NovelToon NovelToon
Hot Apocalypse

Hot Apocalypse

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Persahabatan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Hari Kiamat / Toko Interdimensi
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rifky Aditia

Pada tahun 2050, bumi dilanda kekeringan dan suhu ekstrem. Keitaro, pemuda 21 tahun, bertahan hidup di Tokyo dengan benteng pertahanan anti-radiasi. Namun, tunangannya, Mitsuri, mengkhianatinya dengan bantuan Nanami, kekasih barunya, serta anak buahnya yang bersenjata. Keitaro dibunuh setelah menyaksikan teman-temannya dieksekusi. Sebelum mati, ia bersumpah membalas dendam.

Genre
Fiksi Ilmiah, Thriller, Drama

Tema
1. Pengkhianatan dan dendam.
2. Kekuatan cinta dan kehilangan.
3. Bertahan hidup di tengah kiamat.
4. Kegagalan moral dan keegoisan.

Tokoh karakter
1. Keitaro: Pemuda 21 tahun yang bertahan
hidup di Tokyo.
2. Mitsuri: Tunangan Keitaro yang mengkhianatinya.
3. Nanami: Kekasih Mitsuri yang licik dan kejam.
4. teman temannya keitaro yang akan
muncul seiring berjalannya cerita

Gaya Penulisan
1. Cerita futuristik dengan latar belakang kiamat.
2. Konflik emosional intens.
3. Pengembangan karakter kompleks.
4. Aksi dan kejutan yang menegangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Aditia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15: MENUJU SHINJUKU

Keitaro dan Kenta memutuskan untuk berangkat malam itu juga. Suasana malam di Tokyo lebih dingin dan memungkinkan mereka bergerak tanpa terlalu menarik perhatian. Setelah mempersiapkan semua perlengkapan, Keitaro memandangi beruang yang sedang berbaring di sudut benteng.

“Kau tinggal di sini,” kata Keitaro dengan nada tegas sambil menepuk kepala beruang itu. “Jagalah tempat ini. Jangan biarkan siapa pun masuk.”

Beruang itu mengangkat kepalanya sejenak, lalu menunduk seolah mengerti. Kenta mengamati interaksi itu dengan senyum tipis. “Aku masih tidak percaya kau bisa membuat seekor beruang jadi penjaga benteng.”

Keitaro tersenyum kecil sambil menyandang ranselnya. “Dia lebih bisa diandalkan daripada yang kau kira. Ayo, kita harus segera pergi.”

Sebelum memulai perjalanan menuju Shinjuku, Keitaro dan Kenta memutuskan untuk menjual harta yang mereka temukan di goa misterius beberapa waktu lalu. Harta itu terdiri dari beberapa perhiasan kuno dan artefak langka yang bernilai tinggi.

Mereka membawa harta tersebut ke distrik pasar gelap di Tokyo. Mereka menyusuri lorong-lorong sempit yang penuh dengan pedagang bayangan hingga menemukan seorang kolektor kaya yang dikenal sebagai “Tuan Arima.”

Tuan Arima, seorang pria paruh baya dengan rambut abu-abu rapi dan pakaian mahal, memeriksa harta mereka dengan hati-hati menggunakan kaca pembesar. Senyumnya semakin lebar saat ia menyadari keaslian perhiasan dan artefak kuno.

“Ini adalah barang-barang yang luar biasa,” katanya sambil mengetuk meja kayu di depannya. “Aku belum pernah melihat koleksi seperti ini.”

“Kami ingin menjual semuanya,” ujar Keitaro dengan suara tegas. “Berapa kau berani membayar?”

Tuan Arima mengangguk, memutar-mutar cincinnya sambil berpikir. “1,1 miliar yen. Itu penawaran terbaikku. Kau tidak akan mendapatkan harga lebih baik di tempat lain.”

Kenta hampir kehilangan keseimbangan mendengar angka itu, tetapi Keitaro tetap tenang. “Kami setuju,” katanya akhirnya.

