Gendhis harus merelakan pernikahan mereka berakhir karena menganggap Raka tidak pernah mencintainya. Wanita itu menggugat cerai Raka diam-diam dan pergi begitu saja. Raka yang ditinggalkan oleh Gendhis baru menyadari perasaannya ketika istrinya itu pergi. Dengan berbagai cara dia berusaha agar tidak ada perceraian.
"Cinta kita belum usai, Gendhis. Aku akan mencarimu, ke ujung dunia sekali pun," gumam Raka.
Akankah mereka bersatu kembali?
NB : Baca dengan lompat bab dan memberikan rating di bawah 5 saya block ya. Jangan baca karya saya kalau cuma mau rating kecil. Tulis novel sendiri!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Gendhis tidak menolak sama sekali keinginan Raka. Pria itu benar-benar mewujudkan keinginannya. Dia tidak membiarkan Gendhis tertidur sampai perempuan itu memohon.
"Aku lelah, Mas. Kamu tidak kasihan dengan anak kita?" tanya Gendhis dengan napas tersengal.
Raka menatap Gendhis dengan tatapan lembut namun penuh kepemilikan. Tangannya masih mengusap lembut pipi istrinya yang mulai memerah karena kelelahan. Dia tersenyum kecil sebelum mengecup keningnya.
"Aku selalu kasihan sama kamu, Sayang. Tapi aku juga rindu," bisiknya.
Gendhis hanya bisa menghela napas panjang. Dia tahu betapa posesifnya Raka, dan kehamilannya seakan hanya semakin memperkuat sifat protektif pria itu. Akan tetapi, tubuhnya merasa sangat lelah dengan perlakuan Raka.
Setelah beberapa lama, Raka mendapatkan pelepasannya. Pria itu memeluk Gendhis yang merasa lega karena kegiatan panas mereka berakhir. Bukan berarti, dia tidak ingin melayani suaminya. Hormon kehamilan Gendhis sepertinya tidak begitu menyukai kegiatan tersebut.
“Tidurlah,” kata Raka akhirnya, setelah melihat mata istrinya mulai sayu.
Tanpa banyak bicara lagi, Gendhis memejamkan mata, membiarkan kehangatan tubuh suaminya menyelimuti dirinya. Raka tersenyum puas. Malam ini, dia bisa merasa lebih tenang.
Pagi menjelang, Raka sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Gendhis masih terlelap, terlalu lelah setelah semalam. Dengan hati-hati, Raka mengecup keningnya sebelum beranjak keluar dari kamar hotel. Tidak lupa meninggalkan pesan kalau dia akan menjemput sang istri dan akan bersama pulang nanti sore.
Beruntung esok hari sudah weekend, pria itu masih ingin bermanja pada sang istri. Rasanya dia ingin menebus waktu yang telah dia sia-siakan dengan mengabaikan istrinya. Bila mengingat masa lalu mereka, Raka sangat bersyukur Gendhis bisa memaafkan kesalahannya.
***
Di kantor, suasana masih cukup tenang ketika Raka tiba. Dia berjalan menuju ruangannya tanpa memperhatikan sekeliling, hanya ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih cepat ke rumah.
Namun, rencananya terganggu saat seorang perempuan tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu. Clara.
"Selamat pagi, Pak," sapanya dengan senyum menggoda.
Raka hanya melirik sekilas. "Ada apa?"
Clara melangkah mendekat dengan percaya diri, menempatkan secangkir kopi di atas meja Raka. "Aku hanya ingin memberikan kopi ini pada, Bapak."
“Aku tidak memintamu untuk membuatkannya. Jangan lupa untuk selalu mengetuk pintu apabila ingin datang ke ruanganku. Sudah kukatakan berkali-kali untuk melakukannya, tetapi kamu tetap mengabaikan ucapanku,” jawabnya datar.
Clara tidak menyerah. Dia sengaja duduk di tepi meja, sedikit mencondongkan tubuhnya mendekati Raka. "Pak, kamu tahu kan kalau aku selalu siap membantu?" suaranya dibuat selembut mungkin.
