Pertemuan tanpa sengaja, membawa keduanya dalam sebuah misi rahasia.
Penyelidikan panjang, menyingkap tabir rahasia komplotan pengedar obat terlarang, bukan itu saja, karena mereka pun dijebak menggunakan barang haram tersebut.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Akankah, Kapten Danesh benar-benar menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#29. Apa Pekerjaannya?•
#29
Semua lemas, wajah lelah itu semakin kesal karena pria yang mereka tangkap justru korban penipuan untuk kasus berbeda.
Danesh menunduk kesal menatap lantai tempat ia berpijak, rasa marah, dongkol, kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa, bercampur jadi satu, hingga ia susah mendefinisikan apa yang ia rasakan saat ini.
Marco dan Bastian pun melakukan hal serupa dengan Danesh. Namun Marco masih mencoba memberikan Danesh dan Bastian semangat, ia menepuk punggung kedua sahabatnya, sebagai bentuk support dan harapan suatu saat kasus ini akan terpecahkan.
Sementara Dhera, ia menyisir setiap sudut lokasi, tempat itu adalah toilet umum yang disekat dinding pembatas, ada ruang laktasi serta mushola kecil, karena toilet perempuan pun berada di sana.
Di sudut rak sepatu, Dhera melihat sebuah kresek berwarna hitam yang sudah lusuh.
“Mas, itu kresek apa ya?” tanya Dhera pada salah satu petugas cleaning service.
Pria itu mengerutkan keningnya, karena ia pun baru menyadari keberadaan benda tersebut, “Entahlah, Saya juga baru lihat, perasaan kemarin gak ada.”
Tanpa pikir panjang, Dhera segera mengambil kresek hitam tersebut. Dari luar benda tersebut memang tak terlihat mencolok apalagi mencurigakan, tapi setelah dibuka Dhera cukup terperangah dengan apa yang ada di tangannya saat ini.
“Kapt!! Aku menemukannya!”
Teriakan Dhera membuat Danesh, Marco, dan Bastian kompak menoleh. Bergegas mereka menghampiri Dhera yang tengah memegang bungkusan di tangannya.
Usai melihat isi bungkusan tersebut, mulai timbul banyak pertanyaan. Siapakah kurir yang meletakkan barang terlarang tersebut, kapan ia meletakkannya, dan kenapa tak seorang pun melihat kehadirannya.
“Apakah ini berarti kita gagal lagi?” Gumam Marco.
“Tidak sepenuhnya, karena kini kita memiliki barang yang selama ini mereka perjual belikan,” timpal Dhera.
“Baiklah, ayo kita bawa dulu, semoga setelah ini ada jalan menangkap pelaku.”
Danesh mengajak anak buahnya meninggalkan mall, agar keberadaan mereka tak terlalu menarik perhatian pengunjung yang lain.
“Kapt, mobil kami di basement lantai 3,” pamit Bastian, karena tadi mereka datang dengan mobil terpisah.
“Sampai jumpa di kantor.” Danesh melambaikan tangan, ia dan Dhera pun kembali melanjutkan langkahnya menuju Basement tempat mobil mereka di parkirkan.
“Menurutmu, kapan tepatnya kurir itu meletakkan barang ini?” tanya Dhera ketika Marco dan Bastian sudah menghilang di balik pintu lift.
Danesh menghembuskan nafas, “Entahlah, jelas sekali bahwa mereka bukan orang-orang amatir, kemungkinan seperti ini pasti sudah mereka perkirakan sebelum mengirim barang.”
“Bagaimana kalau kita periksa CCTV.”
Danesh menatap Dhera, kenapa tak terpikirkan untuk memeriksa rekaman CCTV. “Sepertinya bukan ide buruk.”
Keduanya bergegas menghampiri security, guna menanyakan dimanakah letak ruangan kontrol pengawasan. Namun belum sempat mereka melangkah jauh, perhatian Dhera tertuju pada sosok wanita yang menatap dingin ke arahnya.
Yah, wanita itu tak lain tak bukan adalah bu Rita, yang sepertinya sedang bertemu salah seorang temannya. “Kapt, pergilah ke ruang kontrol, aku akan menyapa mereka.”
Tanpa memberi kesempatan Danesh untuk bertanya lebih lanjut, Dhera melangkah memasuki restoran oriental, tempat nyonya Rita dan temannya berada.
Danesh tak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi meninggalkan Dhera pun tak ia lakukan, entah apa yang menahan langkah kaki Danesh.
Lima menit kemudian, Dhera kembali menghampiri Danesh, “Kapt, maukah Kamu menolongku?”
Danesh mengerutkan kedua alisnya, ia masih bingung hendak menjawab apa, sementara Danesh sendiri belum tahu bentuk pertolongan seperti apa yang dimaksudkan Dhera. “Kapt, kenapa malah melamun?”
“Baiklah, apa yang harus kulakukan?” tanya Danesh.
“Kapten cukup ikuti aku, diam, dan jangan membantah apapun yang aku katakan.”
Danesh mengangguk, kemudian Dhera menggandeng tangan pria itu memasuki restoran. “Kenalkan Bu, namanya Danesh, kami sudah beberapa bulan ini berpacaran.”
Wajah Danesh yang semula datar, mendadak kaku dan tegang, susah payah ia menelan ludah, karena hendak protes pun ia tak bisa, mengingat Dhera sudah melarangnya bicara.
Nyonya Rita dan wanita yang bersamanya nampak melirik aneh penampilan pria yang Dhera aku sebagai kekasih.
Sialnya Danesh sedang memakai pakaian favoritnya, yang mana pakaian tersebut sering membuat nyonya Bella sakit kepala. Karena beliau merasa pakaian yang dibelinya di mall semuanya normal, bermerk terkenal, tanpa ada cacat sedikitpun, tapi ketika Danesh mengenakannya, kenapa semua terlihat seperti barang bekas. 🤣🤭
Jeans belel yang sengaja dibuat lubang di kedua lututnya, kaos oblong warna abu-abu dipadu kemeja kotak-kotak yang sengaja tak ia kancingkan, nasib Danesh semakin apes karena warna kemeja tersebut sudah memudar. Ditambah sepatu kets yang memudahkannya berlari bila diperlukan, jelas saja di mata bu Rita dan bu Tita, penampilan Danesh benar-benar tak memperlihatkan siapa pria itu sebenarnya, dan dari keluarga mana ia berasal.
Jadi jangan heran jika kemudian tercetus pertanyaan dari mulut bu Tita, wanita yang saat ini bersama bu Rita. “Apa pekerjaan pria ini?”
“Kurir,” jawab Dhera tanpa beban, membuat Danesh mengumpat dalam hati. Ingin rasanya Danesh menyumpal mulut Dhera, tapi ia pun tak bisa menyalahkan Dhera, karena gadis ini bukan orang pertama yang berprasangka buruk tentang dirinya yang lebih nyaman berpakaian ala kadarnya.