NovelToon NovelToon
Menggapai Rindu (Daddy)

Menggapai Rindu (Daddy)

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cintamanis / Patahhati
Popularitas:2.7M
Nilai: 4.7
Nama Author: Andreane

Kembali ke masa lalu, adalah sesuatu yang mustahil bagi Nara.

Tapi demi memenuhi keinginan terakhir sang putri, ia rela melakukan apapun bahkan jika harus berurusan kembali dengan keluarga Nalendra.


Naraya bersimpuh di hadapan Tama dengan deraian air mata. Ia memohon padanya untuk menemui putrinya dan membiarkan sang putri melihatnya setidaknya sekali dalam seumur hidup.


"Saya mohon temui Amara! Jika anda tidak ingin menemuinya sebagai putri anda, setidaknya berikan belas kasihan anda pada gadis mungil yang bertahan hidup dari leukimia"

"Sudah lebih dari lima menit, silakan anda keluar dari ruangan saya!"

Nara tertegun begitu mendengar ucapan Tama. Ia mendongak menatap suaminya dengan sorot tak percaya.

****

Amara, gadis berusia enam tahun yang sangat ingin bertemu dengan sang ayah.

Akankah kerinduannya tak tergapai di ujung usianya? Ataukah dia akan sembuh dari sakit dan berkumpul dengan keluarga yang lengkap?

Amara Stevani Nalendra

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sekali lagi

Merasa penasaran dengan kehidupan Naraya, bu Rania diam-diam berniat mengunjungi rumah yang dulu pernah ia beli khusus untuk Nara agar bisa jauh dari kehidupan sang putra.

Sore ini, dengan kecepatan stabil wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik di usianya, mengemudikan mobilnya menuju alamat rumah Nara. Entah kebetulan atau bagaimana, jarak antara rumah sakit yang dia kepalai dengan rumah Nara memang tidak terlalu jauh, hanya di tempuh dalam waktu lebih kurang dua puluh menit.

Sesampainya di lokasi, Rania merasa ragu dengan keadaan lokasi rumah Nara. Tujuh tahun setelah transaksi pembelian rumah itu, Rania memang tak pernah datang kemari membuatnya sedikit bingung sebab suasananya sangat berbeda dari tujuh tahun yang lalu.

"Benar kan ini rumahnya? kok ada minimarket" gumamnya penuh selidik. "Siapa pria itu?" tambahnya ketika melihat seorang pria dari balik kaca mobil tengah menempelkan sebuah kertas di pintu kaca.

Pria yang di maksud adalah Daffa, sementara pak Ramdan sedang berada di dalam rumah bersama cucu dan baby sitter Amara.

"Sepertinya aku salah, atau mungkin sebelahnya? tapi nomor rumahnya memang yang ini?"

Tak berapa lama datang sebuah mobil honda jazz memasuki pelataran mini market.

Rania langsung menajamkan penglihatan begitu ada seseorang turun dari mobil, wanita itu adalah Naraya yang baru saja pulang kerja. Dia sempat melihat Nara menyapa pria bernama Daffa sebelum melangkah memasuki rumahnya.

Selang sekitar tiga menit, kembali ada sebuah mobil berhenti tepat di depan minimarket. Pemiliknya adalah Emir, dia sengaja datang ke rumah Nara untuk memeriksa kondisi Amara secara berkala.

Emir dan Aksa, akan bergantian datang ke rumah Naraya untuk mengobservasi perkembangan Amara selagi menunggu pendonor sel punca yang cocok dengan DNA milik gadis berusia enam tahun.

Mata Rania membulat sempurna ketika netranya menangkap dokter Emir turun dari dalam mobil dengan membawa tas kerja berisi alat kesehatan miliknya.

"Dokter Emir!" Desisnya lirih. Kedatangan Emir ke rumah Nara membuat kesalah pahaman Rania semakin menjadi.

