Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 - Susah Sinyal
Ameera sudah ketar-ketir pasca mendengar ucapan Mahendra. Sialnya, wanita itu harus menunggu keesokan hari untuk jawaban lengkapnya. Bukan main kekesalan Ameera, entah apa yang terjadi sebenarnya, yang jelas wanita itu sempat berpikir jika Mahendra sengaja cari perkara dan mempermainkan belaka.
Kendati demikian, dia tetap menuruti perintah Mahendra. Menunggu hari berganti bukanlah hal sulit selagi dia bisa menemukan Cakra segera. Hingga, detik ini penantian Ameera usai juga dan matanya berbinar menyambut kehadiran Mahendra.
"Sudah siap?"
"Iya, tapi kenapa harus pakai koper segala? Apa Cakra di luar kota?" Kemarin Ameera tidak sempat bertanya kenapa dia diminta menyiapkan berbagai perlengkapan seolah hendak liburan.
Tanpa menjawab, Mahendra hanya mengulas senyum sembari memasukkan koper Ameera. Tepat pukul delapan pagi, Ameera meninggalkan kediaman utama, mereka di antar Ricko menuju bandara, mata Ameera semakin terbuka dan dia dapat menyimpulkan bahwa mereka memang akan keluar kota.
"Jaga diri baik-baik, jangan sok ngartis kalau kakak telepon."
Hendak kemana dia dibawa sebenarnya Ameera tidak tahu juga, tapi Ricko sudah berpesan seakan dia akan dikirim untuk melakukan pengabdian masyarakat. Mendengar hal itu, Ameera hanya mengangguk, sedikit bersyukur karena Ricko tidak turut serta dalam misinya.
Tinggalah dirinya bersama Mahendra saja, Ameera sudah mempercayakan semua pada Mahendra. Sudah wanita itu katakan, hendak dibawa ke ujung dunia pun tidak apa, asal berhasil menemukan Cakra, dalam keadaan baik-baik tentu saja.
Sebesar itu rasa percaya Ameera pada Mahendra hingga dia dapat tertidur begitu lelap sepanjang perjalanan di sisi Mahendra. Memang benar, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, sama seperti berada di sisi om Babas, Ameera juga merasakan hal sama ketika bersama Mahendra.
Begitu nyenyak dia terlelap, mungkin karena tadi malam dia tidak tidur sama sekali. Bahkan, dia baru terbangun ketika sudah berada di dalam mobil yang membuat Ameera gelagapan dan terjaga sejaga-jaganya.
"Anda sudah bangun, Nona?" Suara Mahendra seketika membuat hati Ameera sedikit lebih tenang dan baru bisa menyimpulkan jika mereka tengah dalam perjalanan ke tujuan yang sesungguhnya, hampir saja dia berteriak dan menduga yang tidak-tidak.
Ameera menguap, dia merenggangkan otot-ototnya sebelum kemudian menatap pergelangan tangannya. Memastikan sudah berapa lama dia tertidur, dari yang dia rasa agaknya sudah lama dan cukup untuk menggantikan kekurangan tidurnya semalam.
"Astaga ... Mahen, serius aku tidur selama ini?" tanya Ameera tidak percaya, berkali-kali Ameera pastikan, perhitungannya tidak salah, kurang lebih 5 jam.
"Iya, apa Nona tidak tidur semalam?"
"Huft, ya, Tuhan, bisa-bisanya? Kenapa tidak dibangunkan sejak tadi?" Sebelum menjawab pertanyaan Mahendra, dia sudah lebih dahulu bertanya karena menurutnya hal itu lebih penting.
Bagaimana bisa Ameera tampak tenang saja, sudah jelas dia seperti bayi bagi Mahendra dan hal itu cukup memalukan. Satu hal yang membuat Ameera membenci diri sendiri ialah dia yang tidur bak mati suri, dan anehnya hal itu masih saja kerap terjadi.
Hanya saja, jika terfokus dengan masalah itu, maka sudah pasti hanya buang waktu. Karena itulah, Ameera lebih baik mengalihkan pembicaraan dan terfokus dengan perjalanan panjang yang kini tengah mereka rasakan.
Ameera tidak tahu saat ini mereka berada dimana, tapi yang jelas pesawat yang mereka tumpangi mendarat di salah-satu kota favoritnya, Bandung, Jawa Barat. Selebihnya, dia serahkan pada Mahendra dan pemandangan di luar sana membuatnya merasa tidak perlu banyak bertanya.