Raka menatapnya dingin. "Kalau hanya itu, kamu boleh keluar. Aku punya banyak pekerjaan."
Clara menggigit bibirnya, merasa tidak terima. "Pak, kenapa menjauh dariku? Apa karena Gendhis? Apa sih cantiknya istrimu itu? Aku lebih muda dan dapat memuaskanmu. Aku pun tidak menuntut apa pun, dijadikan selingkuhan pun aku mau," tukas Clara tanpa tahu malu.
Raka tersenyum tipis, tetapi bukan senyuman yang menyenangkan. "Aku menjauh karena aku tidak tertarik. Aku sudah punya istri, dan aku sangat mencintainya. Pergi dari sini atau kamu akan mendapatkan peringatan keras dariku."
Kesabaran Raka sudah hilang mendapati perempuan yang merupakan bawahannya itu tidak tahu malu. Clara terdiam. Dia tidak menyangka jawaban Raka akan sekeras itu.
Tepat saat dia ingin membalas, Raka tiba-tiba merasakan mual yang hebat. Tanpa peringatan, dia langsung berlari menuju kamar mandi di dalam ruangannya dan muntah.
Clara terkejut. "Pak Raka?"
Raka tidak menggubrisnya. Dia masih merasa mual luar biasa. Sindrom Couvade yang dialaminya semakin parah, dan kali ini, kehadiran Clara benar-benar memperburuk kondisinya.
"Pergi dari sini," tukas Raka yang sudah memutuskan sesuatu yang besar pada Clara.
Clara segera pergi dari ruangan Raka. Pria itu membersihkan mulutnya dan menghubungi office boy untuk membuatkannya minuman yang segar. Dia seperti ibu hamil yang menginginkan sesuatu yang asam pada pagi hari.
Setelah kondisinya membaik, Raka berjalan menuju ruangan HRD yang merupakan salah satu sahabatnya.
"Kamu kenapa, Rak?" tanya Dion yang melihat perubahan pada raut wajah sahabatnya.
"Aku tidak bisa menjadikan Clara sebagai asistenku. Tolong segera ganti dia. Aku tidak akan bisa bekerja dengan baik bila dia terus berada di dekatku," jawab Raka.
Dahi Dion berkerut mendengar ucapan Raka. Tentu saja, ucapan Raka membuat Dion salah paham. Apa sebenarnya yang terjadi di antara Raka dan Clara? Setahu Dion, Raka meminta cuti untuk mencari sang istri yang telah kabur karena kebodohan sahabatnya itu. Sekarang, setelah sang istri ditemukan, Raka tidak ingin Raka menjadi asistennya karena alasan yang tidak jelas.
"Apa alasannya? Aku tidak bisa memindahkan seseorang begitu saja. Kamu tahu kan? Perusahaan ini bukanlah milikku, belum lagi Pak James kemungkinan akan segera datang ke Surabaya untuk memantau perusahaan kita," ujar Dion.
"Kalau kamu tidak mampu untuk memindahkannya, aku akan bicara sendiri pada James. Jujur saja, sindrom couvade ini semakin parah bila Clara berada di dekatku. Mungkin, anakku tidak ingin aku berdekatan dengan perempuan gatal itu," tukas Raka dengan gamblang.
Dion langsung tertawa mendengat ucapan Raka. Dia tahu kalau Raka merupakan teman James dan dekat dengan big bos mereka. Tentu, hal yang mudah bila pria itu yang memintanya secara langsung.
"Baiklah, aku akan segera memindahkannya ke divisi lain," ucap Dion masih tertawa.
"Jangan menertawakanku! Kamu akan merasakannya bila istrimu hamil nanti," tukas Raka sedikit kesal ditertawakan oleh Dion.
"Kamu tenang saja, aku sudah memutuskan untuk tidak menikah. Sudah lelah aku mencari wanita yang tulus," balas Dion dengan senyumnya.
"Hati-hati dengan ucapanmu, nanti kamu menjadi bujang lapuk!"
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca...
Ambisinya bikin otaknya jd gk waras.. mending jd ja* lang aja sekalian..