Nayla, seorang gadis sederhana dengan mimpi besar, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah menerima lamaran dari Arga, seorang pria tampan dan sukses namun dikelilingi rumor miring—katanya, ia impoten. Di tengah desakan keluarganya untuk menerima lamaran itu demi masa depan yang lebih baik, Nayla terjebak dalam pernikahan yang dipenuhi misteri dan tanda tanya.
Awalnya, Nayla merasa takut dan canggung. Bagaimana mungkin ia menjalani hidup dengan pria yang dikabarkan tak mampu menjadi suami seutuhnya? Namun, Arga ternyata berbeda dari bayangannya. Di balik sikap dinginnya, ia menyimpan luka masa lalu yang perlahan terbuka di hadapan Nayla.
Saat cinta mulai tumbuh di antara mereka, Nayla menyadari bahwa rumor hanyalah sebagian kecil dari kebenaran. Tetapi, ketika masa lalu Arga kembali menghantui mereka dalam wujud seseorang yang membawa rahasia besar, Nayla dihadapkan pada pilihan sulit, bertahan di pernikahan ini atau meninggalkan sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rose.rossie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Benda itu seakan berbicara. Cincin kecil dengan inisial “C” di bagian dalamnya terus berputar di antara jari-jari Nayla, seperti magnet yang memaksa pikirannya untuk kembali ke Clara.
“Clara tidak mungkin memberikan sesuatu tanpa alasan,” ujar Nayla sambil menatap Arga.
Arga mengangguk, tetapi tatapannya tertuju pada Bayu, yang sedang memeriksa cincin itu seperti seorang detektif amatir.
“Ini pasti ada hubungannya dengan pesan-pesan itu,” Bayu berkata dengan nada serius, meski wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa puas karena merasa seperti tokoh utama dalam film detektif.
“Bayu, kau tahu ini bukan Sherlock Holmes, kan?” sindir Arga sambil melipat tangan di dada.
Bayu mengangkat bahu. “Biar saja. Kalau ini film, aku pasti jadi sidekick yang mencuri perhatian.”
Nayla menahan senyum. “Kalau begitu, apa teori sidekick kita soal cincin ini?”
Bayu memutar cincin itu sekali lagi. “Bisa jadi ini simbol. Clara ingin menunjukkan bahwa dia lebih dekat dengan kalian daripada yang kalian pikirkan.”
“Lebih dekat?” Nayla mengerutkan dahi.
“Ya,” Bayu mengangguk. “Atau mungkin dia hanya kehabisan cara untuk menarik perhatian.”
Mereka memutuskan untuk mencari tahu lebih jauh tentang cincin itu. Bayu sibuk membuka laptopnya lagi, sementara Nayla dan Arga duduk di sofa, mencoba menghubungkan semua potongan teka-teki yang mereka miliki.
“Arga, kau pernah melihat cincin ini sebelumnya?” tanya Nayla.
Arga menggeleng. “Tidak. Tapi aku tidak akan terkejut kalau Clara sengaja membuat sesuatu untuk memprovokasi kita.”
Nayla mendesah panjang. “Dia benar-benar tidak punya batas, ya?”
“Clara itu seperti ujian matematika waktu sekolah,” Bayu menimpali tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Semakin kau mencoba memahaminya, semakin pusing kau dibuatnya.”
“Dan semakin kau salah menjawab, semakin panjang hukumannya,” balas Nayla, membuat mereka bertiga tertawa kecil.
Tapi tawa itu segera terhenti ketika Bayu menunjuk sesuatu di layar laptopnya.
“Lihat ini,” katanya, menunjuk sebuah artikel berita.
Arga dan Nayla mendekat. Di layar, terlihat nama Clara disebut dalam sebuah laporan tentang persaingan bisnis di industri yang sama dengan tempat Arga bekerja.
“Clara terlibat skandal keuangan?” Nayla membaca judul itu dengan nada tak percaya.
