Warning.!!! 21+
Anindirra seorang single parent. Terikat perjanjian dengan seorang pria yang membelinya. Anin harus melayaninya di tempat tidur sebagai imbalan uang yang telah di terimanya.
Dirgantara Damar Wijaya pria beristri. Pemilik perusahaan ternama. Pria kesepian yang membutuhkan wanita sebagai pelampiasannya menyalurkan hasratnya.
Hubungan yang di awali saling membutuhkan akankah berakhir dengan cinta??
Baca terus kisah Anindirra dan Dirgantara yaa 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon non esee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
Demi menjaga pertemanannya ia menganggukkan kepala. Walaupun hatinya tidak tenang. Menginggat seorang pria yang baru saja mengirimkan pesan kepadanya.
"Yeeaay!!" Dewi bersorak kegirangan.
"Ayok, kita bersiap di kamar mandi."
"Dihh... Seneng banget sih kamu Wi."
"Ya, dong." jawabnya sambil nyengir.
Saat membuka paperbag ternyata Dewi membawa beberapa stel dress untuk aku pilih dan ku pakai. Aku lebih memilih midi dress berwarna coklat tanpa lengan, dengan panjang selutut. Kurasa cocok dengan warna kulit ku. Sederhana tetapi tetap terlihat elegen. Tidak terlalu mencolok di banding dress yang lainnya.
Anin hanya sedikit memoles riasan. Agar terlihat lebih cerah. Wajanya nampak terlihat sangat berbeda. Padahal ia menggunakan make-up senatural mungkin. Bibir Mungil merah merekah. Memiliki kedua bola mata yang yang indah tertanam dengan alami bulu mata lentiknya. Baju yang di kenakannya pun sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih. Rambut hitam lurus sebahu ia biarkan tergerai dengan indah.
"Ooh, Ya ampun An! Kamu cantik banget sih!" Dewi memujinya yang tampil berbeda dengan riasan sederhananya.
"Kamu tuh yaa... Ada maunya aja bilang aku cantik." Anin mencebikkan bibirnya.
"Sumpah deh!" Dewi mengacungkan dua jarinya ke hadapan wajahnya.
"Kalau aku bohong biar kesamber bibirnya pak Bayu dahh. Aku mau." Dewi mengoceh sambil merias wajahnya.
"Isshhh... Itu sih emang maunya kamu. Inget Aldi Dewi Kumala Sari!!" Anin menggoda Dewi.
"Hei!... Nama ku Dewi Sartika Anindirrooo!" Dewi membalas kelakaran anin.
Mereka asik bercanda di dalam toilet dan tidak menyadari Aldi sudah menunggunya sedari tadi.
"Udah yuk, kita turun. Aldi pasti udah nungguin kita dengan tampang cemberut." sambil merapihkan riasannya Di depan kaca kamar mandi Dewi terkikik geli.
*
*
Sesampainya di lobi. Benar saja, Aldi sudah menunggu di dalam mobil sejuta umatnya dengan tampang cemberut. Wajahnya masam. Anin masuk duduk di kursi belakang. Sedangkan Dewi duduk di samping Aldi.
“Sorry ya Beb... Kamu kelamaan ya nunggunya?" Dewi memberikan senyum termanisnya.
"Untung sayang! Coba kalo enggak! Udah aku tinggal!" jawab Aldi dengan ketus dan bibir cemberut.
"Uuhhh… so sweetnya pacar akuuhh!" Dewi membelai pipinya Aldi dengan sayang. Perlakuan itu mampu merubah cepat mood Aldi yang buruk menjadi baik.
Melihat interaksi Dewi dengan Aldi. Anin teringat sosok Dirga. Hatinya sedikit resah. Ada rasa takut juga rindu menjadi satu. Rindu akan pria yang sudah seminggu ini mengganggu pikirannya. Takut akan keputusannya yang pergi ke pesta tanpa bicara kepadanya.
Tadi saat berkirim pesan dengannya. Ia memang sengaja tidak mengangkat pangilan vidio call di aplikasi pesannya. Karena Dewi sedang berada bersamanya. Kalau Dewi sampai tau yang menelfonnya adalah Pemilik perusahaan tempat mereka bekerja. Bisa gempar dunia persilatan. Tiba-tiba Anin merinding membayangkannya.
