Follow IG @thalindalena
Add fb Thalinda Lena
"Tidak mau sekolah kalau Daddy tidak mau melamar Bu Guru!!!" Gadis kecil itu melipat kedua tangan di depan dada, seraya memalingkan wajahnya tidak lupa bibirnya cemberut lima senti meter.
Logan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Pusing menghadapi putri kecilnya kalau sudah tantrum begini. Anaknya pikir melamar Bu Guru seperti membeli cabai di super market?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lena linol, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih berusaha
Seharian Lara termenung di kamar. Punggungnya menyender ke headboard tempat tidur, pandangannya kosong tapi kedua matanya tidak henti mengeluarkan air mata. Pikirannya berkecamuk, dan jiwanya sedikit terguncang setelah mengetahui semua kebenaran yang ia temui.
Kata Andai terus terngiang di telinganya.
Andai saja kalau dulu Logan berkata jujur padanya, mungkin ia tidak akan menjodohkan dengan Milena, dan juga tidak akan bersikap kasar pada Keira.
Andai saja kalau dulu Aston juga jujur padanya, mungkin semua tidak akan rumit seperti ini.
Lara merasa gagal menjadi orang tua. Dia merasa bodoh karena tidak mengerti perasaan kedua putranya.
Andai saja perjodohan itu tidak terjadi, mungkin Milena saat ini masih di dunia ini. Rasa bersalahnya kepada Danna semakin besar.
Lara menarik nafas dalam berharap rasa sesak di dalam dadanya sedikit mengendur, tapi sayangnya rasa sesak itu malah semakin terasa, seolah menekan dada dan mencekik lehernya.
Ceklek.
Lio masuk ke dalam kamar, ia membawa nampan berisi makanan untuk sang istri. Ia menatap sedih dan prihatin dengan kondisi istrinya.
“Sweetheart.” Lio memanggil istrinya setelah meletakkan nampan di nakas, lalu mendudukkan diri di tepian tempat tidur. “Kau dari pagi belum makan sama sekali.”
“Aku tidak lapar,” jawab Lara, lirih.
Lio meraih salah satu tangan istrinya lalu menggenggamnya erat dan hangat. “Nanti kau sakit.”
“Biarkan saja aku sakit. Karena rasa sakitku tidak akan menyembuhkan luka hati orang-orang yang sudah aku sakiti. Lio, aku merasa bersalah kepada Aston, Milena, Keira, Logan dan Danna. Aku ... hiks ... hikss ...” Lara tidak sanggup melanjutkan ucapannya, berujung tangisnya kembali pecah dan air matanya meluber, membasahi kedua pipinya.
Lio langsung menarik istrinya ke dalam pelukannya. “Kau tidak bersalah.” Ia berusaha menenangkan istrinya.
Lara menggeleng dalam pelukan tersebut. “Aku bersalah. Aku gagal menjadi orang tua. Aku gagal menjadi seorang ibu. Aku kacau, Lio,” ucap Lara di sela isak tangisnya.
“Aku juga turut andil dalam masalah ini, Lara. Jangan menyalahkan dirimu sendiri,” ucap Lio seraya mengusap punggung istrinya berulang kali, berharap istrinya menjadi lebih tenang. “Semua yang sudah terjadi tidak akan bisa kita di ubah, dengan kata lain semuanya sudah menjadi takdir. Tapi, kita bisa agar memperbaiki kesalahan yang bisa di perbaiki.” Lio berusaha tenang dan bijak meski dirinya pun merasakan rasa bersalah yang amat besar kepada semua orang.
*
*
Logan berdiri di depan unit apartemen Keira. Menggaruk salah satu kakinya dengan kaki lain. Kedua kakinya terasa pegal dan kesemutan karena terlalu lama berdiri di sana.
“Kei, aku mohon buka pintunya! Aku sudah berdiri di sini dari siang!” Logan tidak menyerah, ia terus berjuang dan berusaha agar bisa bertemu dengan Keira.
“Untuk apa kau masih di sana? Pergi sana!” usir Keira melalui intercom.
“Aku rasa Mia merindukan aku.” Logan memberikan alasan, karena biasanya wanita itu akan luluh kalau menyangkut dengan Mia.
“No! Aku tidak rindu Daddy!” sahut Mia, tiba-tiba, membuat Logan terkejut sampai membulatkan mata.
“Mia ... Mia, kenapa kau berkata seperti itu?” Logan berseru sambil berkacak pinggang, menatap ke arah kamera intercom.
Di dalam apartemen. Mia dan Keira saling pandang, lalu kompak menatap layar intercom.
“Maaf kalau Daddy-ku sedikit kekanakan, Mom,” ucap Mia.
“Tidak mengapa, Mia.” Keira tersenyum lalu mengusap pucuk kepala gadis kecil tersebut.
“Mommy pasti merasa terganggu ‘kan?” Mia mendongak menatap Keira.
Keira mengangguk sambil tersenyum tipis.
“Daddy lebih baik pergi dari sana. Jemput aku besok pagi!” seru Mia, dan tentunya di dengar oleh Logan.
Keira tersenyum senang karena Mia berada di pihaknya, lalu ia mematikan intercom.
Logan masih berkacak pinggang sambil mendumel. “Aku tidak akan menyerah! Bila perlu aku akan membuat tenda di sini!”
Like dan komentarnya yak