Pondok pesantren?
Ya, dengan menempuh pendidikan di Pondok Pesantren akan memberikan suatu pengalaman hidup yang berharga bagi mereka yang memilih melanjutkan pendidikan di pondok pesantren. Belajar hidup mandiri, bertanggung jawab dan tentunya memiliki nilai-nilai keislaman yang kuat. Dan tentunya membangun sebuah persaudaraan yang erat dengan sesama santri.
Ina hanya sebuah kisah dari santriwati yang menghabiskan sisa waktu mereka di tingkat akhir sekolah Madrasah Aliyah atau MA. Mereka adalah santri putri dengan tingkah laku yang ajaib. Mereka hanya menikmati umur yang tidak bisa bisa mendewasakan mereka.
Sang Kiyai tak mampu lagi menghadapi tingkah laku para santriwatinya itu hingga dia menyerahkannya kepada para ustadz mudah yang dipercayai mampu merubah tingkah ajaib para santri putri itu.
Mampukah mereka mengubah dan menghadapi tingkah laku para santri putri itu?
Adakah kisah cinta yang akan terukir di masa-masa akhir sekolah para santri putri itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERMINTAAN MAAF
Adira menatap takut suaminya yang tengah fokus pada setumpuk kertas putih yang sedari tadi dibolak balikkan yang tentunya dia sendiri tidak tahu dokumen apakah itu, dia ingin memulai percakapan namun nyalinya tidak cukup.
Isss, iri banget aku tuh sama kamu kertas. Batinya menatap lekat pada setumpuk dokumen itu.
“Kenapa hanya berdiri disitu?” Suara berat dan bas itu menyadarkan lamunan Adira.
“Eh…,” Adira menatap Agra yang masih fokus pada aktivitasnya. “Adira mau bicara ustadz.” Cicitnya pelan. Memainkan ujung hijabnya, sangat lucu.
Agra menatap istrinya, melepaskan kaca mata yang bertengger dihidungnya. “Hm, kenapa?”
Adira perlahan mendekat kearah Agra, tanpa diduga Adira bersimpuh tepat didepan Agra yang menatapnya datar dan dingin itu.
“Sedang apa kamu?” Tanyanya begitu dingin. Membuat Adira menghela napas panjangnya.
Adira kemudian memberanikan diri menggapai perlahan kedua tangan besar suaminya itu untuk ia genggam, posisinya Agra duduk dikursi dan Adira yang bersimpuh didepannya tengah mengenggam kedua tangannya.
“Maaf ustadz, maaf karena kabur dari pondok tanpa izin dulu ke ustadz. Adira salah, Adira minta maaf ustadz. Adira terima kok kalau ustadz mau hukum Adira lagi, tapi jangan hukum Adira dengan ustadz yang dari kemarin tidak mau berbicara dengan Adira.” Lirihnya. Sungguh dia hanya mengikuti kata hatinya.
Agra masih terkejut dengan tindakan tak terduga dari Adira, namun karena ekspresi datarnya itu jadi dia bisa menutupi keterkejutannya. Dia membiarkan Adira selesai dengan kegiatannya.
“Ustadz jangan diami aku lagi, aku benar-benar minta maaf ustadz. Aku takut banget kalau ustadz Agra marah dan diami aku seperti ini.” Ucap Adira penuh penyesalan. Benar, dia telah melakukan kesalahan fatal.
“Hm.”
Adira menatap Agra tanpa melepaskan genggamannya dengan mata yang merah karena menahan tangisannya. “Hm itu iya atau tidak ustadz?” Tanyanya dengan wajah polosnya.
Agra menggigit bagian dalam pipinya, melihat istrinya yang bersikap seperti ini membuat dirinya hampir kehilangan kendali. Astaga dia benar-benar lucu ya rabb batinnya.
