Rere jatuh cinta pada pria buta misterius yang dia temui di Sekolah luar biasa. Ketika mereka menjalin hubungan, Rere mendapati bahwa dirinya tengah mengandung. Saat hendak memberitahu itu pada sang kekasih. Dia justru dicampakkan, namun disitulah Rere mengetahui bahwa kekasihnya adalah Putra Mahkota Suin Serigala.
Sialnya... bayi dalam Kandungan Rere tidak akan bertahan jika jauh dari Ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebatas Pernikahan Kontrak
Bab 29-
Di paviliun istana, Putri Arliana berlari tergopoh-gopoh bersama serigalanya, Frost, di sisinya. Berita yang dia dengar dari para pelayan dan orang-orang di istana bahwa posisi Putri Mahkota sebentar lagi akan terisi membuat hatinya gelisah. Tatapan khawatir terpancar dari wajahnya saat dia bergegas menuju kediaman ibundanya, Ratu Liliana.
Para pelayan yang sedang sibuk bekerja di paviliun itu terkejut melihat putri yang biasanya anggun kini berlari dengan cepat. Frost, serigala putih kesayangan Arliana, mengiringi langkahnya, membuat pemandangan itu semakin mengejutkan. Mereka menyingkir, memberikan jalan kepada Arliana yang tampak sangat cemas.
Sesampainya di ruangan Ratu Liliana, Arliana langsung membuka pintu dengan tergesa-gesa, tanpa memedulikan tata krama yang biasanya selalu dia jaga. Dia melihat ibunya sedang duduk dengan tenang, seperti biasa, namun kali ini Arliana tidak bisa menahan kegelisahannya.
"Ibu!" seru Arliana, napasnya terengah-engah. Frost duduk di sebelahnya, menjaga jarak dengan tenang, namun matanya tetap waspada. "Aku mendengar sesuatu... Apakah benar Kakak akan segera menikah dengan Areum De Vorbest?!"
Ratu Liliana yang biasanya anggun dan tenang, tersenyum lembut sambil melambaikan tangannya, meminta Arliana untuk duduk dan tenang. "Tenang, sayang, jangan terlalu terburu-buru. Duduklah dulu. Kita bisa bicarakan ini dengan tenang." Namun, Arliana tidak bisa menenangkan diri. Wajahnya masih terlihat sangat khawatir, dan dia duduk dengan enggan. "Ibu, tolong katakan padaku. Apakah itu benar? Apakah Kak Arion akan menikahi Areum?"
Ratu Liliana menghela napas lembut, menatap putrinya dengan penuh kasih sayang. "Sayang, tidak ada yang diputuskan secara resmi saat ini. Memang benar bahwa keluarga Vorbest sangat menginginkan Areum menjadi Putri Mahkota, tapi keputusan itu belum dibuat. Kau tahu bahwa Kakakmu akan memutuskan sendiri siapa yang layak menduduki posisi itu."
Meskipun Ratu Liliana berusaha menenangkan, Arliana tetap merasa tidak tenang. "Tapi, Ibu... Keluarga Vorbest tidak akan tinggal diam. Mereka pasti akan terus menekan Kakak. Aku tidak ingin Kakak dipaksa untuk memilih Areum hanya karena ambisi mereka. Aku tahu dia bukan orang yang tepat untuk posisi Putri Mahkota."
Ratu Liliana tersenyum lembut, menyentuh tangan Arliana dengan lembut. "Kau terlalu khawatir, Arliana. Kakakmu bukan orang yang mudah dipengaruhi. Dia akan membuat keputusan berdasarkan apa yang dia rasa benar, bukan karena tekanan dari siapa pun."
Namun, Arliana masih merasa ragu. "Tapi bagaimana jika dia tidak punya pilihan lain? Bagaimana jika tekanan itu terlalu besar?"
