk apa kau ingin mengaturnya Wijaya? Dia sudah dewasa dan dia tahu apa yang terbaik untuk dirinya, lagi pula kau jangan mencoba untuk menikahkan cucuku, karena Rega sudah menikah." tegas Oma mengingatkan mantan menantunya.
"Tidak bisa begitu dong Bu. Itu sama saja ibu mengajari dia cara yang tidak baik, karena jika sampai publik mengetahui tentang Rega yang sudah menikah dengan seorang pembunuh, itu bisa mempengaruhi Perusahaan ibu!"
Ujar Wijaya mencoba untuk mempengaruhi mertuanya.
"Tidak Wijaya, itu urusan belakangan. Tentang Perusahaan, kau tidak perlu ikut campur, karena yang mengurus Perusahaan adalah putra mu. Tentu saja dia tahu apa yang akan dia lakukan agar tidak merugikan Perusahaan dan juga dirinya sendiri, jika sampai dia menikah dengan seorang wanita yang tidak benar." Usai mengeluarkan kata-kata sindiran untuk menantunya, omya langsung masuk ke dalam meninggalkan menantunya yang kesal kepadanya.
"Ini semua gara-gara orang tua itu, dia yang mengajari Rega untuk tidak mendengar ucapan ku!" Wijaya marah-marah dan langsung mengajak putrinya untuk pulang saja.
"Sejak kapan orang tua itu ada di sini Oma?" Tanya Rega kepada Omanya.
"Oma juga tidak tahu, karena tadi Oma ada di belakang."
"Lalu untuk apa Oma memanggil Rega aku datang kemari?"
"Rega, kenapa kamu membiarkan istrimu hidup seperti itu? Ajak istrimu untuk tinggal di rumah ini. Jangan biarkan dia hidup menderita, Rega..."
"Biarkan saja seperti itu dulu Oma. Karena kita belum tahu seperti apa karakter sebenarnya dari Jisya... Dia itu terlahir dari kedua orang tua yang sama-sama menuhankan harta, bisa jadi kan dia juga seperti itu," jawab Rega.
Menggeleng-geleng. "Kamu jangan terlalu berprasangka buruk terhadap istrimu seperti itu Rega, itu tidak baik loh.." Oma menegur sikap cucunya yang sampai saat ini masih merasa trauma akan sikap mantan kekasihnya dulu.
Arga hanya diam dan tak menanggapi ucapan Oma, karena yang pernah merasakan sakit dan merasa dibohongi itu hanya dia. Jadi wajar saja jika dia selalu bersikap waspada dari tipu daya wanita yang semakin hari semakin terkenal di mana-mana jika makhluk yang bergelar wanita yang terlihat lemah lembut itu, adalah makhluk yang sangat berbahaya dan patut diwaspadai.
,,,
Jisya sudah berusaha untuk mencari pekerjaan. Ia berpikir mana mungkin dia mau duduk manis di rumah dan membiarkan suaminya yang bekerja sendirian untuk membiayai kehidupannya.
Tapi nasib baik tidak berpihak kepadanya, karena sudah dua hari wanita itu berusaha keras untuk mencari sebuah pekerjaan, tapi sampai hari ini hasilnya tetap nihil.
Dia sama sekali belum menemukan tempat yang mau menerimanya bekerja. Membuat wanita itu terlihat sedih karena begitu sulit baginya untuk mendapat pekerjaan karena kasus pembunuhan yang pernah dia lakukan dan sudah tersebar ke mana-mana.
Ya Allah, kalau seperti ini, bagaimana aku bisa mendapatkan pekerjaan. Batin Jisya terlihat memijat lembut pelipisnya.
Saat melihat jam, Jisya baru tersadar ternyata sebentar lagi suaminya akan pulang dari tempat kerja dan dia belum
memasak apapun.di dapur.
Aku harus segera masak, sebelum Mas Arga pulang. Batin Jisya berjalan ke dalam dapur untuk mencari apa saja yang bisa dia masak buat suaminya nanti saat pulang kerja.
