“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 9
"Si-siapa kau?!"
Pria dengan piyama biru itu beringsut hingga ke kepala ranjang. Matanya menatap takut pada sosok tinggi dengan masker hitam dan hoodie menutupi kepala di hadapannya.
Dia pasti sudah melawan jika saja sosok itu tak menodongkan pistol ke arah wajahnya.
"Jika aku katakan aku adalah malaikat mautmu, apa kau akan percaya?"
Tubuh pria di atas ranjang mulai gemetar. "Ma-maksudmu ...?"
Bukan jawaban dengan kata.
JLEBB!
"Arrrrgghh!"
Meskipun pistol yang ditodongkan, tapi yang digunakan justru sebilah pisau. Dan benda itu baru saja menancap di kaki si pria berpiyama biru.
"Kau harus mengakui kejahatanmu."
*****
Gun sudah membekuk setidaknya tiga orang yang terlibat dengan pembunuhan kekasihnya. Ketiganya disekap di sebuah gudang yang tak jelas di mana letak keberadaannya. Mereka mengakui telah membantu pelenyapan Hyena, bahkan dua dari ketiga orang itu adalah orang yang membuang jasad wanita wartawan itu ke tepi sungai.
"Siapa yang menyuruh kalian melakukan ini?" Gun bertanya, keempat kalinya. Dia mencurigai perbuatan mereka atas komando seseorang, namun ketiga orang yang sudah babak belur itu tetap menyuarakan hal yang sama.
"Sudah kami katakan, kami hanya komplotan, tidak ada yang menyuruh kami."
Semeyakinkan itu, tapi Gun masih saja tidak percaya. Matanya memicing tajam mengabsen sau per satu wajah. Sepertinya akan sulit membenarkan keyakinannya. Tapi dia bukan tipe orang yang gampang bertindak gegabah tanpa memikirkan resiko yang mungkin akan didapat setelah itu. Untuk saat ini biarlah seperti ini.
"Baiklah. Aku tidak akan memaksa lagi."
Esok harinya, kepolisian pusat Kota Seul dikejutkan dengan kemunculan sebuah mobil box medium mencurigakan di bagian halaman kantor. Tidak ada pengemudi di sana.
Beberapa berkeliling siaga dengan senjata mengarah lurus ke arah mobil, lainnya akan membuka. Dengan hati-hati slot box dibuka dan pintu mulai disibak.
Hasilnya lumayan mengejutkan mereka.
Tiga orang dengan keadaan terikat satu dan mulut dibalut lakban, berada di dalamnya bersama sebuah paket kecil yang terpisah lumayan jauh.
"Goblin." Satu petugas membaca coretan nama itu di atas kardus paket yang baru saja mereka bongkar. Isi paket itu adalah bukti rekaman pengakuan ketiga orang di dalam mobil atas pembunuhan Park Hyena--wartawan berita yang terbunuh beberapa hari lalu.
Suara Goblin di sana disamarkan, terdengar seperti suara robot.
Nama itu sudah tidak asing bagi kepolisian. Ini ke sekian kali Goblin mengirim bukti kejahatan seseorang atau kelompok, dari yang mudah hingga yang sangat sulit mereka ungkap kebenarannya. Atau menunjukkan sebuah tempat yang telah terjadi sesuatu yang tak bisa dia selesaikan mandiri oleh dirinya.
"Kalau begini bukankah Goblin ini harusnya bergabung ke kepolisian?" Seorang polisi berceletuk seraya mengusap tulisan tangan Goblin di kardus paket.
"Aku yakin dia seorang detektif. Hanya saja ... begitulah cara dia bekerja." Lainnya menimpal asumsi.
"Bukankah itu terlalu cerdas?" Satu lain lagi berdiri dari tempatnya. "Jika dia seperti kita, aku yakin pangkatnya akan terus naik dalam hitungan minggu."
Terus saja mereka berceloteh mengenai Goblin, sedang yang bersangkutan saat ini ....
"Aku ingin tidur. Carikan aku hotel yang paling murah.” Gun membenturkan kepala ke sandaran jok yang dia duduki. Masker dan jaket Goblin telah dilepas, dicampakannya di jok belakang.
Bayangan tentang Hyena kembali memenuhi kepala. Bisa saja dia membunuh ketiga orang itu untuk meluapkan dendam, tapi Gun sudah berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan pernah membunuh. Yang dia lawan di kediaman presiden tempo hari pun, semua masih dalam keadaan hidup.
