NovelToon NovelToon
Ada Kisah Di Pesantren

Ada Kisah Di Pesantren

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikahmuda / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: @nyamm_113

Kiyai Aldan menatap tajam Agra dkk dan Adira dkk. Ruangan ini begitu sagat panas dan terasa sesak dengan aura yang dikeluarkan oleh kiyai Aldan.

“Sedang apa kalian di sana?” Tanyanya pelan namun dingin.

“Afwan kiyai, sepertinya kiyai salah paham atas…,” Agra menutup matanya saat kiyai Aldan kembali memotong ucapannya.

“Apa? Saya salah paham apa? Memangnya mata saya ini rabun? Jelas-jelas kalian itu sedang… astagfirullah.” Kiyai Aldan mengusap wajahnya dengan kasar. “Bisa-bisanya kalian ini… kalian bukan muhrim. Bagaimana jika orang lain yang melihat kalian seperti itu tadi ha? “

“Afwan kiyai.” Lirih mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TIBA-TIBA BERSIFAT KALEM

Para ustadz muda itu tengah memperhatikan para istri yang biasanya membuat ulah dan rusuh kini menjelma menjadi santriwati yang kalem dan perbuhan itu membuat para ustadz muda itu kebingungan.

Dihalaman masjid, didepan sana sangat jelas jika keempatnya tengah membantu istri dari kiyai Aldan membawa barang belanjaannya. Biasanya mobil yang dikendarai oleh salah satu santri akan mengantar hingga Ndalem, namun karena kiyai Aldan memiliki urusan yang mendesak akhirnya umi Fitri meminta untuk diantar sampai gerbang pesantren saja.

“Aneh, mereka ini benar-benar aneh.” Lirih Abraham. Menatap istrinya di tengah lapangan yang berjalan dengan kedua tangannya yang penuh dengan kantong belanjaan umi Fitri.

“Huffttt, seharian mereka tidak membuat masalah. Seperti ada yang aneh dan kurang ya.” Lanjut Bima. Ia menyadari perubahan istrinya, lebih kalem dan sedikit berbeda dari hari sebelumnya.

“Itu lebih baik, dari pada hari sebelumnya.” Ujar Abyan. Walau Ayyara masih menyimpan amarahnya karena perilakunya waktu itu, Abyan tetap bisa merasakan aura positip milik istrinya.

“Biarkan saja, kita lihat sampai dimana mereka akan tenang tanpa membuat kita tekanan darah tinggi.” Kata Bima.

Memangnya Adira, Almaira, Aruna dan Ayyara itu bisa diam dan bersifat kalem seperti saat ini ya? Jika memang iya, maka kita lihat sampai dimana mereka bisa seteng itu.

Agra hanya menghela napasnya dengan pelan, mengingat pagi tadi saat Adira begitu berbeda dari hari biasanya. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa ia senang dengan sifat kalem istrinya itu walau mendadak dan sedikit membuatnya kebingungan.

“Sudah, saya duluan berangkat.” Agra akan berangkat kekantor. Ia sudah siap dengan setelan formalnya yang begitu cocok dengan tubuhnya yang tegap itu.

“Baiklah, saya juga akan berangkat.” Lanjut Abraham mengikuti Agra.

“Ayok sobat, kita juga harus berangkat untuk mencari nafkah.” Kata Bima. Ingin merangkul Abyan namun ditepis lebih dulu oleh Abyan.

Mereka berangkat menggunakan kendaraan masing-masing, pekerjaan Bima ialah seorang pemilik restorant mewah yang sudah memiliki cabang diluar kota dan daerah.

Sedangkan Abyan adalah pemilik hotel bintang lima, ia jarang berangkat hanya sesekali saja untuk memantau pekerjaannya itu seperti pada hari ini.

xxx

“Sudah nak, taruh disitu saja belanjaannya.” Ujar umi Fitri. Duduk di kursi meja makan karena lututnya terasa sakit.

“Na’am umi.”

Adira dan Almaira membawa kantong belanjaan itu ke meja dekat dapur sesuai arahan umi Fitri, lalu kembali keruang makan dimana sudah ada Aruna dan Ayyara yang menunggu mereka berdua.

“Terimakasih sudah membantu umi ya, padahal kalian ini kan tadi mau pamit izin keluar.” Ucap umi Fitri merasa tidak enak dengan para santriwati ini.

“Heheh, tidak apa-apa umi. Kami malah senang bisa membantu umi tadi, lagi pula kami juga tidak terburu-buru kok umi.” Jawab Ayyara mewakili ketiga temannya.

Umi Fitri tersenyum. “Yasudah, lebih baik kalian segera pergi nanti waktu izinnya habis.”

