Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9
Setelah dari rumah ustad Zaki, Yura langsung pulang dengan menaiki grab. Karena kejadian beberapa hari lalu, ia menjadi trauma dan tidak lagi-lagi berjalan sendirian.
Sesampainya di rumah, dia di sambut oleh keponakannya, Altara. Anak berusia tiga tahun itu tadinya sedang bermain dengan Juna. Tapi begitu melihat Yura, dia langsung menghampirinya dan meninggalkan omnya.
"Anty!" Panggilnya girang. Anak itu berlari sambil merentangkan kedua tangannya ke samping. Meski ibunya tidak menyukai Yura, tapi anaknya justru sangat akrab dengannya, nampaknya juga sangat menyayangi Yura.
"Miss you anty" Ucapnya, dengan nada khas anak kecil setelah berada dalam gendongan Yura.
"Miss you too, boy"
"Kangen banyak, anty!"
"Sebanyak apa sayang?"
"Tebanyak ail di lautan"
"Wah banyak sekali"
"Iya dong"
"Sama om nggak kangen, kan lama juga nggak ketemu" Kata Juna, saat Yura mendekati ruang keluarga.
"Kan udah main-main, tadi" Tara melingkarkan lengan di leher Yura.
"Kemana? Kok jam segini baru pulang?" Juna memindai wajah Yura.
"Ke rumah ustad Zaki"
"Ta'aruf lagi?"
"Enggak" Jawab Yura cuek.
"Mending nggak usah ta'aruf-ta'arufan, jodoh nggak akan kemana kali, kesannya kayak nggak laku aja"
"Suka-suka aku, lah" Wanita itu langsung pergi meninggalkan ruang TV, masih dengan menggendong keponakannya.
"Tara, turun!" Kata Dini, ketika mereka berpapasan "Anty baru pulang, badannya kotor" Dari nadanya terdengar dingin. Yura segera menurunkan Tara, akan tetapi anak itu malah melingkarkan kaki di pinggang Yura.
"Turun anak ganteng" Perintah Yura. "Anty mandi dulu, nanti gendong lagi"
"Nggak mau" Dia malah menyandarkan kepalanya di pundak Yura. "Tala temani anty mandi, boleh?" Yura melirik Dini yang menampilkan raut tak suka.
"Anak cowok masa temani perempuan mandi, malu dong!"
"Cepat turun, kalau nggak mamah marah" Kelekar Dini melotot tajam ke sang anak.
"Turun ya sayang, anty mandinya bentar aja, nanti main-main lagi" Lirih Yura membujuk.
Juna yang mendengar suara keras kakak iparnya, langsung melangkah menghampiri Yura.
"Ayo main sama om Jun, Tara nggak kasihan sama anty Yura. Lihat! Udah badan kurus, lagi batuk juga, nanti pegal-pegal kalau lama-lama gendong Tara" Juna mengambil alih keponakannya, kemudian langsung membawanya menaiki tangga. Pria itu akan membawa Tara ke kamarnya.
"Kamu tuh kalau lagi batuk jangan gendong-gendong Tara dong, nanti dia tertular virusmu" Cicit Dini, setelah kepergian Juna.
"Maaf, mbak"
Wanita yang terkesan angkuh itu kembali melangkah menuju ruang tv.
Yura sendiri menarik napas panjang. Itulah salah satu alasan Yura ingin cepat-cepat pergi dari rumah ini. Selain karena Juna, Dini juga menjadi alasan dirinya ingin segera menikah.
Wanita yang menjadi istri seorang komisaris bank itu selalu menatapnya tak suka, apalagi jika suaminya, Jazil, serta kakak iparnya, Angga, memanjakan Yura.
Pernah juga Dini menyuruh Yura untuk segera menikah dan keluar dari lingkaran keluarganya lantaran Yura di minta Jazil untuk melanjutkan usaha butiknya yang luar biasa laris.
Yura yang notabennya tak ada hubungan darah dengan keluarga Ar-Rafiq, sangat tidak etis jika harus meneruskan bisnis keluarga suaminya.
Mendesah pelan, Yura berniat mencari Jazil untuk menyapa. Dia tahu kalau di jam seperti ini dia pasti sedang berkutat di dapur untuk memasak makan malam, di tambah bau bumbu yang menguar, membuatnya semakin yakin kalau sang ibu pasti sedang ada di sana.
Ketika langkahnya berada di ruang makan, dia bisa melihat Jazil tengah mengaduk sayur dalam wajan. Posisinya memunggungi Yura yang diam-diam memeluknya dari arah belakang.
"Assalamu'alaikum, mama"
"Wa'alaikumsalam" Jazil sedikit tersentak karena kaget. Dia pun menunduk menatap lingkaran tangan Yura di perutnya.
"Sudah pulang, nak"
"Sudah, mah!"
"Kenapa nggak telfon mas Juna buat jemput"
"Pulang sendiri bisa kok, mah!"