"Baiklah." Nam Cha, wanita bermata coklat yang tampilannya menyerupai laki-laki. Dia adalah antek yang membantu peretasan setiap cctv atau apa pun yang dibutuhkan Archie dalam pekerjaannya.
Dengan kata lain, Gun, Archie Less, Nam Cha dan ada satu lainnya sebut saja; Ryuji , adalah empat orang yang bekerja sama dalam satu asosiasi pekerjaan yang tak lazim di mata umum.
Mereka menerima pekerjaan gelap dari klien yang membutuhkan bantuan, seperti menguntit seseorang untuk diambil helai rambut atau kukunya untuk keperluan tes DNA, juga lainnya hingga yang paling berbahaya. Bayaran yang ditawarkan juga beragam.
Archie sebagai peretas dan penunjuk tempat. Lee Gun sebagai penindak yang kadang dibantu Ryuji. Peran Gun di sini adalah yang paling berbahaya dari ketiga rekannya. Tapi itu adalah pilihan yang dia tetapkan walaupun Nam Cha sempat menawarkan diri untuk itu.
"Tidak!"
Nam Cha melengak pada Gun. "Tidak apa maksudmu?"
"Tidak jadi ke hotel. Apartemen Hyena saja. Aku ingin tidur di sana."
Barulah Nam Cha mengangguk paham, namun sedikit mendesah keluh karena .... "Ya, kau terlambat memberitahu dan kita harus memutar balik."
Gun tidak memedulikan kicauan itu. Dia hanya ingin merebah di kasur empuk Hyena untuk melepas penat. Setidaknya tidak akan membuang uang untuk membayar hotel.
Jalanan lengang terjaga. Mobil yang dikendarai Nam Cha akan tiba di halaman apartemen mendiang Hyena kurang dari dua menit saja. Dia menoleh Gun yang nampak diam menatap pemandangan luar, ada sebersit perasaan iba. Sahabat tampannya itu baru saja kehilangan belahan jiwa. Andai ada yang bisa Nam Cha lakukan untuk menghibur .... "Hufft." Dia mendesah, kecewa pada diri sendiri. Nam Cha tak pandai walau hanya cosplay jadi Sarimin.
"Kita sudah sampai."
Pemberitahuan Namcha disambut anggukan oleh Gun. Bertumpuk beban di kepalanya dari A sampai L, sampai membuat pria itu tak sadar jika mobil telah berhenti dari dua menit yang lalu.
"Terima kasih. Kau boleh pergi. Jangan lupa cucikan baju dan maskerku, juga kembalikan mobil Archie pada tempatnya."
Mulut Nam Cha menganga seraya menatap punggung Gun yang baru saja keluar dan menutup pintu.
"Setidaknya kau tawari aku air kran untuk kuminum, Sialan!" Dia mengumpat, menggeleng tak habis pikir.
Bagaimana bisa seseorang begitu arogan?
Seraya bersungut-sungut, kembali Nam Cha menjalankan mobil untuk meninggalkan halaman apartemen Hyena. "Ckkk, andai kau tak tampan, aku tak akan sudi jadi partner-mu!"
Apartemen Hyena ada di lantai tiga. Gun sudah berada di dalam lift untuk sampai ke sana.
Dalam setengah menit, pintu lift terbuka. Sepasang kakinya terayun gontai. Entah hari ini begitu melelahkan setelah menangkap tiga orang pembunuh Hyena, atau kegelisahan menghadapi kesendirian bersama sejuta kenangan wanita itu.
Entahlah, bantal empuknya mungkin bisa mendorong ke alam mimpi.
"Tuan Lee Gun!"
Sapaan itu terdengar saat sepasang kaki Gun tersisa lima langkah saja menuju pintu apartemen mendiang Hyena. Matanya memicing mengamati sosok yang kini berdiri di hadapannya. "Siapa kalian?"
Pertanyaan Gun menunjukkan jika ada lebih dari satu orang di sana. Setidaknya dua orang lain berdiri di dekat pintu.
"Saya Jae Won," aku orang itu tanpa basa-basi.
Kerutan tipis di kening Gun menandakan dia tak mengenali.
Jae Won seketika memahami ekspresi itu. "Saya utusan Tuan Presiden. Bisa kita bicara?"
😄😄😄😄😄
lanjut thooorrr/Good//Good/
alur critamu itu lo thor ... luar biasa seru n susah di tebak.
sll bikin penasaran di setiap chapternya.. /Ok//Ok/
itulah harga diri lelaki sejati