Anin lebih memilih berjalan di belakang dua sejoli yang sedang di mabuk asmara. Dunia serasa milik berdua. Mereka memasuki area yang telah disiapkan bagi para undangan.
Kafe berdesain outdoor itu terlihat ramai pengunjung. Di area tempat dimana acara berlangsung. Nampak beberapa tamu undangan yang tak lain adalah teman-teman Mira sedang menikmati sajian yang di suguhkan. Mereka hadir dengan membawa pasangannya masing-masing.
“Happy Birthday Ra." Dewi memberikan ucapan sembari memeluknya.
"Kog telat sih?" Mira bertanya.
"Biasaa... Nunggu Tuan Putri keluar dari sarangnya dulu." Aldi langsung menimpali.
"Ishh Beb!" Dewi bergelayut manja di lengan Aldi.
Di susul Anin maju beberapa langkah mendekat ke Mira.
"Hai Mira... Selamat Ulang Tahun ya,"... Anin menempelkan pipi kakan dan kirinya.
"Wahh... Ini kamu An? Aduh, kamu cantik banget. Aku hampir tidak mengenali. Aku merasa tersaingi loh.." ucap Mira sambil tertawa. Dan Anin hanya tersenyum menanggapinya.
"Di nikmati hidanganya ya An" Mira mempersilahkan ketiganya.
Anin memilih memisahkan diri dari Dewi dan Aldi. Ia mencari tempat yang nyaman sambil menikmati minuman. Anin duduk di sudut kursi yang di sediakan.
"Hai." seseorang menyapa.
"Kamu Anin kan? Masih ingat Kakak?" pria itu ikut duduk di samping Anin.
Anin mencoba mengingatnya.
"Ohh, ya ampun. Kak Adi ya?" Anin balik bertanya kepada pria itu. Yang ternyata adalah sahabat Andre mantan suaminya.
"Kamu ternyata sudah pikun ya An, tapi semakin cantik." candanya sambil tersenyum memandang Anin.
"Kak Adi apa kabar?" Anin bertanya memutus pandangan Adi.
"Yahhh... Seperti yang kamu lihat. Kakak semakin tampan." Adi tersenyum ramah dengan terus menatap Anin.
"Dihh! Kakak kepedean." Anin mencibir.
Di sambut dengan gelakan tawa dari Adi.
"Ngomong-ngomong. Kamu sendirian hadir di acara ini?"
"Anin kesini sama teman Kak, tuhh…" sambil mengarahkan dagunya ke arah Dewi.
Dan Adi mengikuti arah yang di tuju oleh Anin.
"Oh ya, Kak Adi kog ada di sini?" tanyaku sembari mencoba memutus tatapannya.
"Mira sepupuku An, dan kafe ini salah satu usaha kecil-kecilanku." Jawabnya merendah.
"Oohhh!" bibirku membulat.
"An, aku. Turut prihatin dengan perceraianmu dan Andre. Selama tiga tahun ini Kakak tinggal di Singapura. Dan baru beberapa bulan kembali ke tanah air untuk mengurus kafe ini. Kakak baru mengetahuinya beberapa minggu yang lalu saat bertemu Andre."
"Anin baik-baik saja Kak. Tolong, jangan membahasnya. Karna membuat Anin tidak nyaman." aku buru-buru memotong ucapannya. Aku sudah tidak mau mendengar nama Andre lagi.
"Sorry An, Kakak tidak bermaksud..." obrolan kami terhenti ketika suara dering ponselku berbunyi tanda ada panggilan masuk.
Aku terkejut. Mengetahui siapa nama yang menelfon ku.
"Maaf Kak, Anin angkat telfon dulu." Aku sedikit menjauh dari Kak Adi saat mengangkat telfon.
Baru saja ku tempelkan benda pipih itu ke telingaku. Suara tegas sudah menyambar gendang telingaku.
“Anindirra! Keluar sekarang juga! Aku tunggu di depan!"
Belum sempat ku jawab. Sambungan telfon sudah diputuskan. Tanpa pamit, aku berjalan sedikit berlari keluar dari dalam kafe.
****
Bersambung❤️
karna saya sadar diri..
saya ga bisa nulis cerpen..
hee