Tuan Arima menyerahkan sebuah koper besar yang berisi uang tunai, lalu meminta asistennya membawa harta itu ke ruang penyimpanan. Sebelum mereka pergi, Tuan Arima menatap mereka dengan pandangan penuh arti.

“Berhati-hatilah dengan uang sebanyak itu,” katanya. “Dunia di luar sana tidak ramah kepada orang-orang kaya.”

Keitaro hanya tersenyum tipis. “Kami tahu cara menjaga diri. Terima kasih atas transaksinya.”

Keitaro membuka sistemnya dan memasukkan koper itu ke dalam inventaris sistem.

“Kenapa kau tidak menaikkan harganya seperti saat menjual barang lelang?” tanya Kenta.

Keitaro menjawab dengan santai, “Tidak perlu. Kita harus buru-buru. Lagian kiamat panas sudah dekat, benteng kita juga sudah jadi. Kita tidak perlu uang banyak.”

Kenta mengangguk mengerti.

Pembelian Senjata Api

“Kenta,” ujar Keitaro sambil memeriksa peta. “Kita pergi ke toko senjata untuk membeli senjata api.”

Kenta tampak ragu. “Kita benar-benar butuh senjata api? Maksudku, bukannya itu dilarang?”

Keitaro mengangguk tegas. “Kau tahu apa yang terjadi di kehidupan sebelumnya. Setelah kiamat panas tiba, orang-orang saling menjarah di tengah panasnya bumi. Kita tidak bisa hanya mengandalkan alat-alat sederhana.”

Setelah memastikan uang tunai yang cukup, mereka menuju toko senjata di distrik pasar gelap Tokyo. Di tengah jalan, penjual barang-barang ilegal menawarkan segala macam perlengkapan, dari perangkat elektronik canggih hingga senjata api berteknologi tinggi.

Mereka mendekati salah satu kios kecil dengan tanda yang hanya bertuliskan “Perlindungan Abadi.” Penjualnya, seorang pria tua dengan penampilan mencurigakan, menyambut mereka dengan senyum lebar.

“Cari apa, anak-anak muda? Pisau? Tongkat setrum? Atau mungkin… sesuatu yang lebih kuat?” tanyanya dengan nada rendah.

Keitaro langsung ke intinya. “Senjata api. Kami butuh yang ringan, andal, dan tidak terlalu mencolok.”

Penjual itu mengangguk, lalu membuka laci di bawah mejanya. Ia mengeluarkan beberapa pilihan, termasuk pistol semi-otomatis, shotgun kecil, dan senapan serbu lipat.

“Ini pilihan terbaikku,” katanya sambil menunjuk salah satu pistol. “Ringan, akurat, dan mudah disembunyikan. Harga 150 ribu yen per unit.”

Keitaro memeriksa pistol itu dengan hati-hati. “Berapa banyak peluru yang kau tawarkan?”

“Lima magazin penuh untuk setiap unit,” jawab penjual itu.

Keitaro juga menanyakan tentang busur X, senjata jarak jauh yang senyap dan efisien. Setelah mendengar penjelasan, ia memutuskan untuk membeli beberapa unit busur tersebut bersama dengan anak panah khusus yang memiliki ujung baja anti-karat.

Total pembelian mereka mencakup:

4 pistol semi-otomatis (150 ribu yen per unit)

2 shotgun kecil (300 ribu yen per unit)

1 senapan serbu lipat (500 ribu yen)

2 busur X dengan 50 anak panah baja (750 ribu yen per unit)

1000 Peluru tambahan untuk setiap senjata (termasuk peluru hollow point)

Total pengeluaran mencapai 50 juta yen.

Setelah selesai bertransaksi, Keitaro memasukkan semua senjata dan amunisi ke dalam inventaris sistem. Dengan perbekalan itu, mereka akhirnya melanjutkan perjalanan ke Shinjuku.