“Bukan hanya itu,” Bayu menjelaskan. “Dia dituduh memanipulasi data perusahaan untuk menjatuhkan pesaing. Dan lihat ini.”
Dia menggulirkan layar ke bawah, menunjukkan sebuah dokumen yang menyebut nama Arga sebagai salah satu target Clara.
“Jadi dia tidak hanya ingin menghancurkan pernikahan kita,” ujar Nayla, suaranya penuh amarah. “Dia juga ingin menghancurkan kariermu?”
Arga mengangguk pelan, wajahnya mulai terlihat serius. “Kalau ini benar, aku tidak bisa tinggal diam.”
Bayu tersenyum lebar. “Itulah semangat yang kita butuhkan! Mari kita balas!”
“Tunggu,” Nayla memotong. “Bagaimana kita bisa yakin bahwa ini bukan jebakan lain dari Clara?”
“Karena ini bukan gaya Clara,” jawab Arga dengan mantap. “Dia suka memanipulasi dari balik layar. Kalau dia sampai terlibat langsung seperti ini, berarti dia mulai kehilangan kendali.”
“Dan itu kesempatan kita,” tambah Bayu, memutar laptopnya kembali.
---
Hari itu diisi dengan diskusi panjang, rencana dadakan, dan beberapa lelucon yang entah bagaimana tetap membuat mereka tertawa di tengah situasi tegang.
“Jadi, langkah pertama kita apa?” tanya Nayla.
“Kita perlu bukti lebih kuat,” jawab Arga. “Kalau aku bisa menunjukkan bahwa Clara memang mencoba menjatuhkan karierku, aku punya alasan untuk melaporkannya.”
“Dan untuk itu, kita butuh akses ke file pribadinya,” tambah Bayu.
“File pribadi?” Nayla mengerutkan dahi. “Bagaimana caranya kita mendapatkan itu?”
“Tenang saja,” jawab Bayu sambil tersenyum penuh percaya diri. “Aku punya ide.”
Bayu mengatur rencana dengan sangat detail, meski beberapa bagian terdengar seperti adegan dari film komedi.
“Kita akan pura-pura mengundang Clara untuk bertemu,” jelas Bayu. “Dan saat dia lengah, kita cari akses ke ponselnya.”
“Ponselnya?” Nayla menatap Bayu dengan ragu. “Kau yakin itu tidak akan membuat kita masuk penjara?”
“Kalau berhasil, itu disebut investigasi,” jawab Bayu dengan nada penuh kemenangan. “Kalau gagal, yah… anggap saja ini petualangan.”
Arga memijat pelipisnya. “Kenapa aku merasa ini ide buruk?”
“Karena kau terlalu realistis, Arga,” balas Bayu sambil mengedipkan mata.
---
Rencana mereka berjalan lebih lancar dari yang mereka kira. Clara datang ke sebuah restoran mewah, seperti yang mereka harapkan. Dia tampak percaya diri, seperti biasa, tetapi ada ketegangan di wajahnya yang tidak bisa dia sembunyikan.
Sementara Bayu berusaha mengalihkan perhatian Clara dengan obrolan panjang, Arga dan Nayla duduk di meja lain, menunggu kesempatan untuk bertindak.
“Dia mulai gelisah,” bisik Nayla.
“Bagus,” jawab Arga. “Itu artinya kita punya peluang.”
Ketika Clara akhirnya meninggalkan mejanya untuk pergi ke kamar kecil, Bayu memberi isyarat kepada Arga.
“Sekarang,” katanya dengan nada tegas.
Arga dan Nayla segera bergerak, mencari tas Clara yang ditinggalkan di meja. Di dalamnya, mereka menemukan ponselnya, tetapi sebelum mereka bisa berbuat apa-apa, suara langkah kaki terdengar dari belakang mereka.
Mereka berbalik, dan di sana, Clara berdiri dengan senyum penuh kemenangan.
“Apa yang kalian lakukan?” tanyanya dengan nada dingin.