Ratu Liliana menggeleng pelan, tetap memancarkan ketenangan. "Arion lebih kuat dari yang kau kira. Dia akan menemukan jalannya. Dan kau juga tahu bahwa posisi Putri Mahkota adalah keputusan besar yang melibatkan seluruh kerajaan, bukan hanya keluarga Vorbest.
Arliana terdiam, meskipun masih ada kekhawatiran di hatinya. Dia tahu betapa besar ambisi keluarga Vorbest, dan dia tidak bisa membiarkan seseorang seperti Areum menjadi Putri Mahkota, terutama setelah apa yang terjadi antara mereka. Namun, kata-kata ibundanya sedikit meredakan kekhawatirannya.
Ratu Liliana kemudian menambahkan, "Kakakmu tidak akan tergesa-gesa mengambil keputusan. Beri dia waktu, dan percayalah padanya. Dia tahu apa yang terbaik untuk kerajaan dan untuk dirinya sendiri."
Arliana mengangguk pelan, meskipun hatirnya masih dipenuhi dengan rasa khawatir. Dia berharap Kakaknya akan membuat keputusan yang tepat, tetapi bayangan Areum terus menghantuinya.
Setelah mendengar penjelasan dari Ratu Liliana, Putri Arliana masih merasa tidak puas. Ibundanya dengan cepat membantah dugaan Arliana bahwa Putra Mahkota Arion akan menikahi Areum De Vorbest. "Aku sendiri tidak tahu, Arliana, wanita mana yang akan dipersunting oleh kakakmu sebagai istrinya," ucap Ratu Liliana dengan nada yang tenang namun tegas.
Tatapan Putri Arliana masih penuh kebingungan, seolah dia mengharapkan jawaban yang lebih pasti. Namun, Ratu Liliana hanya tersenyum lembut, menggelengkan kepala. "Kau tahu, Kakakmu tidak berbicara banyak soal ini padaku. Jika kau ingin tahu siapa wanita itu, lebih baik kau langsung bertanya kepada Arion sendiri. Hanya dia yang bisa memberikan jawaban."
Arliana terdiam sejenak, namun kemudian dia mengangguk cepat. "Baik, Ibu. Aku akan menanyakannya langsung pada Kak Arion." Dia segera berdiri, tekadnya bulat untuk mencari tahu kebenarannya langsung dari kakak kembarnya.
Tanpa membuang waktu lagi, Arliana bergegas meninggalkan paviliun, berlari lagi dengan Frost yang setia mengikutinya. Dia berharap bisa segera menemukan Putra Mahkota dan mendapatkan jawaban yang dia cari. Namun, setelah berlari dari satu sudut istana ke sudut lainnya, dia tidak menemukan jejak Arion.
Namun, saat dia melangkah menuju area pelatihan prajurit dengan harapan menemukan kakaknya di sana, Arliana malah berpapasan dengan Victor. Victor yang selalu santai dan penuh candaan, tampak sedang bersiap untuk latihan pagi ketika dia melihat Arliana mendekat dengan cepat.
"Oh, Putri Arliana!" seru Victor, dengan senyum lebar di wajahnya. "Sedang mencari siapa, kalau boleh kutebak? Jangan-jangan kau mencariku?"
Arliana berhenti sejenak, mendengus pelan, menyadari bahwa lagi-lagi dia bertemu Victor dan bukan Arion, "Victor, kau tahu aku tidak sedang mencarimu," jawab Arliana dengan nada yang sedikit kesal. "Di mana Kakak? Aku perlu bicara dengannya."
Victor tersenyum lebih lebar, jelas menikmati momen ini. "Arion? Oh, Putra Mahkota kita pasti sedang sibuk dengan urusannya yang sangat penting. Tapi, kenapa kau tidak bertanya padaku saja? Mungkin aku bisa memberimu beberapa petunjuk... atau lebih tepatnya, beberapa candaan."
Arliana mendesah, tahu bahwa Victor tidak akan memberinya jawaban serius tanpa sedikit godaan terlebih dahulu. "Victor, ini penting. Aku tidak punya waktu untuk bercanda sekarang. Apakah kau tahu di mana Kakakku?"