Yura melepas pelukannya, dan Jazil langsung berbalik menghadap putrinya setelah tadi mematikan kompor.
"Mandi dulu, sana!" Titah Jazil saat Yura mengecup punggung tangannya.
"Mau bantuin mama masak dulu, baru setelah itu mandi"
"Memangnya nggak risi, badan berkeringat gitu"
"Nggak apa-apa mah, nanti kalau mandi dulu terus masak jadi berkeringat lagi"
"Ya sudah, ayo bantuin masak, kita masak banyak. Mas Angga sama mas Reski mau makan malam disini"
"Okay, tapi ke kamar dulu naruh ini ya" Kata Yura menunjuk tasnya.
"Sekalian cuci tangan sama ganti baju, masa masak pakai baju bagus kayak gitu, kasihan bajunya nanti kena cipratan minyak"
Teriak Jazil dengan senyum mengembang, mengiringi langkah Yura yang melenggang meninggalkan area dapur.
****
"Bisa bantuin aku, nggak?"
Yura berhenti, memegang knop pintu saat sepasang telinganya mendengar suara Juna.
Detik itu juga Yura menoleh ke arah sumber suara, pandangannya langsung jatuh menatap Juna.
"Bantu apa?" Tanya Yura, dia mengurungkan niatnya memasuki kamar. Otaknya berfikir keras karena tidak biasanya Juna meminta bantuan dengan nada selembut itu.
"Bantuin ganti perban sebentar"
"Ganti perban? Aku nggak bisa"
"Kamu masuk universitas lewat jalur prestasi, nggak bayar malah di kasih pesangon, cuma nempelin kain kasa doang nggak bisa?"
"Ganti perban gimana, aku kan nggak ahli" Sergah Yura.
"Sini aku ajarin" Pria itu meraih tangan Yura, dan menariknya menuju kamarnya.
Begitu masuk ke dalam kamar, pandangan Yura mengedar, ia mendapati hewan peliharaan Juna ada di kandang.
Wanita itu bergidik saat melihat Tara tengah berada di dekat kandang Iguana.
"Hati-hati sayang, jangan dekat-dekat, nanti iguananya tiba-tiba loncat gimana?" Pungkas Yura sedikit khawatir.
"Nggak akan anty, kan kandangnya di kunci sama om" Sahut Tara tanpa menatap Yura.
"Tetap hati-hati, iya" Yura lalu berjalan menghampiri Juna yang sudah duduk di kursi kerja.
"Bantuin gimana?" Tanya Yura bingung.
Alih-alih menjawab, Juna malah sibuk dengan kain kasa, ia menempelkan kasa yang tadi sudah di basahi alkohol di luka jahitnya.
"Kamu ambil plaster, tempelin di atas kasa. Aku pegangin kasanya"
"Gitu aja minta di bantuin" Gumam Yura lirih. Tapi tetap saja Juna bisa mendengar.
"Ini sedikit sulit, geser-geser terus, di tambah ada Tara tadi gangguin mulu, minta pegang-pegang lukaku juga"
"Mana plasternya?"
"Itu!" Juna melirik plaster di atas meja.
Sementara Yura langsung melakukan sebisa yang dia tahu.
Dia menggunting plasternya sebelum kemudian merekatkannya untuk menghalau kasa supaya tidak lepas.
"Sudah" Kata Yura usai melakukannya.
"Okay, makasih"
"Sama-sama"
"Satu lagi" Tambah Yura, membuat satu alis Juna terangkat.
"Apa?" Ketusnya galak.
"Lain kali mas nggak usah bohong ke mama, bilang saja kalau luka itu karena mas nolongin aku, bukan karena latihan silat di Lanud"
"Nanti kalau aku jujur, aku bisa beralih profesi. Yang tadinya sopir, bisa jadi bodyguard kamu Lagian bohong demi kebaikan kan nggak apa-apa?"
"Apa baiknya, bohong?" Timpal Yura.
"Loh, nanti kalau aku mengatakan yang sebenarnya, mamah pasti kepikiran dan jadi worry"
"Okay, kali ini aku maklum, tapi lain kali nggak perlu bohong lagi"
Juna bergeming, menatap punggung Yura yang melangkah keluar dari kamarnya.
Wanita itu, makin kesini, makin membuatku merasa tertantang.
Juna menggelengkan kepala, sebelum kemudian tersentak karena panggilan keponakannya.
Bersambung
Malik ntar poligami
tp sy msh gregetan sm yura yg ga peka sm keinginan orang tuay dan juna jg ga trs terang sm yura klu dia suka...klu yura sdh tunangan sdh ga ada harapan buat juna...s.g aja ga jd khitbahy
ayo Thor lanjut lagi
ntar lama2 jd cinta..
lanjut mbak ane
yura kurang peka terhadap keinginan jazil, kurang peka dg perubahan juna dan kurang peka sama perasaan sendiri
yuk kak lanjut lagi
thanks author semangat ya berkarya