Tapi saat tiba di dalam ia memeriksa beberapa tempat yang biasa suaminya menyimpan makanan yang belum dimasak.
Tapi ternyata stok makanan dalam rumah suaminya itu habis dan mereka tidak memiliki secuil makanan untuk dimasak di dapur, dan ternyata beras yang berada di dalam bekas juga tinggal segenggam.
Jisya bingung ingin melakukan apa, karena selama ini dia tidak pernah hidup dalam kesederhanaan seperti itu. Dan juga bingung ingin meminta kepada siapa, karena dia malu jika meminta uang kepada suaminya.
Jisya mengambil ponselnya barang satu-satu yang ia bawa dari rumah keluarganya.
Apa aku jual saja ya ponsel ini. Batin Jisya menimbang-nimbang.
Cklek
Terdengar suara seseorang yang masuk ke dalam rumah.
Wanita itu tidak beranjak dari dalam kamar karena dia tahu itu pasti suaminya dan dia bingung saat suaminya ingin mencari makanan karena di dapur sama sekali tidak ada apapun yang masak karena memang tidak ada yang bisa dimasak.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Arga kepadanya.
Jisya tersentak kaget ia tak sadar ternyata suaminya sudah berada di ambang pintu.
"M-Mas.." wanita itu terlihat tersenyum kecut.
Arga berjalan masuk menghampiri istrinya dengan membawa amplop berwarna coklat yang berisi uang.
"Ini buat kamu." kata Arga memberikan istrinya uang.
"Apa ini, Mas?" Tanya Jisya mengerut.
"Itu uang gajiku, tidak banyak, mungkin hanya 3 juta." Kata Arga duduk di dekat istrinya.
"Kenapa Mas Arga kasih uangnya ke aku?"
"Kamu kan istriku, ya kamu atur saja uang itu untuk membeli keperluan dalam rumah ini." Jawab Arga.
Jisya mengangguk pelan, "Mas sudah makan?"
"Belum."
Jisya tersenyum paksa, "Di dapur tidak ada apa-apa, Mas," jawabnya.
"Tidak masalah."
"Mas tidak lapar?"
"Tidak ada yang bisa di makan."
Jisya memperhatikan raut wajah suaminya yang terlihat santai.
"Mas." panggil wanita itu.
"Hm."
"Siapa tahu ada temannya Mas Arga yang membutuhkan seseorang untuk di pekerjaan kan. Aku mau Mas kalau misalnya ada," Ujar Jisya.
"Kenapa kau tidak bertanya pada Veral saja,"
Jisya tak menjawab. Karena baginya mustahil dia mau bertanya kepada Veral sedangkan mereka tidak kenal baik dengan baik.
"Ayo kita pergi untuk membeli stok makanan." Ajak Arga mengganti pakaiannya.
"Mau beli di mana Mas?"
"Di toko emas." jawab pria itu asal.
"Toko emas? Memang ada jual bahan makanan di toko emas ya, Mas?" Jisya malah menanggapi ucapan suaminya dengan serius.
Arga tersenyum melihat wajah istrinya yang menggemaskan.
"Tentu saja di toko jualan sembako. Masak di toko emas." Kata pria itu tanpa dosa.
Jisya menyengir mendengar ucapan suaminya.
Mereka berdua pun akhirnya berangkat ke toko-toko terdekat dengan menaiki sepeda motor milik Arga.
Tak berapa lama keduanya pun tiba dan mereka langsung masuk ke dalam toko untuk membeli apa saja yang mereka butuhkan.
Bruk!
Jisya tak sengaja menubruk seseorang, ralat tapi seseorang itulah yang sengaja menubruk Jisya.
"Maaf, maaf, saya tidak sengaja menubruk ibuk," Jisya meminta maaf dan mengangkat pandangannya melihat siapa orang yang baru saja bertubrukan dengannya.
Nyonya Pramusita... Batin Jisya.
Sedangkan Arga menatap tajam wanita itu yang malah membuat wajah cuek.