Victor tertawa kecil, tetapi kemudian dia melihat keseriusan di wajah Arliana. "Baiklah, baiklah. Aku tidak ingin kau marah padaku. Arion ada di sisi timur paviliun. Mungkin kau akan menemukannya di sana... jika dia belum pergi lagi, tentu saja." Arliana menatap Victor dengan penuh rasa terima kasih, meskipun dia tidak ingin menunjukkan hal itu terlalu jelas. "Terima kasih, Victor." Kemudian dia segera berlari menuju arah yang ditunjukkan Victor, masih dengan Frost di sisinya.
Saat Arliana bergegas mencari Putra Mahkota, Victor hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala, menikmati bagaimana keluarga kerajaan selalu diliputi drama yang menarik untuk diamati.
Saat Putri Arliana hendak berlari meninggalkan Victor, lelaki itu dengan cepat melontarkan sebuah ejekan yang membuatnya berhenti di tempat. "Hei, Arliana! Kau ini terlalu bersemangat untuk tahu urusan orang dewasa. Belum saatnya kau ikut campur soal ini!" katanya dengan senyum usil yang khas.
Arliana berhenti sejenak, napasnya tersengal-sengal karena berlari, dan dia berbalik menatap Victor dengan tatapan penuh kemarahan. "Orang dewasa apanya? Aku dan Arion itu kembar! Aku berhak tahu apapun tentang dia, balas Arliana dengan kesal, tidak ingin diremehkan oleh Victor.
Namun, Victor hanya tertawa kecil, tidak terlalu terpengaruh oleh kemarahan Putri Arliana. "Oh, benar-benar? Kau ingin tahu soal rencana besar Kakakmu yang sudah masuk ke urusan orang dewasa? Apa kau yakin bisa menangani informasi seperti itu?" goda Victor lagi, kali ini dengan nada yang lebih main-main.
Arliana mendengus kesal. Frost, serigala putih kesayangannya, sepertinya bisa merasakan emosi tuannya yang memuncak. Tanpa berpikir panjang, Arliarna melirik Frost dengan senyum licik di wajahnya.
"Frost, ajari Victor sedikit sopan santun, ya?" kata Arliana sambil memberi isyarat pada serigalanya. Frost dengan cepat menangkap maksudnya. Dengan geraman kecil yang mengintimidasi, Frost mulai maju perlahan ke arah Victor, menatapnya tajam dengan gigi-gigi putih yang menyeringai.
"Whoa, tunggu! Tunggu!" seru Victor, panik saat Frost mulai mendekat dengan tatapan menyeramkan. "Frost, jangan dengarkan tuanmu yang jahat itu!"
Namun, Frost terus mendekat, membuat Victor mundur beberapa langkah dengan wajah ketakutan. Tanpa pikir panjang lagi, Victor menjerit dan buru-buru berlindung di balik tubuh Putri Arliana, menggunakan dia sebagai perisai dari serigala yang tampak tidak main-main itu.
Arliana tertawa puas melihat Victor yang ketakutan. "Jadi, orang dewasa apa yang ketakutan pada seekor serigala?" ejeknya sambil tertawa lepas. "Kau bahkan bersembunyi di belakangku!"
Victor menatap Arliana dari balik bahunya, masih berjaga-jaga dari Frost yang kini duduk dengan tenang setelah tugasnya selesai. "Hei, itu tidak adil! Frost adalah serigala yang mengerikan! Siapa yang tidak takut?" protes Victor, namun ekspresi paniknya membuat Arliana semakin geli.
"Kau yang memulai, Victor. Lain kali, jangan coba-coba mengejekku. Aku berhak tahu urusan Kakakku, dia itu kembaranku!" seru Arliana dengan bangga.
Victor menghela napas dalam-dalam dan akhirnya tertawa kecil, meskipun masih berjaga-jaga terhadap Frost. "Baiklah, baiklah. Kau menang kali ini, Arliana. Tapi jangan pikir aku akan berhenti menggodamu."
