Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon
Setelah berbicara dari hati ke hati, Javier merasa lega. Ia pun mengajak Windi untuk kembali ke bawah. Windi berjalan di depan Javier. Javier tudak sengaja menginjak sekendang gaun yang dipakai Windi sehingga Windi terhenti berjalan tubuh Javier membentur tubuh Windi.
Dag dig dug
"Maaf, maaf aku kurang fokus."
Sontak Windi menoleh dan kepalanya mengenai dagu Javier. Saat ini keduanya sangat dekat. Wangi maskulin menyeruak di penciuman Windi. Sesaat ia terkena, namun langsung tersadarkan.
"Astagfirullah.... "
"Ehm... kenapa?"
"Ti-tidak apa-apa. Ayo cepat ke bawah!" Ajak Windi. Ia tidak ingin terjadi kekhilafan di antara mereka.
Sementara kedua keluarga sedang membicarakan kelanjutan hubungan Javier dan Windi. Abi Tristan tentu tidak lupa menghubungi mertuanya, Opa Haris. Ia meminta pendapatnya untuk masalah hari pernikahan Windi dan Javier.
"Nah ini dia calon pengantinnya sudah datang. Ayo duduklah! Bagaimana apa kalian sudah berbicara dari hati ke hati?"
"Sudah, bah."
"Kami sudah membicarakan untuk pernikahan kalian. Sesuatu yang baik seharusnya disegerakan. Jadi kami sepakat akan menikahkan kalian bulan depan. Jadi kira-kira tiga minggu lagi."
"Apa?"
Ujar Windi dan Javier bersamaan.
"Sudah lah, jangan terkejut! Semua ini demi kebaikan kalian. Lebih cepat lebih baik." Sahut Babah.
Jika boleh jujur tentu saja Javier sangat senang karena akan segera menikah. Berbeda hal dengan Windi. Dia bukan tidak senang, tapi lebih pada tidak enak hati kepada saudarinya. Ia berharap Winda juga akan segera menemukan jodoh agar segera menyusulnya nanti.
Setelah mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak, mereka pun mengakhiri musyawarah. Masing-masing dari keluarga meninggalkan hotel.
Javier baru mengetahui jika hotel yang ia booking untuk acara ini adalah hotel milik calon mertuanya. Ia tidak menyangka jika Windi adalah putri dari orang terpandang di Jawa, Timur. Ia bersyukur orang tuanya bergerak cepat tanpa sepengetahuan dirinya.
"Ummah, Babah, Terima kasih."
"Iya, Sama-sama. Ummah sangat bahagia melihatmu kali ini. Apa mungkin Windi lebih berharga daripada Kirana?"
"Hem, tentu saja. Dia istimewa. Aku saja baru tahu kalau dia adalah keturunan dari keluarga Abdillah. Itu karena aku melihat dia sebagai gadis yang sederhana dan tidak mengandalkan kekayaan orang tuanya."
"Ya, Ummah lihat dia memang istimewa. Yang lalu biarlah berlalu. Semoga kali ini kalian berjodoh."
"Amin.... Maaf Ummah, aku tidak berniat untuk menjelekkan Kirana."
"Ummah mengerti. Sudah, fokus saja dengan pernikahanmu. Ingat waktu tiga minggu itu cuma sebentar. Kita harus mempersiapkan semuanya."
"Ah iya tentu saja. Tomi, ke depannya kamu akan sibuk."
"Dengan senang hati, Bos. Silahkan perintahkan apa saja, saya siap."
Windi dan keluarganya baru saja samoai di rumah. Asisten rumah tangga mereka membantu membawakan seserahan lamaran Windi ke dalam kamar Windi.
"Wah Non Windi, selamat ya."
"Makasih, bi' Jum."
Winda membantu Windi membuka seserahan lamaran di dalam kamar. Saat ini mereka duduk di lantai beralaskan karpet.
"Mbak, kamu beneran nggak pa-pa?"
"Iya, nggak pa-pa. Memang kenapa, dek?"
"Aku nggak enak aja gitu."
"Sudah, jangan dipikirkan. Kita memang kembar, tapi kita juga nggak harus nikah bareng, kan? Aku juga baru merintis usahaku. Jadi aku akan fokus dengan karirku. InsyaAllah semua akan indah pada waktunya."
Windi memeluk saudari kembarnya. Selain bahagia, Windi juga merasa sedih. Jika boleh meminta sebenarnya Windi sangat ingin menikah bareng dengan Winda seperti kedua abangnya Fadil dan Fatan.
Setelah membongkar seserahan, mereka pun beristirahat. Malam ini Windi meminta Winda untuk tidur di kamarnya. Jadi mereka tidur berdua di kamar itu.