Agra menarik Adira hingga duduk dipangkuannya dengan menyamping, membawa kedua tangan Adira untuk memeluk lehernya. Jadi Adira memeluk leher Agra masih dalam keadaan terkejut dan Agra yang memeluk pinggang kecil istrinya, menahannya agar tidak terjatuh.
“Jangan ulangi lagi.” Suara Agra tertahan karena saat ini dia sibuk mencium aroma yang berhasil membuatnya candu. “Jangan buat saya khawatir Adira.”
xxx
Dirumah Abrahan dan Aruna.
“Aku janji bakalan jadi istri yang baik ustadz, tapi kalau suatu hari nanti aku khilaf lagi aku minta maaf lagi ya ustadz.”
Abraham mengusap keningnya dengan pelan, setelah kembali dari Aula tadi. Aruna menggiringnya duduk di sofa ruang tamu lalu Aruna dengan kesadaran penuh dan raut wajah yang tentunya sedikit membuat Abraham hampir saja luluh meminta maaf kepadanya.
“Tidak usah bilang begitu, jika masih berniat mengulanginya lagi Aruna.” Ujar Abraham. Melepaskan kopiahnya lalu meletakkannya di atas meja kaca itu.
Aruna yang duduk disebelah Abraham menggerutu. “Janji banget ustadz, aku bakal usaha tidak buat masalah lagi. Jadi… maafin ya ustadz.” Bujuk Aruna.
Abraham menatap dalam istrinya. “Jangan berjanji Aruna, tapi usahakan tidak membuat masalah lagi. Kamu bisa saja melanggar janji kamu sendiri kapan pun itu, jadi tidak usah berjanji.” Jelasnya.
Aruna sedikit kesal, namun dia tetap harus mendapatkan maaf dari suaminya. “Iya, aku bakal usaha tidak akan mencari masalah lagi. Jadi, ustadz maafin aku kan? Ayolah ustadz…,”
Hufffttt
“Saya sudah memaafkan kamu sejak kemarin, memberimu sedikit hukuman ini agar kamu sadar dan tahu kesalahan kamu itu.”
Aruna tersenyum mendengar kalimat yang keluar dari sosok laki-laki yang telah menjadi suaminya itu. “Benaran aku sudah dimaafkan? Tidak bohongkan?”
“Tidak, untuk apa berbohong.” Jawab Abraham tersenyum tipis. Senyum yang membuat Aruna bisa salah tingkah.
“Terimakasih banyak ustadz.” Tanpa sadar Aruna memeluk lengan Abraham. Abraham kaget namun tersenyum dan membiarkan Aruna melakukan sesuka hatinya.
“Sama-sama, ingat usahakan tidak membuat masalah lagi.”
“Iya ustadz Abraham.”
“Bagus.”
xxx
Ayyara sangat menyesali ucapannya yang mengajak ketiga temannya untuk kabur dari pondok, ingatkan dia bahwa besok-besok tidak akan mengulanginya lagi. Dan juga ingatkan dia bahwa ia memiliki suami yang dingin dan kaku yang membuatnya tidak bisa berkutik.
“Masih mau kabur?” Tanya Abyan dingin dengan wajah datarnya. Menatap Ayyara yang tengah duduk didepannya.
Abyan baru saja selesai shalat dhuha, namun saat selesai dengan do’a-Nya dia dikagetkan dengan kemunculan Ayyara secara tiba-tiba yang duduk tepat dibelakangnya dengan menampilkan senyumnya.
Dan mereka masih berada diposisi yang sama, Ayyara duduk didepan Abyan dan Abyan yang duduk didepan Ayyara dengan tatapan seperti biasanya.
“Tidak ustadz, malam itu aku benar-benar khilaf. Jadi aku minta maaf ya, janji aku tidak akan mengulanginya lagi.” Lirihnya.
Abyan menarik napasnya. “Jika kembali mengulanginya lagi?”