Arliana tersenyum puas, menepuk punggung Victor dengan ringan. "Kau memang tidak akan berhenti, tapi kau sebaiknya ingat bahwa aku juga tidak akan kalah darimu, Victor."
Malam itu, Rere melangkah pelan menuju taman istana, merasa ada sesuatu yang aneh. Dia tidak tahu mengapa Arion memintanya untuk datang ke tempat ini pada waktu yang tidak biasa, dan perasaannya bercampur antara kegelisahan dan rasa penasaran. Langit malam yang tenang dengan taburan bintang di atasnya tidak mampu meredakan kegundahannya.
Saat dia tiba di taman, Rere melihat sosok yang sudah dikenalnya-Arion, berdiri dengan punggung tegak, seolah sedang memikirkan sesuatu. Tubuh kekarnya tampak kontras dengan kelembutan taman di sekitarnya. Cahaya bulan menerpa wajah tegasnya, memberikan kesan misterius. Ketika Arion menyadari kehadiran Rere, dia menoleh dengan tatapan yang tidak bisa Rere artikan.
Meskipun perasaan gugup mulai merambat di hatinya, Rere tetap melangkah maju. Dia masih mengenakan cadar tipis yang menyamarkan sebagian besar wajahnya, namun matanya tetap bisa menangkap setiap gerakan Arion.
"Ada urusan apa kau memanggilku ke sini, Arion?" tanya Rere dengan nada hati-hati. Dia bisa merasakan ketegangan di udara di antara mereka, namun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Arion menghela napas panjang sebelum menjawab, tatapannya berubah lembut ketika melihat Rere mendekat. "Aku sudah memikirkannya, Rere. Tentang apa yang pernah kau tawarkan padaku."
Rere menatap Arion dengan kebingungan. "Apa maksudmu?" tanyanya, meskipun dalam hatinya dia tahu ada kemungkinan besar yang akan dia dengar.
Arion mendekat, menatap dalam ke mata Rere sebelum akhirnya dia berkata dengan tegas, "Aku menerima kontrak pernikahan yang kau tawarkan padaku."
Rere tertegun, matanya melebar di balik cadar yang menutupi wajahnya. Kata-kata Arion menggema dalam pikirannya, membuatnya tidak yakin apakah dia mendengar dengan benar. "Kau... kau menerima kontrak pernikahan itu?" ulangnya, masih tidak percaya.
Arion mengangguk, senyumnya muncul perlahan. "Ya, aku menerima tawaranmu. Kontrak pernikahan ini akan membantu kita menyelesaikan banyak hal yang belum terselesaikan, terutama di mata para tetua dan keluarga kerajaan."
Rere terdiam, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Hatinya berdebar dengan cepat, tidak tahu apakah dia harus merasa lega atau justru lebih gugup. Meskipun ini yang dia harapkan, dia tidak menyangka Arion akan menerima tawaran itu begitu cepat.
"Kenapa kau memutuskan ini sekarang?" tanya Rere akhirnya, suaranya sedikit bergetar.
Arion menatapnya dengan lebih lembut. "Karena aku percaya ini adalah langkah yang terbaik untuk kita berdua. Dan meskipun pernikahan ini mungkin awalnya adalah kontrak, aku yakin akan ada sesuatu yang lebih dari itu yang bisa kita temukan bersama."
Rere tidak bisa menahan diri dari perasaan yang membuncah dalam dirinya. Apakah ini pertanda bahwa hubungan mereka masih memiliki harapan? Atau apakah ini hanya bagian dari rencana besar yang lebih rumit dari yang dia bayangkan? Malam itu, di bawah sinar bulan yang tenang, jawaban Arion mengubah arah kehidupan Rere, memberikan harapan baru sekaligus tantangan yang belum pernah dia duga.
pliz jgn digantung ya ...
bikin penasaran kisah selanjutnya
apa yg dimaksud dgn setengah peri dan manusia? apakah rere?