"Bedebah kamu Nara, kamu hidup bahagia sementara putraku terus saja memikirkanmu, bahkan dia menolak menceraikanmu dan menikah dengan wanita lain"

"Menjijikan sekali seorang wanita melakukan poliandri "

Dia terus menggerutu dan sesekali melempar umpatan untuk Nara.

Tetap berada di dalam mobil, Rania bertahan hampir sepuluh menit sembari terus menatap lurus ke arah rumah minimalis berlantai dua. Merasa tak ada yang bisa dia lakukan, akhirnya dia melajukan mobilnya dan menjalankan menuju arah jalan pulang.

"Naraya, bagaimana bisa kamu menikah dengan status masih bersuami?"

"Kamu bahkan punya hubungan dengan dokter Emir di saat masih tinggal bersama putraku" di tengah-tengah pemikirannya, Rania berdecih seraya tersenyum miring.

"Jika Nara bisa hidup bahagia dengan suami dan anaknya, putraku juga harus hidup bahagia, dan sepertinya aku harus secepatnya menikahkan Tama dengan Mishella"

Hampir dua jam perjalanan, tahu-tahu mobil Rania sudah memasuki gerbang rumahnya. Sudah ada pak Idris yang menunggu kapulangannya tengah duduk di teras sembari menikmati kue bolu.

"Ayah sudah pulang?" Tanya Rania ketika sudah di teras rumahnya. Ia langsung duduk di sebalah pak Idris sambil melepas sepatu kemudian meraih sandal untuk alas kakinya.

"Sudah sejak tiga jam yang lalu"

"Urusan bisnis di singapura lancar kan yah?"

"Lancar bun" sahutnya sambil menggigit kue. "Tumben bunda jam segini baru sampai di rumah"

"Iya, tadi ada urusan sedikit"

"Di rumah sakit?"

"Iya yah" jawabnya sambil menatap suaminya. "Yah, kalau pernikahan Tama dan Shella di percepat, menurut ayah gimana?"

"Tanyakan ke Tama, jangan ke ayah, dia yang menjalani, bukan ayah"

"Maksud bunda, ayah bujuk Tama untuk segera menikahi Shella, dia harus punya istri dan memberikan kita cucu, selain itu, biar ada yang mengurus Tama"

Kepala pak Idris mengangguk tanpa ragu, kemudian menyuarakan pertanyaan "Dimana dia sekarang? Nanti ayah coba bicara padanya"

"Dia sedang ke puncak dengan Aldika sejak kemarin, bahkan mereka berdua tidak datang ke perusahaan"

"Biarkan saja, mereka juga butuh merefresh otak biar jernih kembali, kasihan kan kalau harus setiap hari fokus di perusahaan"

Menghirup napas dalam-dalam, Rania mencoba mengurangi rasa was-was yang merundung hati dan pikirannya.

"Bunda masuk dulu yah"

"Hmm"

Sembari terus melangkah masuk, tiba-tiba sosok Amara melintas dalam otaknya. Bayangan wajahnya yang mengingatkan pada Tama kecil, seolah enggan untuk menyingkir.

"Sepertinya Amara memang anak kandung Tama, mungkin saja Nara menikah dengan dokter Emir setelah dia melahirkan"

"Tapi bagaimana bisa negara mengijinkan seorang wanita menikah kembali sebelum resmi bercerai?

"Apapun itu, T**ama tidak boleh bertemu dengan mereka. Aku harus lebih rapi lagi menyembunyikan bukti ponsel milik Nara yang kucuri, dan juga rekaman asli adegan orang-orang yang ku bayar sebelum di edit dengan menggunakan wajah Nara. Jangan sampai Tama tahu tentang sertifikat rumah Nara yang lama, yang sudah ku beli secara ilegal"

******

"Tam, apa Amara itu anakmu?" pertanyaan tiba-tiba dari Aldika, membuat Tama langsung mencari wajahnya.

"Aku tidak yakin"

"Setidak yakin itukah?"