Ayyara menatap Abyan, lalu menunduk kembali. “U-stadz bisa hukum aku lagi, t-api jangan hukum seperti ini ustadz. Ustadz Abyan dari kemarin hanya diam sampai pagi ini, aku benar-benar menyesal dan juga maaf.”
“Kamu tahu betapah khawatirnya saya malam itu? Kamu yang lebih tua dari yang lainnya, dan harusnya kamu bisa jadi contoh untuk teman-temanmu. Bukan malah sebaliknya Ayyara.”
Abyan bahkan menghabiskan sepuluh batang rokok dalam semalaman itu, menghubungi mertuanya namun tak kunjung dibalas membuatnya semakin khawatir dan juga takut jika terjadi sesuatu kepada istrinya.
“Maaf, aku minta maaf ustadz. Malam itu aku…,”
Hap
Ayyara tersentak kaget, mencerna situasi yang membuatnya berada didalam dekapan Abyan. Wajahnya tiba-tiba saja terasa panas membuatnya menyembunyikan wajah yang seperti kepiting rebus itu ke dada biding suaminya, mengirup dengan rakus aroma tubuh Abyan.
“Jangan buat saya khawatir Ayyara.” Lirih Abyan. Mendekap erat istrinya dan mengusap pelan ubun-ubun istrinya.
“Maafin aku ustadz.” Ayyara merasakan jantungnya kian berdetak dua kali lipat dari biasanya. Apa ia sakit jantung? Haruskah dia memeriksanya kedokter jantung?
xxx
“Jangan mengulanginya lagi, kamu tahu betapa khawatirnya saya saat kamu tidak dirumah dan mendapatkan kabar jika kamu kabur dari pondok malam-malam? Saya hampir ingin memukul orang Almaira.”
Benar, malam itu saat ketiga temannya telah kembali kerumah masing-masing dia sengaja memperlambat langkahnya. Dia butuh udara dinginnya malam lebih lama, ke khawatiran terhadap istrinya membuatnya hampir kehilangan kendali.
Seorang santri tak sengaja menabraknya, hingga membuatnya tersulut emosi dan hampir saja memukul santri putra itu jika saja tak segera sadar karena tarikan pada tubuhnya yang dilakukan oleh santri putra lainnya.
Almaira benar-benar menyesali perbuatannya. “Maaf ustadz, harusnya aku tidak pergi malam itu dan tidak membuat ustadz khawatir.” Lirih Almaira.
Bima mengusap pelan ubun-ubun Almaira, lalu terseyum. “Saya bersyukur kamu kembali kepondok dalam keadaan baik-baik saja, itu sudah membuat saya tenang. Lain kali jangan pernah meninggalkan pondok tanpa izin dari saya atau pembina asrama.”
Almaira tersenyum haru, tidak sulit mendapatkan maaf dari Bima. “Terimakasih ustadz, aku janji tidak akan mengulanginya lagi.”
Bima tersenyum tipis. “Jangan berjanji Almaira, kamu harus usahakan tidak akan mengulanginya lagi. Usahakan untuk tidak melanggar aturan, ingat kamu sudah kelas tiga dan itu waktu bukan untuk bermain-main lagi.”
Ah idaman sekali ustadz Bima ini, sepertinya Almaira sangatlah beruntung memiliki suami seperti ustadz Bima ini.
Almaira mengangguk kecil, lalu membalas senyum milik suaminya. “Hu’um aku bakalan usaha ustadz, tapi… maaf lagi ya kalau sewaktu-waktu aku dan yang lainnya khilaf lagi, heheh.”
Bima tersenyum, tangannya kembali mengusap pelan ubun-ubun Almaira. “Tapi jangan sampai disengaja, saya akan jauh lebih marah lagi Almaira.”
“Heheh, tidak janji ustadz.”
“Kamu ini, sudahlah. Siapkan sarapannya.”
“Siap ustadz suami!”
wahhhh bagaimana part ini?
jangan lupa tinggalkan jejak 👣 kalian, dan terimakasih😇
semangat 💪👍