Keempatnya mengangguk, lalu mencium punggung tangan istri dari kiyai Aldan itu secara bergantian dan pamit undur diri.

“Kalau begitu kami izin pamit umi, assalamu’alaikum.” Pamit Adira.

Setelah umi Fitri menjawab salamnya, kemudian Adira menyusul teman-temannya. Tujuan mereka ini adalah makan bakso didepan pondok pesantren Karena ini adalah hari libur sekolah jadi mereka sedikit bebas. Mereka juga sudah izin ke pembina asrama kok, jadi para suami mereka tidak akan marah lagi.

“Pak Mumanto, bakso dua, mie ayam dua, es tehnya 4 ya pak!”

“Siap neng!”

“Okey!”

Almaira tersenyum kepada teman-temannya setelah mendapat tatapan aneh dari ketiganya karena memesan makanan setengah berteriak.

“Heheh, maaf. Soalnya capek kalau mau kesana lagi mesannya, lagian juga cuman ada kita kok.” Bela Almaira sendiri.

“Iya tau, tapi lain kali langsung pesan ke pak Mantonya, jangan berteriak seperti tadi.” Adira mengingatkan Almaira yang hanya tersenyum itu.

“Pesanannya datang!”

Keempatnya berbalik dengan cepat, menatap penuh binary kepada makanan kesukaan semua ummat itu. “Wahhh.”

“Dua mangkok bakso untuk Almaira dan Aruna, dua mangkok mie ayam untuk Adira dan Ayyara.” Ucap Sumanto. “Silahkan dinikmati.”

“Terimakasih pak!”

“Sama-sama, es tehnya nanti menyusul.”

xxx

“Mereka anehnya.” Celetuk Arwin.

“Hm benar, sehari tanpa liat mereka dihukum itu rasanya ada yang hilang entah apa ya.” Lanjut Lion.

“Apakah mereka sudah mulai sadar?” Tanya Supriadi.

Srotttt

Irdan mengangguk dengan sedotan minuman pop ice dimulutnya. “Bagus dong kalau mereka itu sudah mulai sadar, ya walaupun agak aneh melihat mereka yang tiba-tiba kalem seperti itu. Namun, itu lebih baik.”

Mereka tengah duduk dipinggir lapangan bola setelah olahraga pagi bermain bola bersama santri putra lainnya yang juga sedang istirahat karena matahari pagi mulai terasa sangat panas, saat asik menikmati waktu mereka. Didapan sana, ada Adira dkk yang melintas setelah izin dari pondok tadi.

“Mereka pasti habis makan bakso lagi.” Ujar Irdan lagi setelah membuang sampah minumannya di tempat sampah.

Ingat ya, buang sampah pada tempatnya. Jaga lingkungan, dan sadarkan diri sendiri pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

“Pasti lah, mereka lari kemana lagi kalau hari minggu seperti ini? Jelas warungnya pak Sumanto.” Timpal Lion. Begitu hafal dengan kegiatan mereka itu jika sudah hari minggu.

“Mereka itu tidak akan bisa hidup seminggu tanpa makan bakso dan mie ayam.” Lanjut Arwin. Ingatkan dirinya bahwa Ayyara pernah mengajaknya makan bakso disana saat masih pdkt melalui surat itu.

“Hahah, benar. Aku juga pernah hampir mengajak Aruna kesana, namun anak itu punya seribu alasan menolaknya.” Kesal Supriadi.

Puk

“Sabar bro, mau makan bakso? Aku yang teraktir.” Ucap Irdan membuat ketiganya mengangguk.

Di pendopo.

Adira dan Almaira sibuk dengan es creamnya, sedangkan Aruna dan Ayyara sibuk dengan kripik peyeknya. Jangan lupakan pop ice nutrisari jeruk peras sebagai pelengkap mereka.

“Kalian tidak penasaran dengan pekerjaan mereka?” Tanya Ayyara tiba-tiba.

Abyan selalu mengatakan kepadanya bahwa ia memiliki perkerjaan lain selain dari menjadi seorang ustadz di pondok ini, namun Abyan sama sekali belum pernah memberi tahunya pekerjaan apakah itu hingga membuatnya kepo.

“Aku penasaran, selama tinggal seatap dengan ustadz Agra. Tidak pernah tuh dia tidak berhadapan dengan kertas-kertas dan laptopnya, sampai rasanya aku iri dengan kertas-kertas itu.” Jawab Adira setelah menghabiskan es creamnya.

“Cieee, iri tandanya sudah cinta kah?” Mata micing dan jahil Ayyara menatap Adira yang mendengus pelan.

“Kalau iya memangnya kenapa? Lagian cintanya juga kan ke suami sendiri bukan orang lain.” Sewotnya sendiri. Ia tidak menyadari kapan rasa cinta itu hadir, namun Adira bisa pastikan dan sangat yakin jika ia telah mencintai suami dingin dan datarnya itu.

“Aduh, bagaimana rasanya mencintai ustadz sendiri Dir?” Tanya Aruna kepada Adira.

Adira ternyum cerah, secerah cuaca hari ini hingga menampilkan giginya yang rapih itu. “Ah mantap!”

“HAHAH!”

“Hussttt! Jadi, kalian pernah tanya pekerjaan suami kalian itu apa?” Ayyara kembali pada topic awalnya.

“Penasar sih, cuman aku selalu lupa bertanya ke ustadz Bima.” Jawab Almaira.

“Kamu?” Tanya Ayyara kepada Aruna.

“Sama, tadi pagi juga kelihatan buru-buru ustadz Abrahamnya. Katanya punya urusan diluar.” Jawabnya dengan pelan karena saat ini ia tengah sibuk menguyah makanannya.

“Ckkk, kita sudah menikah hampir setengah bulan. Selama itu pula, kita masih belum tahu tentang kehidupan suami kita.” Kesal Ayyara.

“Lagian kenapa sih? Selama uang jajan dan bulanan itu mengalir terus, jangan dipikiran asal mualanya. Udah nikmatin ajah Ayyara.” Tutur Adira sok bijak namun ia pula begitu penasaran dengan kehidupan Agra.

“Iya, tapi… kalau uangnya didapat dari yang tiak benar bagaimana?” Tanya Ayyara lagi mengundang tatapan jengah ketiganya.

“Kamu percaya kalau suami kamu itu ngepet? Pencuri? Jabret? Judi? Percaya kamu?” Cecar Aruna kesal.

Ayyara mendengus kesal. “Ya tidak sih! Tapi aku penasaran banget tau!”

“Ya bertanyalah sama suami kamu, lagian juga kamu kenapa masih marah ke ustadz Abyan? Jangan lama-lama diami suami kamu, nanti dosa terus kamu tidak dapat ridhonya suami.” Adira mengingatkan Ayyara yang sepertinya hanya menyimak saja.

“Ckkk, dikasih tau malah bengong ini anak.” Kesal Almaira melihat Ayyara.

xxx

“Kenapa mengajak ke sini?” Tanya Abraham. Sesekali menghela napasnya karena jengah dengan tatapan semua pengunjung cafe kemeja mereka.

Bima menatap bingung Abraham. “Loh memangnya kenapa? Cafe ini yang paling dekat dengan kantor kita masing-masing, ini dipertengahan kalau kamu tidak tahu.”

“Ente tidak risi diliatin dari tadi? Saya tidak nyaman Bima, saya risi dengan mereka semua termasuk kaum hawa yang sedari tadi diam-diam memotret kita itu.” Kesal Abraham lagi.

“Hahah, biasanya juga bodoh amat sama situasinya. Kenapa sekarang malah rishi?” Tanya Bima. Benar yang ia katakan, dulu Abraham malahan sekalu mengatakan kepada mereka agar bersikap bodoh amat jika mendapat berbagai tatapan seperti saat ini.

“Ini bedah! Kamu tidak ingat istri mu dirumah ha? Aku risi dan takut tak bisa menjaga pandangan, aku akut jika Aruna…,”

“Wihhh, sudah cinta kah anda?” Tanya Bima cepat tanpa mendengar kelanjutan dari ucapan temannya itu.

Agra dan Abyan hanya menyimak saja, sesekali memainkan benda persegi itu. Sama sekali tidak terusik dan tidak peduli apa yang terjadi disekitarnya, yang ada mereka hanya tetap diam ditempat dan sesekali juga menyeruput kopinya.

“Memangnya kau belum cinta dengan istri mu ha?” Bukannya menjawab Abraham malah bertanya kembali kepada Bima.

“Cintalah! Mana mungkin tidak, ingat pernikahan kita ini sudah jalan setengah bulan. Jadi, taka da lagi alasan untuk tidak mencintai Almaira bro.”

1
Nda_Zlnt
lanjut Thor 💪
Rosma Niyah: hanya kau lah yang paling setia/Smile//Curse/
total 1 replies
Nda_Zlnt
lanjut Thor
Delita bae
salam kenal dari saya😇🤗 jika berkenan dukung juga karya saya. 🙏
semangat 💪👍
Nda_Zlnt
semangat Thor
Rosma Niyah: di tunggu ya part 18 nya
Rosma Niyah: makasihhh
total 2 replies
Nda_Zlnt
lanjut Thor
Rosma Niyah: sabar ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!