"Tentu" jawab Tama, Mereka berdua kini sedang duduk di depan perapian untuk menghangatkan badan. "Nara selalu meminum pil kontrasepsi sebelum kami melakukan hubungan"

Mendengar perkataan Tama, dahi Aldika mengernyit tajam. "Kenapa?"

"Dia belum ingin memiliki anak"

"Lalu kenapa tiba-tiba dia datang dan memintamu menemui anakmu?"

"Dia bukan anakku, kamu nggak lupa kan, kalau Nara pernah terlibat skandal film kotor itu? Bisa saja anak itu hasil hubungan gelap dengan kekasihnya"

"Kamu masih ingat tentang video itu?"

"Kamu pikir aku bisa melupakannya?" sahut Tama lalu menoleh ke samping kiri di mana ada Dika. "Aku bahkan masih menyimpan file itu dan memutarnya. Karena melihat video itulah aku nyaris meniduri Shella untuk melampiaskan kebutuhan biologisku, tapi saat baru saja aku hendak mencumbunya, larangan Nara seolah berputar-putar di sekelilingku"

"Yakin kamu tidak pernah sama sekali menyentuh Shella?"

"Jangankan menyentuh bagian yang intim, mencium bibirnya saja tidak pernah ku lakukan. Dan kamu harus tahu, kalau aku sudah menidurinya, wanita itu pasti memaksaku untuk menikahinya dari dulu bodoh"

"Lalu apa rencanamu sekarang? jujur fillingku mengatakan kalau Amara memang anakmu" Tama kembali mempertemukan netranya dengan manik hitam Aldika.

"Jangankan kamu, aku saja merasa dia putriku, tapi entah kenapa sebagian hatiku menolaknya" Tama membatin masih dengan tatapan fokus ke wajah sepupunya.

"Kenapa menatapku begitu?" tanya Aldika sambil menautkan kedua alisnya.

Menghirup napas panjang, kini pandangan Tama kembali tertuju pada kobaran api kecil di hadapannya.

"Maaf jika rencanaku menyinggungmu Tama" Ucap Aldika ragu-ragu. "Bagaimana kalau kita melakukan tes DNA?"

"Tes DNA?" untuk kesekian kalinya Tama menolehkan wajah. "Maksudmu?"

"Hais,, kita ambil sample rambut Amara, setelah itu cocokan dengan DNAmu"

"Bagaiman kita mendapatkan rambut Amara?"

"Aku akan datang ke rumah Nara, akan aku curi rambutnya, bagaimana?"

"Kamu tahu rumahnya?" tanya Tama memicing.

"Tidak, tapi aku punya nomor ponselnya, aku bisa meminta alamatnya"

Hening, Tama masih belum memberikan respon atas ucapan Aldika. Ia menyentuh bagian tengkuknya lalu sedikit memberikan pijatan, setelah itu bangkit dari perapian hendak menuju kamar.

"Mau kemana?"

"Tidur" sahut Tama singkat. Ia menjawab tanpa menengok ke belakang dengan langkah kaki tertuju ke arah pintu kamar.

Sesampainya di dalam kamar, pria itu langsung membaringkan badannya di atas kasur. Tak langsung memejamkan mata, otaknya seolah tak bisa lepas dari bayang-bayang Nara dan nama sang anak.

"Amara" Lirihnya sambil menatap langit-langit kamar. "Seperti apa wajahnya?"

"Leukimia?"

"Dia pasti bukan anakku, dan kenapa baru datang setelah bertahun-tahun? kenapa tidak dari dulu Nara memberitahuku kalau dia hamil?"

"Apa aku harus melakukan tes DNA anak itu?"

"Huufftt Naraya, kenapa serumit ini mencintaimu?"

Menghela napas berat, sayup-sayup mata Tama terpejam, dan tidak berapa lama kesadarannyapun menghilang.