Malam di Tokyo terasa sunyi, hanya diselingi suara kendaraan sesekali melintas di jalan utama. Keitaro dan Kenta memilih melewati jalur yang lebih sepi untuk menghindari perhatian karna mereka sudah ditargetkan Nanami. Jalan-jalan kecil yang mereka tempuh dipenuhi bayangan gedung-gedung tinggi yang tampak seperti raksasa tidur.

“Kau yakin titik pertama ada di sini?” tanya Kenta

Keitaro mengangguk. “Ya, ini titik terdekat. Kita akan tiba dalam waktu kurang dari dua jam jika terus berjalan tanpa henti.”

Mereka melangkah dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang membuntuti. Kenta, yang biasanya lebih santai, kali ini tampak waspada. “Apa kau merasa ada yang mengawasi kita?” tanyanya pelan.

Keitaro berhenti sejenak, mengamati sekeliling. Jalan di depan tampak kosong, tapi instingnya mengatakan hal yang sama. “Bisa jadi. Tetap siaga. Jika sesuatu terjadi, kita sudah siap.”

Setelah berjalan selama satu jam, mereka sampai di sebuah area yang mulai dipenuhi dengan gedung-gedung tua dan lorong gelap. Udara di sekitar semakin dingin, membuat napas mereka terlihat seperti asap tipis di bawah cahaya bulan.

“Titik pertama ini di mana tepatnya?” tanya Kenta.

Keitaro menunjuk ke depan. “Di sebuah gedung apartemen tua di ujung jalan itu.”

Gedung apartemen tersebut tampak lusuh, dengan cat yang terkelupas dan beberapa jendela pecah.

“Kalau benar, salah satu rekan kita seharusnya ada di sini,” gumam Keitaro.

Kenta menatap gedung itu dengan ragu. “Kau yakin ini aman? Tempat ini terlihat seperti sarang masalah.”

“Tempat ini mungkin terlihat menyeramkan, tapi tidak ada yang perlu ditakutkan. Ayo masuk.”

Mereka berjalan mendekati gedung itu, pintu depannya yang terbuat dari besi berkarat setengah terbuka. Keitaro mendorongnya perlahan, dan suara deritannya menggema di malam sunyi.

“Berhati-hatilah,” bisik Keitaro sambil mengeluarkan salah satu pistol semi-otomatis dari inventarisnya dan memberikan 1 juga kepada Kenta.

Mereka melangkah ke dalam, menemukan lorong panjang yang remang-remang dengan lampu neon yang berkelap-kelip. Udara di dalam gedung terasa pengap, seolah tempat ini telah lama ditinggalkan.

Keitaro memimpin jalan, sementara Kenta mengawasi belakang mereka. Sistem Keitaro mulai memindai area, memberikan tanda samar di lantai tiga gedung itu.

“Kita harus naik ke atas,” ujar Keitaro dengan suara rendah.

Kenta mengangguk dan mengikuti. Mereka menaiki tangga yang berderit di setiap langkah, membuat suasana semakin mencekam. Saat mereka sampai di lantai tiga, Keitaro berhenti. Ia melihat sebuah pintu di ujung koridor dengan tanda sistem yang berkedip-kedip di peta holografiknya.

“Di sana,” bisik Keitaro.

Dengan hati-hati, ia mendekati pintu itu. Namun, sebelum ia sempat mengetuk atau membuka, terdengar suara dari dalam. Seseorang tampaknya sedang berbicara dengan nada rendah, meski kata-katanya tidak jelas.

Keitaro menoleh ke Kenta, memberikan isyarat untuk bersiap. Ia mengangkat pistolnya, bersiap menghadapi apa pun yang ada di balik pintu itu. Dengan satu gerakan tegas, ia membuka pintu tersebut.

Apa yang mereka temukan di dalam benar-benar tak terduga.

1
dewi_oetari14
bagus cerita nya. jarang ada cerita bencana gini, sama seperti cerita akhir jaman
Gear 5
Update bang
Mizuu
noo keitaroo
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!