"M-maaf kan saya Nyonya. Saya tidak sengaja menubruk Anda," sopan Jisya heran bagaimana wanita kaya raya seperti Nyonya Pramusita bisa berada di toko seperti kecil seperti itu.
"Santai saja gadis cantik." Mengusap pucuk kepala Jisya dengan penuh kelembutan dan tersenyum hangat.
Jisya bahkan sampai kaget diperlakukan seperti itu yang membuat dia canggung.
"Kalau bisa tahu, kau bukannya pemilik Jisya Kosmetik itu? Yang saat ini sedang hangat-hangatnya diperbincangkan oleh publik?" Tanya Pramusita lebih tepatnya berpura-pura bertanya.
Arga terlihat kesal kepada Omanya yang bertanya seperti itu kepada istrinya.
"I-iya, Nyonya." Jawab bisa tersenyum hambar.
"Saya dengar kamu tidak lagi memegang Jisya Kosmetik, apa itu benar?"
Jisya mengangguk tanda mengiyakan.
"Kau sudah memiliki pekerjaan yang lain?"
"Belum Nyonya."
Terlihat Nyonya Pramusita mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
"Ini nomor saya, jika kau membutuhkan pekerjaan, kamu bisa menghubungi saya di nomor ini. Saya akan memberikan mu pekerjaan.
Jisya mengambil nomor telepon dari tangan Pramusita sambil tersenyum. "Apa Anda tahu tentang kasus saya? Anda yakin ingin menerima saya bekerja dengan Anda?" Tanya Jisya memastikan.
"Tentu saja, itu bukan masalah. Jika kamu benar-benar membutuhkan pekerjaan, maka datanglah besok ke kantor MegaGP. Tunggu saja cucuku Rega di lobby kantor, nanti kau bisa ikut dengannya datang ke Mension.
Jisya tidak langsung menjawab karena dia malas berurusan dengan pemimpin perusahaan MegaGP yakni suaminya sendiri.
"Apa saya tidak bisa datang sendiri? Maksud saya, mungkin Tuan Rega akan sibuk, dan siapa tahu saja kehadiran saya akan membuat cucu Anda risih, Nyonya." Ucap Jisya.
"Tidak, ikut saja dia nanti pulang. Kalau dia macam-macam sama kamu, nanti saya getok kepalanya." Ucap Pramusita melirik cucunya yang bertambah kesal karena Omanya yang sengaja menyindirnya.
"Baik, Nyonya. Terima kasih"
"Ya sudah, saya pergi dulu."
"Iya, Nyonya." Jisya tersenyum senang karena akhirnya dia bisa mendapat sebuah pekerjaan. Meski dia belum tahu pekerjaan apa yang ingin diberikan untuknya, tapi sekurang-kurangnya sudah ada kepastian jika dia akan memiliki pekerjaan nantinya.
Saat melewati cucunya Pramusita menyempatkan jari-jarinya mencubit pinggang cucunya yang tidak disadari oleh Jisya.
Arga bertambah jengkel dengan sikap Omanya yang mencubitnya. Jujur saja hanya Omanya yang bisa memperlakukannya seperti anak kecil yang selalu membuat pria itu kesal sendiri.
**
Keesokan harinya.
Jisya sudah menunggu di lobby kantor MegaGP dengan perasaan yang sedikit gelisah.
"Maaf, dengan Nona Jisya?" Tanya Fina.
"Iya saya."
"Silahkan masuk ke dalam mobil, Tuan muda sudah menunggu Anda di mobil."
Bagaimana bisa aku tidak menyadari jika tadi ada Tuan Rega yang lewat. Batin Jisya mengikuti langkah sekretaris Fina yang berjalan ke mobil.
"Silahkan masuk Nona." Sopan Fina membuka pintu untuk Jisya.
Jisya pun masuk ke dalam mobil di mana di dalam sudah ada Arga yang duduk menyilang.
"Maaf, Tuan. Karena saya harus mengikuti Anda." ucap Jisya sopan tapi tidak di gubris oleh pria itu.
Sombong!. Batin Jisya kesal sendiri dalam hati.
Sopir, Sekretaris Fina, Rega, dan juga Jisya, semuanya hanya diam di dalam mobil.
Tiba-tiba Arga berpura-pura bergoyang dan menggeser tubuhnya mendekati istrinya.
Jisya mengerut karena merasa pria itu semakin dekat dengannya, dia pun sedikit menggeser tubuhnya untuk menjauh dari pria di sebelahnya yang belum pernah dia melihat wajah pria itu.
Tapi Arga dengan isengnya kembali menggeser tubuhnya sehingga Jisya terhimpit ke pintu mobil.
"M-maaf, Tuan. Apa Anda bisa bergeser sedikit?" tanya Jisya.
Fina dengan supir ternyata sedang menahan tawa mereka di depan ketika menyadari Tuan mereka yang sedang mempermainkan istrinya.
"Dari tadi saya sudah duduk di sini, kenapa kau meminta ku untuk bergeser?" tanya Rega alias Arga.
"Anda menghimpit saya, Tuan." kata Jisya terdengar kesal yang membuat pria itu menahan tawa di balik maskernya gemes melihat istrinya yang kesal.
"Oh." Rega menggeser sedikit tubuhnya saat melihat istrinya benar-benar kesal pada sikapnya.
Mobil pun akhirnya memasuki sebuah pekarangan rumah yang luas serta ditumbuhi oleh taman-taman kehijauan.
Jisya bahkan tertegun melihat pemandangan yang begitu indah sehingga membuat dia terhipnotis. Apa lagi rumah yang di sebut Mension itu ternyata seperti istana yang memiliki kolam renang cukup besar tepat di hadapan Mension tersebut.
Gila... Ini tidak terlihat seperti Mension. Tapi ini terlihat seperti sebuah istana yang berdiri megah. Batin Jisya.
Sopir pun akhirnya memberhentikan mobil di hadapan Mension, lalu turun dari mobil dan langsung membuka pintu untuk Tuannya.
Rega turun dari mobil dan memberi kode kepada sopir dengan Sekretarisnya untuk meninggalkan dia berdua bersama istrinya.
Jisya melihat pria di hadapannya yang seperti sedang merogoh sakunya.
"Hei, kau, kemari," panggil Rega kepada Jisya.
"Iya, Tuan? Anda memanggil saya?" Tanya Jisya.
"Hm, tolong kau masuk ke dalam mobil itu semula, dan cari ponselku di dalam." Titah Arga sengaja mengerjai istrinya.
Jisya dengan patuh mencari ponsel pria itu ke dalam mobil.
"Tidak ada, Tuan," kata Jisya melihat ke arah pria yang berdiri menunggunya.
"Coba cari di depan,"
Jisya pun dengan sabar mencari ponsel pria itu di depan kemudi.
Tapi sudah mencari kemana-mana wanita itu tetap tidak menemukan ponsel di dalam mobil.
"Tidak ada, Tuan." Jisya masih berusaha bersabar atas sikap pria itu.
"Coba di cari dengan benar!"
Wanita itu menarik nafas dalam dan kembali mencari ponsel Rega.
Beberapa menit berlalu dalam pencarian, tapi ponsel itu memang tidak berada di dalam.
"Tidak ada, Tuan! ponsel Anda tidak berada di sini!" suara Jisya mulai terdengar kesel dengan kesabaran yang tinggal setipis tisu.
"Oh, aku lupa, tadi aku menyimpannya di saku ku." kata Arga membalik badan dan langsung melangkah masuk ke dalam meninggalkan Jisya tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Wajah Jisya memerah menahan amarah saat menyadari ternyata pria itu sedang mengerjai.
Jisya mengangkat tangan dan meninju pria itu dari belakang sembari meremas jemari tangannya karena terlalu geram dipermainkan.
Dasar pria angkuh tidak waras!!. Batin Jisya berteriak dalam hati.