Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Firman dan Fika
"Akhirnya kamu datang juga, Sayang!" sambut Firman dengan perasaan lega saat melihat kedatangan Kalila.
"Ibu kenapa, Mas?" tanya Kalila tak acuh.
Bukannya dia takut pada ancaman Firman sehingga mau datang. Kalila hanya malas saja jika harus berdebat panjang dengan lelaki itu lewat telepon.
"Pingsan. Penyakitnya kambuh."
"Kok bisa kambuh? Memangnya, kalian nggak ada yang ngontrol jadwal Ibu harus suntik insulin?"
Wanita itu memandang semua orang satu persatu. Ada Firman, Lia, dan juga Fika. Sementara, suami dan anak-anak Fika sedang tidak ada.
"Itu kan tugas kamu," sahut Fika galak.
"Tugas aku? Oh, ya?"
"Ya, itu memang tugas kamu. Selama kamu masih menjadi istrinya Firman, maka kewajiban merawat Ibu akan selalu menjadi tanggung jawab kamu."
"Kalau aku nggak mau lagi, gimana?" tanya Kalila sambil memainkan kuku jarinya yang sudah tampak terawat dan lebih bersih.
Beda jauh dengan beberapa waktu yang lalu, yang masih sering patah dan juga berwarna kusam.
"Kamu mau dicerai Firman, hah?" ancam Fika dengan mata melotot.
Dengan santainya, Kalila menoleh menatap Firman. Kini, ancaman seperti itu tak lagi membuatnya gelisah.
Otak yang selama ini mampet karena cinta buta sepertinya sudah kembali bekerja dengan baik.
"Mas, memangnya kamu mau ceraiin aku?" tanya Kalila.
Firman tergeragap. Ketenangan yang Kalila perlihatkan semakin membuat Firman gelisah.
Jika Kalila tak bisa lagi ia atur seperti dulu, maka situasi akan semakin bertambah sulit untuk dirinya.
"Nggak mungkin, Kalila. Mas mana mau cerai sama kamu," jawab Firman.
Kini, tatapan Kalila kembali ke arah Fika.
"Mbak dengar sendiri kan, suamiku ngomong apa? Dia nggak mau cerai dari aku, Mbak. Jadi, percuma Mbak ngancem aku dengan kata cerai karena hal itu ngga akan pernah bikin aku takut sama sekali," tutur Kalila yang membuat Fika menjadi kesal.
"Kamu makin didiemin makin kurang ajar, ya!" geram Fika. "Rasakan ini!"
Tangan Fika terangkat tinggi-tinggi. Ia hendak menampar Kalila seperti yang biasa dia lakukan ketika kesal pada adik iparnya itu.
Namun, sayang... Kalila mampu menangkis dan malah balik menampar Fika dengan sangat keras.
Plak!
"Aww!!" pekik Fika kesakitan. "Kamu berani nampar aku, Kalila?" tanya Fika berang. "Sini, kamu! Aku akan bunuh kamu sekarang juga!"
Fika merangsek maju. Hendak menyerang Kalila namun lagi-lagi justru dirinyalah yang kena pukul.
"Kalila sialan! Dasar anak yatim piatu s3tan! Pantas orangtua kamu cepat m*ti karena mereka pasti malu punya anak iblis macam kamu!" teriak Fika bak orang kerasukan.
"Jangan pernah bawa-bawa nama orangtuaku, Mbak!" tegas Kalila. "Kalau tidak, Mbak pasti akan menyesal karena sudah mengusik orang yang salah."
"Kamu pikir aku takut sama ancaman kamu, hah?" tantang Fika seraya mencibir.
Kalila kembali maju. Ia sangat ingin memukuli Fika secara membabi-buta.
"Cukup, Kalila! Cukup, Mbak! Malu, dilihat sama orang-orang," ucap Firman menengahi.
"Memangnya, kakak kamu masih punya malu, Mas?" tanya Kalila sambil tersenyum mengejek.
"Kamu..."
"Sudah, Mbak!" potong Firman cepat.
"Nggak! Mbak harus kasih pelajaran sama perempuan songong ini, Man!"
"Aku mau bicara sama Mbak Fika. Ikut aku dulu, yuk!" bujuk Firman sambil menyeret sang kakak untuk menjauh dari Kalila.
"Mas, aku ikut!" teriak Lia yang merasa sedikit takut jika harus ditinggal berdua saja bersama Kalila.
"Mereka mau ngobrolin apa? Kok, aku jadi curiga, ya?" gumam Kalila yang akhirnya memutuskan untuk membuntuti Firman.
Firman membawa Fika ke area taman rumah sakit. Sang kakak ia paksa untuk duduk di bangku taman.
"Kenapa kamu malah belain perempuan itu sih, Man?" tanya Fika.
Sebelum menjawab, Firman lebih dulu menoleh memerhatikan sekitar. Takut, kalau seandainya Kalila ternyata mendengarkan obrolan mereka.
"Mbak, sabar dulu! Jangan langsung marah-marah, dong!"
"Sabar? Kamu minta Mbak buat bersabar? Heh! Mana mungkin."
"Mbak, kita masih sangat membutuhkan Kalila. Saat ini, Kalila sudah bekerja. Itu artinya, dia sudah punya uang. Dan, aku rencananya pengen baik-baikin Kalila supaya dia luluh dan mau membayar biaya rumah sakit untuk Ibu."
Fika terdiam sejenak. Wanita itu seperti sedang mempertimbangkan ucapan Firman.
"Benar juga kamu, Man! Sudah seharusnya, uang Kalila memang digunakan untuk kebutuhan keluarga kita."
"Makanya, Mbak jangan suka musuhin Kalila, dong! Kalau dia terus-terusan marah, bisa-bisa kita nggak dapat apa-apa, Mbak.",
"Oke. Mbak setuju buat baik-baikin Kalila. Tapi, Mbak minta sebagian gaji Kalila buat shopping sama ke salon, dong!"
"Urusan itu mah gampang. Yang penting, Mbak harus bisa mengambil hati Kalila supaya dia kembali jadi perempuan bodoh seperti dulu."
Dua kakak-beradik itu tersenyum dengan licik. Keduanya berencana untuk memanfaatkan Kalila kembali.
Dan, yang jadi pertanyaan adalah apakah Kalila sendiri bersedia menjadi benar-benar bodoh seperti yang diharapkan oleh suaminya dan keluarganya?
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana