karya ini murni imajinasi author jika ada kesamaan nama itu hal yang tidak di sengaja
Galang Bhaskara adalah anak yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri waktu masih bayi. Setelah Galang tepat berumur tujuh belas tahun, Galang bermimpi bertemu kakek tua bungkuk yang mengaku sebagai leluhurnya.
Bagaimana perjalanan Galang untuk menjadi pahlawan kota? Dan, akankah Galang menemukan keluarga kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
salah paham
Hari semakin sore, warga-warga yang ada di Desa Sindang disuruh mengungsi oleh para aparat. Saat ini, Galang sedang di gang yang sepi sama sekali, tidak ada orang.
"Keluarlah, aku ingin melihat wujud manusiamu," ucap Galang.
Asap putih tipis keluar dari tubuh Singokolo dan hilang, tertiup angin, menampakan pria berbadan tegak, berambut panjang, memakai mahkota emas, mengenakan pakaian raja-raja zaman dahulu, dan berbola mata merah.
"Mana pusaka itu, tuan? Pelindung mata itu, tuan?" ucap Singokolo.
Galang hanya melongo.
"Kau, kau Singokolo, kau benar-benar tampan, Singo. Aku menyukai penampilanmu yang seperti ini."
"Kau menyukaiku, tuan? Apakah kau menyukai sesama jenis, tuan? Ku kira kau menyukai putri dari penguasa bangsa Pati itu, tuan."
"Bukan begitu, maksudku, Singo. Aku masih normal. Sudahlah, ini kacamata permintaanmu."
"Terima kasih, tuan. Apa fungsi kacamata ini, tuan? Kenapa pandanganku gelap, tuan?"
"Fungsi kacamata itu bisa membuatmu lebih percaya diri saat bertarung, Singo. Kau tidak akan gentar melawan siapapun."
"Benar-benar pusaka yang mematikan."
Galang hanya tersenyum mendengar ucapan Singokolo.
"Kembali masuk tubuhku, Singo. Aku ingin melihat-lihat lokasi Sungai Bengawan."
"Baik, tuan."
********
Nampak di pinggiran Sungai Bengawan, ada seorang gadis berkulit kuning langsat dan pakaian pedesaan sedang mencuci baju. Banyak dukun-dukun dan penganut Ilmu hitam yang memandanginya, tetapi tidak membuat ia takut sama sekali. Gadis tersebut hanya fokus mencuci bajunya.
"Liat tuh cewek cakep," ucap pria paruh baya dengan kumis dan jenggot pada temannya.
"Aneh, yah, itu cewek ko santai banget, padahal kan di sini bakalan ada sungai darah."
"Udahlah, gw bakalan pelet dia buat jadiin pemuas nafsu, hahaha."
Pria paruh baya tersebut menghampiri gadis tersebut.
"Sendirian aja, neng?" ucap pria paruh baya.
"Pergi," ucap gadis tersebut tanpa melirik pria tersebut.
"Hahahaha, jangan sombong-sombong amat, neng. Nanti jadi jomblo lumutan."
"Lebih baik jomblo dari pada punya pasangan dukun. Cuih, sombong sekali kau ini."
"Lalu, kau mau apa?" tanya gadis tersebut kali melirik ke pria tersebut.
Pria paruh baya tersebut membaca mantra dan ditiup di wajah gadis tersebut. Pria paruh tersebut menyunggikan senyum, ia berpikir gadis tersebut akan langsung memeluknya, tetapi dugaannya salah besar. Gadis justru menutup hidungnya dengan tangan.
"Mulutmu bau sekali, orang tua dan plak!" ucap gadis tersebut.
Gadis tersebut menampar pria paruh baya tersebut. Mata teman pria paruh tersebut terbelalak melihat temannya langsung jatuh pingsan dengan hidung mengeluarkan darah.
Gadis itu, meninggalkan dua orang tersebut begitu saja.
Hal yang tidak diketahui ketiga orang tersebut, Galang memperhatikan mereka bertiga.
"Kenapa dengan gadis tersebut, Singo?" tanya Galang.
"Cantik, tuan," jawab Singokolo.
"Aku tahu dia cantik, aku juga melihatnya. Maksudku, apa dia penganut ilmu hitam?"
"Dia bukan penganut ilmu hitam, tuan. Dia memiliki kemampuan, auranya ditekan, hanya terlihat samar-samar.
"Aku penasaran dengannya, lebih aku ikuti," ucap Galang dalam hati.
Gadis tersebut berjalan pulang ke rumahnya, sedangkan Galang diam-diam mengikuti.
"Lihatlah wajahnya, begitu cantik, tuan," ucap Singokolo.
"Aku sudah tahu, Singo. Kau jangan berisik."
"Kurasa kau tidak memandangi wajahnya, tuan. Kau hanya memandangi bagian dadanya saja."