Sedangkan di kamar Bunda Salwa, ia menangis sesegukan. Abi Tristan sampai heran melihatnya.
"Lho lho ini kenapa kok malah nangis?Seharusnya kamu senang, bun. Putri bungsu kita akan segera menikah."
"Kenapa mereka cepat sekali dewasa, by? aku rasa baru kemarin kita mengantarkan mereka sekolah."
"Ya Allah.. kok jadi mellow begini? Bunda mau mereka kembali jadi anak kecil, begitu?"
"Bukan begitu juga, by."
"Oh jadi bunda mau punya anak lagi, gitu?"
"Ish... hubby. Aku lagi sedih juga, malah digodain."
"Ya habis kamu lucu, bun. Winda masih bersama kita. Tidak semua meninggalkan kita."
"Iya, tapi akan."
"Kita sudah tahu itu sejak lama, bun. Makanya kita harus siap. Sudah ya, ayo kita tidur. Besok kita harus menata rencana kita kembali."
Setelah dibujuk oleh suaminya, akhirnya Bunda Salwa merasa tenang.
Keesokan harinya.
Setelah sarapan, Windi sudah siap dengan baju kerjanya hendak berangkat ke kantor. Namun Abi dan Bunda melarangnya untuk masuk ke kantor dengan alasan sebentar lagi dia akan menikah, jadi lebih baik di rumah saja.
"Tapi aku harus menuntaskan kontrak dengan perusahaan B, by. Kalau tidak nati perusahaan kita akan kena royalti."
"Apa tidak ada yang bisa menggantikanmu?"
"Semua, sudah punya tugas masing-masing."
"Kira-kira kurang berapa hari?"
"Dua sampai tiga hari lagi. "
"Oke, kalau begitu biar sopir yang mengantarkan."
"Tapi, bi."
"Iya atau tidak perlu ke kantor. Biarkan Abi yang bayar royalti."
"Iya-iya bi, pakai sopir." Ujar Windi dengan nada terpaksa.
Abi Tristan hanya ingin menjaga kemungkinan. Apa lagi beberapa waktu lalu Windi sempat menabrak anak kecil.
Windi pun pamit kepada orang tuanya lalu berangkat ke kantor diantar sopir keluarga.
Saat perjalanan ke kantor, handphone Windi berdering. Ada nomer baru yang menghubunginya. Windi tidak mengangkatnya. Namun nomor tersebut mengirim chat. Ternyata itu nomor Javier. Setelah Windi membalas chat nya, Javier menghubunginya lagi.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Lagi di mana?"
"Di jalan, menuju kantor."
"Naik mobil?"
"Iya, diantar sopir."
"Ya sudah, Hati-hati. Jangan capek-capek ya."
"Iya Terima kasih. Kamu di kantor?"
"Iya, baru sampai. Aku juga diantar sopir."
"Ya, sudah selamat bekerja."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam. "
Keduanya menyunggingkan senyum. Mereka masih kaku karena masih malu-malu. Windi menyimpan nomor Javier dengan nama calon Imam. Sedangkan Javier menyimpan nomor Windi dengan nama calon istri.
Tomi yang melihat bosnya senyum-senyum sendiri jadi ikutan tersenyum.
"Ampun dah kalau berusan sama orang yang lagi kasmaran. Ya Allah... tolonglah hamba yang masih jomblo ini. " Batinnya.
Berita pertunangan mereka sudah tersebar di sosial media dan beberapa surat kabar. Tentu saja hal tersebut juga sampai pada Kirana.
Sontak Kirana terkejut melihat keadaan Javier yang pulih dengan cepat. Bahkan di video yang tersebar, Javier terlihat sangat bahagia karena sudah meminang Windi. Berbeda saat dirinya bertunangan dengan Kirana. Kirana mengepalkan tangannya, ada sedikit penyesalan dalam hatinya. Namun ia teringat kepada Rocky.
"Masih ada Rocky yang tidak kalah kaya dengan Javier. Jika pun aku tidak jadi dengan Rocky, aku masih bisa memanfaatkan uangnya." Lirih Kirana.
Bersambung...
...****************...
Di part ini Opa Haris dan Oma Raisya masih hidup ya kak. Baru nanti saat part Winda tidak lama kemudian mereka meninggal.
Yang belum baca novel abang Fadil dan abang Datang "Jodoh si kembar" mampir yuk!
Hari ini double up ya kak, tapi agak siangan. happy reading 🥰
semangat menulis dan sukses selalu dengan novel terbaru nya.
apa lagi ini yang udah 4tahun menduda. 😉😉😉😉😉😉