Sepuluh menit pertama dia masih menikmati perjalanan, tapi lama kelamaan Ameera mulai merasakan pegal di bagian pinggang dan sedikit mengeluh dengan medan yang dilewati mobil tersebut.
Pemandangan yang tadi dia lihat terlihat menyenangkan, lama-lama berubah seram karena hutannya kian rindang, masuk kategori hutan belantara. Ameera mulai berpikir dan menerka, apa mungkin Mahendra akan membawanya ke pulau terpencil atau semacamnnya.
Hingga, tidak berselang lama penantian Ameera akhirnya usai juga. Setelah melewati perjalanan panjang, mereka tiba di sebuah desa yang masih cukup asri dan kerap Ameera temui di dalam mimpi. Mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan sebuah rumah sederhana, tapi sangat menenangkan.
Tidak hanya rumahnya, tapi juga wanita paruh baya beserta pria gagah yang menyambut kedatangan mereka juga sama menyejukkan di mata Ameera. Kedatangan mereka disambut dengan baik, dan Ameera baru mengerti bahwa mereka adalah pasangan yang merupakan tetua di desa tersebut.
"Walah, cantiknya ... lebih cantik dari yang tv ya, Pak?"
Pujian itu membuat Ameera tersenyum simpul, dari cara bicaranya wanita itu tampak tulus sekali memuji Ameera. "Terima kasih, Bu," balas Ameera sopan, dia cukup salut dengan cara bicara wanita itu.
.
.
Ameera pikir, Mahendra membawanya ke rumah itu dalam rangka melapor sebagai tamu belaka. Ternyata, di tempat itulah Ameera tinggal. Tempat yang akan menjadi rumah selama Ameera melakukan misinya, mengungkapkan perasaan pada Cakra yang merupakan pemuda paling tampan di tanah kelahirannya.
Mata Ameera membasah, dia sudah tidak sabar bertemu empat mata dengannya. Namun, yang menjadi masalah saat ini adalah hari sudah gelap dan Ameera tidak lagi diizinkan untuk keluar rumah.
Tidak hanya itu masalah Ameera, tapi fasilitas di tempat ini cukup membuat Ameera mengelus dada. Hanya demi Cakra, dia harus menerima keadaan dan merasakan hidup dengan segala keterbatasan.
Penerangan seadanya, listrik di tempat ini tidak sestabil di kota besar dan hujan tadi sore membuat Ameera terpaksa menikmati malam dengan lampu minyak yang terlihat begitu aneh di matanya. Selain itu, ada satu lagi yang menjadi masalah utama bagi Ameera dan bisa jadi membuat beberapa pihak menduga dia menghilang dari peradaban, yakni susah sinyal.
"Mahen, kau yakin Cakra benar-benar ada di desa ini?"
"Hm, dia bahkan lahir di desa ini," jawab Mahendra seraya menyeruput kembali kopi hangat yang belum berkurang setengahnya itu.
Ameera mencebik, walau cahaya remang Mahendra dapat melihat jika nona mudanya seperti akan menangis sembari memandangi sekeliling ruangan tersebut, dapat disimpulkan jika wanita itu sedikit tertekan.
"Tapi masa begini, lampunya ya, Tuhan, terus sinyal ays aku bisa gi_"
"Shuut." Mahendra menggeleng pelan seraya meletakkan telunjuknya di bibir, mencoba mengingatkan Ameera agar menjaga ucapannya. "Sudah saya katakan kemarin bahwa Nona mungkin tidak akan mampu menghadapi kenyataannya," lanjut Mahendra yang seketika membuat Ameera menarik-narik rambutnya.
"Tapi kamu tidak bilang kenyataannya seseram ini!! Dengar, bahkan jika aku menutup telingaku dengan kapas sekalipun, suara hewan-hewan itu tetap menang, Mahendra."
Bukannya prihatin, mendengar keluhan putri konglomerat yang baru pertama kali mendengar suara katak secara langsung itu tampak ketakutan bahkan bibirnya pucat pasi.
"Ingat tujuan awal Anda, Nona, ada Cakra yang menunggu pengakuan cinta seorang Ameera Hat_"
Plak
.
.
- To Be Continued -
penasaran kisah Papa Cakra dan mama Meera😀