"Daddy kemarilah, Ara kangen banyak-banyak"

"Amara?" gadis kecil itu tampak merentangkan kedua tangan. Berharap sang daddy segera memeluk, lalu membawa ke dalam gendongannya.

"Cepatlah kemari daddy! sebelum nenek membawaku pergi main ke taman yang ada banyak kupu-kupunya" teriak gadis kecil berambut sedikit pirang.

"Daddy, sebentar saja ayo kita bermain"

"Daddy,___"

"Amara!" pekik Tama. Dengan nafas tersengal dan keringat membanjiri tubuhnya, ia bangun dari tidurnya. "Cuma mimpi!"

Mendengkus pelan, reflek Tama memusatkan pandangan pada jam di atas nakas.

"02:50"

Mengusap wajah, pria itu kemudian menyingkirkan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya lalu berdiri dan melangkah ke kamar mandi.

**

Pagi harinya, dua pria matang sudah mengenakan pakaian kantor lengkap dengan jas yang merangkap kemejanya. Mereka akan langsung menuju ke sebuah hotel tempat pertemuan dengan para klien untuk melakukan meeting.

"Tam" panggil Aldika sambil terus melajukan mobil.

"Apa?" jawab Tama tanpa melihat Aldika.

"Semalam ada teman menelponku, dia kini tinggal di Amerika"

"Lalu apa hubungannya denganku?" Tama bertanya setelah melihat Aldi sekilas, lalu kembali menatap jalanan yang sedikit padat.

"Dia seorang inteligen di sana, sangat ahli di bidang tekhnologi terutama yang berhubungan dengan jaringan komputer dan sejenisnya"

"Ya terus?"

"Aku berniat menanyakan tentang video Nara padanya, sepertinya dia sangat ahli dalam bidang itu"

"Pasti hasilnya sama dan akan mengatakan kalau itu rekaman asli, lebih baik tidak usah, Buang-buang waktu"

"Apa salahnya kita tanyakan pada orang yang sudah benar-benar ahli dan berkarir di kancah Internasional?"

"Kamu mau membuatku menelan kecewa untuk ke sekian kalinya?" tanya Tama, ia menatap wajah Dika penuh heran.

"Ayolah Tam sekali lagi, aku sudah terlanjur bilang ke temanku itu"

"Terserah kamu, dan jangan katakan hasilnya padaku"

Ucapan Tama bersamaan dengan laju mobil yang melambat karena terjebak macet.

"Kalau begitu kirim aku videonya, kamu bilang masih menyimpannya kan?"

Menghembuskan nafas berat, Tangan Tama bergerak mencari video di menu gallery. Video yang tersimpan di folder bertuliskan dried leaves langsung ia share ke nomor ponsel milik Aldika.

Bersambung...

1
Yati Suryati
Luar biasa
Zulaika Liza
Biasa
Zulaika Liza
bagus👍👍
Savitri Eka Qodri
Luar biasa
Safa Almira
mampirlah
Euis Resmawati
Luar biasa
Euis Resmawati
Lumayan
Anik Hidayat
Luar biasa
Bahari Sandra Puspita
karya yg luar biasa as always kakak..
suka banget sama karya2mu..

semoga sehat selalu dan tetap semangat dalam berkarya.. 😘🥰😍🤩💪🏻
Vien Habib
Luar biasa
Damai Damaiyanti
visum fong lapor polisi ,,,
Damai Damaiyanti
rania masih aj kerass kepala g sadar" buwt cacat aj biar kapok
Damai Damaiyanti
di ceburin ke comberan tuh bunda,g cocok di panggil " BUNDA",nek lampir weh ,
maria handayani
/Shy/
Damai Damaiyanti
setelah 7 thn baru diselidikin ,,parah si tama
Damai Damaiyanti
mertua durjana
Damai Damaiyanti
arogan bgt ibunya tama
Vitriani
Lumayan
Budi Raka
Luar biasa
an
baaguus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!