"Kau benar, Singo. Itu terlihat sangat padat dan berisi."
"Sudah ku duga, tuan."
"Kenapa, Singo?"
"Ternyata benar, kau memang tidak menyukai lawan jenis, tuan. Aku baru ingat, kau sering melihat wanita-wanita joget di benda gepeng itu, tuan. Bodohnya aku menuduhmu menyukai lawan jenis."
"DIAMMM!"
Tiba-tiba gadis tersebut berhenti berjalan. "Sampai kapan kau akan mengikuti ku terus, bocah mesum?" ucap gadis tersebut.
"Kenapa dia bisa tahu, Singo?" tanya Galang.
"Mungkin itu salah satu kemampuannya, tuan. Dia bisa mendengar orang yang bertelepati," jawab Singokolo.
"Sial ini gara-gara kau berisik, Singo!" ucap Galang.
Galang berjalan mendekat ke gadis tersebut. Galang dan gadis tersebut berhadap-hadapan, sekitar enam meter.
"Maaf jika aku lancang. Aku hanya penasaran dengan kekuatanmu, nona," ucap Galang.
Gadis tersebut melihat Galang dari atas sampai bawah yang mengenakan pakaian serba hitam. "Sial, aku tidak bisa merasakan auranya. Sebenarnya, seberapa kuat dia?"
"Kenapa aku tidak bisa merasakan auranya, Luna?" tanya gadis tersebut pada khodamnya.
"Entahlah, putri. Mungkin dia sangat sakti sampai-sampai auranya tidak bisa dirasakan," jawab Luna.
"Apa kau penganut ilmu hitam?" tanya gadis tersebut.
Galang mengerutkan keningnya. "Apa dia bodoh? Kenapa dia tidak bisa merasakan auraku?" tanya Galang pada Singokolo.
"Justru kau yang bodoh, tuan. Kau sedang memakai cincin mustika biru. Kau hanya terlihat seperti orang biasa," jawab Singokolo.
Galang nyengir sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal. "Cincin mustika biru apa itu?"
"Cincin mustika biru adalah semacam cincin yang bisa menyembunyikan aura, putri. Entah dari mana dia dapat, tapi tidak menutup kemungkinan kalau dia penganut ilmu hitam," jawab Luna.
"Kalau begitu, serang, Luna!" ucap gadis tersebut.
"Aku bukan..." ucapan Galang terpotong karena tiba-tiba dari dalam tubuh tersebut keluar wanita cantik berselendang melompat sambil menerjang menggunakan tombak.
Galang bersiap menangkis, tetapi Singokolo dengan wujud manusia tampan berkacamata hitam keluar dan menangkis tombak yang mengarah pada Galang dengan cakarnya. "Tidak akan ku biarkan kau menyentuh junjungan ku!"
"Cukup!" teriak Galang.
"Ini hanya kesalah fahaman, nona. Aku bukan penganut ilmu hitam. Aku hanya ingin menjadi temanmu," ucap Galang.
"Buktikan kalau kau bukan penganut ilmu hitam," ucap gadis tersebut.
"Bagaimana membuktikannya, Singo?" tanya Galang pada Singokolo yang di sampingnya.
"Astaga, kenapa saat dengan wanita cantik kau jadi bodoh, tuan? Lepaskan saja cincinmu," jawab Singokolo.
Galang nyengir dan melepas cincinya. Aura yang sangat mengerikan muncul, membuat gadis dan khodamnya tersebut menelan ludah karena merasakan aura Galang.
"Cukup, tuan. Pakai kembali cincin itu," ujar Singokolo.
Galang langsung memakai cincinya. "Bagaimana? Itu sudah terbukti, bukan?"
"Baiklah, itu sudah cukup. Ayo, kerumahku," ucap gadis tersebut. "Luna, kembali ke tubuhku!"
Luna tidak kembali pada tubuh gadis tersebut, tetapi mematung memandangi Singokolo yang memakai kacamata. "Hey, kenapa denganmu, dada jeruk?" ucap Singokolo.
"Ti tidak apa-apa," ucap Luna, lalu langsung kembali ke tubuh gadis tersebut.
Gadis tersebut berjalan, dan diikuti Galang dari samping.
Beberapa menit perjalanan, Galang sampai di rumah gadis tersebut. Rumah yang sederhana, tidak beda jauh dari rumah Galang.
"Maaf yah, mas. Rumahku ga bagus," ucap gadis tersebut.
"Tidak apa-apa, rumahku juga sama seperti rumahmu. Ayo, silahkan masuk," ucap gadis tersebut.
Galang masuk ke rumah tersebut. "Silahkan duduk."
Galang duduk, sementara gadis tersebut ke belakang menaruh bajunya dan membuatkan minum untuk Galang.
"Silahkan diminum," ucap gadis tersebut sambil menyodorkan teh hangat.
Galang meminum teh hangat. "Nama kamu siapa?"