Pernikahan 80 Hari

"Apa alasanmu memilihku? Apa kau mencintaiku?" Rachel menatap Leon dengan dalam.

"Apa kau bisa menjamin, kalau kau bisa menjauhi Kiyara? Aku tidak tanya dan perduli hubunganmu bersama Kiyara dimasa lalu! Aku hanya perlu, status yang jelas darimu, dan aku butuh cinta!"

Rachel mengatakan itu dengan menatap wajah Leon, ingin tau bagaimana tanggapan Leon akan pertanyaannya.

Tentu saja Rachel ingin status yang jelas, status sebagai istrinya Leon yang diketahui semua orang. Karena tidak ada yang tau pernikahan mereka terkecuali keluarga saja.

Dan ia juga butuh cinta dari Leon. Butuh kasih sayang, dan perhatian. Dan Leon harus bisa memberikan itu, tanpa harus berbagi dengan orang lain.

Leon diam usai mendengar kata-kata Rachel. Ia bisa memberikan apapun untuk Rachel. Tapi kalau cinta?

Leon tidak lagi percaya cinta. Karena cinta hanya membuat sakit.

"Kenapa diam? Kamu tidak bisa memberikan semua yang kukatakan bukan?" Rachel kembali bertanya.

Sudah tepat Rachel tidak terlalu berharap pada Leon, karena pria itu tidak akan bisa memberikan apa yang ia inginkan.

Rachel berdiri, namun belum sempat melangkah Leon kembali menarik tangannya hingga kembali jatuh dipangkuannya.

"Aku akan berusaha memberikan apa yang kau inginkan! Aku akan berusaha mencintaimu!" Sahut Leon pada akhirnya. Meskipun ia sangat tidak yakin bisa mencintai Rachel dengan mudah.

Rachel menatap mata Leon seolah mencari sesuatu yang bisa membuatnya yakin, Leon tidak sekedar mengumbar kata saja.

"Kau bisa menjauhi Kiyara?"

Leon menarik nafasnya perlahan dan membuangnya. Ia menarik pinggang Rachel lebih erat dan dekat dengannya.

"Ya. Aku akan menjauhi Kiyara!"

Apa Rachel percaya? Tentu saja iya dan tidak. Ia tidak bisa percaya seratus persen, tapi juga akan berusaha percaya pada Leon.

"Aku pegang kata-katamu!" Sahut Rachel dengan sedikit dingin.

"Jadi pernikahan kita?" Leon menaikkan sebelah alisnya.

Rachel mengendikkan bahunya. Wanita itu melepaskan tangan Leon lalu berdiri. Ia mual dan berjalan masuk kedalam kamar mandi.

Sementara Leon tidak lagi menahan wanita itu. Namun ia merasakan lega karena Rachel bisa percaya padanya.

Leon menyenderkan punggungnya disandaran kursi, sambil memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut.

.....

Pagi harinya, Leon sudah bersiap-siap untuk kegrup Noir. Ia dan Rachel masih didalam kamar.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuat Leon menoleh. Pria itu berjalan mendekati pintu dan menarik handle.

"Leon, hari ini Kiyara sudah bisa pulang kan?" Tanya Mommy Yuna.

Leon hanya berdehem sebagai jawabannya. Pria itu masih saja dingin sikapnya pada wanita yang telah melahirkannya.

"Kita jemput Kiyara ya!"

Leon sudah berjanji pada Rachel bahwa ia tidak akan perduli pada Kiyara. Ia akan menjauhi Kiyara.

"Aku sibuk! Anda saja yang menjemput!" Jawab Leon dengan dingin.

Mommy Yuna tidak suka dengan jawaban Leon. Biar bagaimanapun, Kiyara adalah keponakannya juga, yang artinya sepupunya Leon meskipun hanya dari ayah tirinya.

"Leon, Kiyara juga keluarga kita. Kalau tidak kita yang perduli, lalu siapa lagi?"

"Mommy tidak mau tau, setelah sarapan kita jemput Kiyara dirumah sakit!" Setelah itu wanita itu pergi.

Leon menutup pintu lalu masuk. Begitu membalik badan, ternyata dari tadi ada Rachel dibelakangnya tanpa pria itu sadari

"Kau mau menjemput Kiyara?" Tanya Rachel.

"Hanya menjemput!" Sahut Leon.

Rachel menghela nafasnya. Bagaimana ia bisa percaya pada Leon kalau seperti ini.

Rachel berjalan menuju meja rias dan menarik laci, ia mengambil sesuatu lalu berjalan lagi menuju tempat suaminya berdiri.

Rachel membawa sebuah kotak kecil panjang, memberikannya untuk Leon.

Pria itu menatap kotak itu dan Rachel, seolah bertanya maksud dan isinya.

"Aku hamil, kamu pilih aku atau jemput Kiyara?"

Ucapan Rachel membuat Leon tersentak kaget. Pria itu seketika menatap Rachel dengan tidak percaya, lalu membuka isi kotaknya yang ternyata adalah alat tes kehamilan dengan dua garis.

Leon tidak percaya dengan apa yang ia lihat, ia akan menjadi seorang ayah karena sudah pasti yang Rachel kandung adalah anaknya.

"Kau serius?" Leon memastikan.

Rachel menganggukkan kepalanya. Ia juga masih tidak percaya, kalau saja Violet kemarin tidak memaksanya tes, mana mungkin ia bisa mengetahui didalam rahimnya ada benih Leon yang tumbuh.

Flashback on!

"Bagaimana?" Violet bertanya dengan tidak sabar, ingin segera tau hasil tes kehamilan Rachel.

Sedangkan Rachel, termenung lemas usai mengetahui hasil tesnya yang menyatakan ia hamil.

"Aku belum siap!" Sahut Rachel akhirnya, ia duduk disebelah sahabatnya dengan murung, sambil menunjukkan hasil tesnya dengan tangannya yang lemas.

Violet melihat testpack itu, dan ada dua garis yang membuat Violet tersenyum tidak percaya. Rachel akhirnya akan menjadi seorang ibu, seorang Rachel Victoria yang bar-bar ternyata sudah sangat dewasa.

"Siap tidak siap, kamu harus menerimanya!" Violet mengusap perutnya sendiri. Seperti ia yang awalnya tidak siap dengan kehadiran adik sikembar, karena memikirkan Radja dan Rayya yang masih terlalu kecil dan butuh kasih sayangnya lebih.

Tapi Violet bisa menerimanya, dengan semangat dari Kiev. Dan juga mungkin sudah takdirnya, sekali jalan setelah itu baru ia dan Kiev akan memikirkan keluarga berencana.

Dan Violet tau, Rachel tidak siap bukan hanya karena menjadi ibu. Tapi juga karena jalan pernikahannya yang tidak jelas, dukungan Leon dan kesiapannya juga tentunya menjadi semangat untuk Rachel.

Tapi Rachel pasti takut kalau Leon tidak bisa fokus padanya, dan masih terus saja memperhatikan Kiyara.

"Mulai sekarang, kamu harus tegas pada Leon. Pertahankan pernikahanmu. Aku yakin, Leon akan menerima kehamilan itu, dan kamu harus bisa, menjauhkan Leon dari wanita ular itu!"

Rachel langsung menatap Violet dengan ragu. Sejauh ini, ia tidak bisa menjauhkan Leon dari Kiyara. Yang pertama mereka satu kerja, dan yang kedua, Kiyara licik dan menggunakan cara-caranya untuk bisa mendekati Leon.

"Bagaimana kalau Leon tidak bisa mencintaiku?"

"Kamu yang menjalaninya. Tentukan hidupmu sesuai yang kamu inginkan. Kalau Leon tidak bisa memberikan apa yang kamu inginkan, jangan dipaksakan!" Violet berkat seperti itu karena ia pernah menjadi orang bodoh dimasa lalu, karena saat itu, Kiev jelas-jelas tidak bisa memberikan apa yang ia butuhkan, tapi ia masih saja bertahan. Dan akhirnya ia sendiri yang sakit dan kesulitan mencari jalan keluar.

Dan sekarang, Violet tidak ingin Rachel mengalami hal yang sama. Merasakan apa yang ia rasakan dimasa lalu.