Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dulu dan sekarang
"Mas, ini rumah kita?" tanya Lia dengan mata berbinar saat melihat rumah berlantai dua yang ada dihadapannya.
"Ya, ini rumah kita. Gimana? Kamu suka?"
Antusias, wanita itu mengangguk. Ia benar-benar sudah tak sabar untuk tinggal di rumah itu dan menjadi nyonya rumah yang berkuasa.
"Suka banget, Mas. Kita masuk, yuk!"
"Ya, ayo!"
Firman membawa istri mudanya masuk ke dalam rumah. Pria itu sedikit kebingungan kala ia membuka pintu dan tidak menjumpai Kalila yang biasanya selalu siap siaga menyambutnya didepan pintu.
"Kemana istri bulukmu, Man?" tanya Bu Midah keheranan. "Tidak biasanya kamu pulang dan dia tidak menyambut kamu didepan pintu."
Dirinya sama seperti Firman. Agak heran, karena ada kebiasaan yang mendadak hilang.
"Firman juga nggak tahu, Bu. Dari tadi siang, handphone-nya juga nggak bisa dihubungi."
Ya, sedari siang Firman sudah berulangkali mencoba untuk menghubungi Kalila. Akan tetapi, wanita yang ia nikahi lima tahun lalu itu tidak dapat dihubungi sama sekali.
"Apa jangan-jangan dia gantung diri didalam kamar?" tebak Bu Midah asal.
"Mana mungkin, Bu," sangkal Firman dengan ekspresi kaget.
"Lebih baik kamu cek dia di dalam kamar, Man! Takut dia beneran nekat. Sayang kan, kalau babu gratisan kita keburu modar?"
Tanpa pikir panjang, Firman lekas berlari ke dalam kamar miliknya dan Kalila. Dibukanya pintu kamar tersebut kemudian terburu-buru mencari saklar lampu dan menyalakannya.
"Kalila?" panggil Firman.
Nihil. Yang ia cari tak ada didalam kamar. Bahkan, jejaknya pun tidak ada. Kamar itu masih terlihat sangat rapi seolah belum disentuh siapa-siapa sejak tadi pagi.
"Kalila?? Kamu dimana?" teriak Firman.
Ia keluar dari kamar lalu berjalan cepat menuju ke dapur. Namun, hasilnya tetap sama. Kalila tak ada dimana pun.
"Apa jangan-jangan... Kalila malah bunuh dir! di jalan?" celetuk Bu Midah lagi.
Diam-diam, Lia tersenyum samar mendengar ucapan mertuanya. Semoga saja, tebakan sang Ibu mertua benar. Semoga, Kalila benar-benar mengakhiri hidupnya sendiri supaya Lia bisa menjadi satu-satunya istri Firman.
"Nggak mungkin, Bu. Kalila tidak mungkin seperti itu," sanggah Firman.
"Semoga saja ya, Man! Ibu juga belum siap kehilangan Kalila. Kalau nggak ada dia, nanti siapa yang bakal mengurus Ibu dan rumah ini?"
"Mas, Lia lapar," rengek Lia sambil bergelayut manja di lengan sang suami.
"Bu, ada makanan, nggak?" Firman bertanya pada sang Ibu.
Bu Midah berjalan menuju ke meja makan dan membuka tudung saji yang ada disana. Namun, isinya ternyata masih kosong.
"Kosong, Man,"jawab Bu Midah kesal. "Si burik itu!!" geramnya. "Beraninya dia kelayapan tanpa memikirkan orang rumah mau makan apa. Benar-benar menantu sialan!"
"Jadi, gimana dong, Bu?" tanya Lia. "Lia udah kelaparan ini."
"Masak, gih!" pinta Bu Midah.
Mata Lia seketika membeliak kaget. "Hah? Lia, Bu? Lia mana bisa masak."
"Loh, kalau nggak bisa masak, terus kamu bisanya apa?"
"Ya, melayani Mas Firman di ranjang dong, Bu! Iya kan, Sayang?" Lia mencolek dagu Firman hingga membuat pria itu jadi salah tingkah.
"Ngomong apa kamu, ini! Dasar nggak tahu malu!" dengkus Bu Midah dengan mata mendelik.
Andai Firman tak cinta mati pada Lia, mana mungkin dirinya sudi merestui sang putra untuk menikahi perempuan yang putus urat malu macam Lia.
"Mending pesen online aja deh, Mas!" usul Lia kemudian.
"Tapi, aku udah nggak ada duit, Sayang."
"Pakai duit Ibu, dong! Kan, duit Ibu juga pemberian dari kamu."
Mendengar ucapan menantu barunya, Bu Midah semakin bertambah kesal. Belum apa-apa, Lia sudah mulai menghasut Firman.
"Nggak ada. Uang Ibu juga sudah habis," tolak Bu Midah beralasan. "Lagian, uang yang sudah terlanjur berada di tangan Ibu, artinya sudah sah menjadi milik Ibu dan tidak boleh diganggu gugat."
"Kalau pakai uang kamu saja, bagaimana, Sayang?" tanya Firman kepada sang kekasih.
"Uangku juga sudah menipis, Mas." Lia menjawab dengan sangat ketus. "Kenapa nggak pake M-banking aja sih, Mas?"
Seketika, Firman menepuk jidatnya sendiri. Bagaimana mungkin dia lupa, jika dia masih memiliki aplikasi perbankan yang bisa digunakan untuk bertransaksi melalui ponselnya.
"Astaga, aku lupa."
"Ya sudah kalau gitu. Buruan pesan, gih!" ucap Lia dengan hati yang senang.
Lekas Firman melakukan apa yang diminta oleh sang istri muda. Ia segera memesan makanan dan hendak melakukan pembayaran via transfer.
Namun, hal mengejutkan tiba-tiba saja terjadi.
"Loh, kemana semua uang di rekeningku?" pekik Firman kaget.
"Kenapa, Mas?" tanya Lia penasaran.
"U-uang Mas, Lia! Uang Mas di ATM semuanya raib."
"Apa?" pekik Lia dan Bu Midah secara bersamaan.
*
"Gimana, Bang? Sudah selesai?" tanya Kalila kepada sang kakak.
"Sudah. Isi ATM milik Firman, dua-duanya sudah Abang kosongkan."
"Bagus. Terimakasih," ucap Kalila puas.
"Tapi, bagaimana jika seandainya kamu akhirnya ketahuan, Lila? Apa tidak berbahaya untuk keselamatan kamu?"
Kalila tersenyum. Ia menatap manik sang kakak dalam-dalam.
"Aku sudah punya rencana untuk mengantisipasi hal itu, Bang. Jadi, Abang tenang saja!"
Kalandra menghela napas panjang. Ia tak bisa berbuat apa-apa selain menuruti kemauan adiknya.
"Malam ini... Lila boleh tidur di rumah? Lila kangen kamar Lila," tukas Kalila kemudian.
"Boleh. Tentu saja boleh," angguk Kalandra bahagia. "Tapi, kalau pengemis itu sibuk mencari kamu, bagaimana?"
"Biarkan saja! Lila nggak peduli."
"Menurutmu... Saat ini si pengemis itu sedang apa?" tanya Kalandra penasaran.
"Mungkin sedang gelisah mencari tahu kemana hilangnya kartu ATM dan isinya?" tebak Kalila sembari mengendikkan bahunya.
"Kamu suka melihatnya menderita, Lila?"
"Dulu tidak. Tapi, sekarang... Iya."
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana