NovelToon NovelToon
Ekspedisi Arkeologi - Misteri Kutukan Mola-Mola.

Ekspedisi Arkeologi - Misteri Kutukan Mola-Mola.

Status: sedang berlangsung
Genre:TimeTravel / Sistem / Epik Petualangan / Dendam Kesumat / Pulau Terpencil
Popularitas:498
Nilai: 5
Nama Author: Deni S

Ketika seorang pemuda dihantui oleh teka-teki atas hilangnya sang Ayah secara misterius. Bertahun-tahun kemudian ia pun berhasil mengungkap petunjuk dari buku catatan sang Ayah yang menunjuk pada sebuah batu prasasti kuno.

Satrio yang memiliki tekad kuat pun, berniat mengikuti jejak sang Ayah. Ia mulai mencari kepingan petujuk dari beberapa prasasti yang ia temui, hingga membawanya pada sebuah gunung yang paling berbahaya.

Dan buruknya lagi ia justru tersesat di sebuah desa yang tengah didera sebuah kutukan jahat.
Warga yang tak mampu melawan kutukan itu pun memohon agar Satrio mau membantu desanya. Nah! loh? dua literatur berbeda bertemu, Mistis dan Saint? Siapa yang akan menang, ikuti kishanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deni S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4: Teror Kutukan V4

Desa Mola-Mola dengan kedamaian yang semu. Semua warga telah terlelap, lelah setelah menjalani hari yang penuh aktivitas. Di rumah Pak Purrok, suasana sunyi menghampiri, hanya terdengar suara desahan lembut dari tidur nyenyak Daiva di kamarnya.

Di kamar Pak Purrok dan Istrinya, Adistri, malam itu pun tenang. Namun, ketenangan itu segera buyar ketika suara dentuman benda jatuh menggema di malam yang sepi, membuat Pak Purrok terbangun dengan jantung berdegup kencang.

Ia terdiam sejenak, mencoba meresapi suara itu, sementara aroma tidak sedap mulai tercium, mengusik indra penciumannya. Pikiran liar mulai menjelajahi rumor-rumor yang beredar tentang kutukan yang melanda desa, seolah-olah bisikan masa lalu kembali menghantui.

“Tidak mungkin,” gumamnya, berusaha menepis ketakutan yang menggerogoti hati. “Kami sudah kembali pada leluhur. Ini tidak mungkin terjadi.”

Namun, suara aneh yang mengusik kembali datang, kali ini dari kamar Daiva. Dalam keadaan panik, Pak Purrok berlari membuka pintu kamar putrinya, suara ribut yang menggema di dalam berhasil membangunkan Adistri yang berbaring di sampingnya. Tanpa pikir panjang, Adistri mengikuti langkah suaminya, khawatir akan putri mereka.

“Daiva!” gumam Pak Purrok, berusaha tenang meski ketakutan menghimpit dadanya. Namun, saat ia hendak membuka pintu kamar Daiva, terkejutlah ia ketika melihat sang istri mendadak terjatuh pingsan, tubuhnya terkulai tak berdaya.

“Adistri!” teriaknya panik, namun tidak ada waktu untuk mengkhawatirkan istrinya. Dengan cepat, ia membuka pintu kamar dan melangkah masuk, matanya menyapu ruangan.

Di dalam kegelapan, sosok hitam terlihat berdiri di dekat jendela kamar Daiva. Dalam kebingungan, Pak Purrok mengira ia akan melawan sosok itu, tetapi kabut tebal menghalangi pandangannya. Desiran angin malam bergetar dalam ketegangan, membuat jantungnya berdegup tak beraturan.

“Siapa kau? Apa yang kau inginkan di sini?” teriaknya, suaranya bergetar, namun tidak ada jawaban, hanya keheningan yang semakin menyesakkan.

Tiba-tiba, nafasnya terasa berat, seperti ada sesuatu yang mengekang dadanya. Dalam keadaan panik, dia mencoba untuk maju, tetapi langkahnya terhenti. Kabut itu semakin tebal, menyelimuti semuanya dengan kelam. Dalam keadaan yang semakin mencekam, Pak Purrok merasa tubuhnya tak lagi mampu menahan beban yang datang.

“Maafkan ayah. Daiva,” ujarnya pelan, sebelum akhirnya ia tersungkur, tak berdaya, merasakan dunia menggelap seiring nafasnya yang tersengal. Dalam ketidaksadaran, ia tidak bisa mendengar jeritan putrinya yang terbangun dari tidurnya, hanya keheningan yang mengoyak malam.

Malam itu, kedamaian yang semu berubah menjadi kegelapan yang pekat, menyelubungi Desa Mola-Mola dengan ancaman yang tidak terduga.

Riang burung-burung bernyanyi, seolah menyambut pagi yang tenang. Ekot dan Pak Kades duduk di depan rumah, menikmati ketenangan pagi setelah hari yang panjang. Namun, langkah cepat Pak Janjan yang datang dari kejauhan membuyarkan keheningan. Ekot segera berdiri, merasa ada sesuatu yang mendesak.

Tanpa menunggu lama, Pak Janjan, dengan napas terengah-engah, langsung menyampaikan kabar mengerikan, "Ekot! Pak Purrok dan Daiva... Kutukan itu merenggut keluarga mereka."

Mendengar kabar itu, dunia Ekot seakan runtuh. Ia terjatuh berlutut, hatinya berteriak dalam hening, sementara air matanya mulai mengalir tanpa ia sadari. Pak Kades segera menghampirinya, mencoba meredam kesedihan anaknya, tapi amarah dan rasa bersalah sudah meluap di dada Ekot.

"Tenangkan dirimu Ekot!" ujar Pak Kades dengan suara tenang namun putus asa, namun Ekot tidak lagi mendengarnya. Ia bangkit dengan cepat, berlari menuju sisi rumah, mengambil tombak yang tersandar di sana. Matanya menyala penuh dendam dan kepedihan yang membara.

"Ekot! Jangan gegabah!" Pak Kades mencoba menghentikannya, tapi Ekot sudah melesat ke arah hutan, tak lagi bisa dihentikan.

Ekot berlari dengan napas terengah, menerjang semua rintangan yang ada. Dahan-dahan tajam menggores tubuhnya, kakinya terluka oleh batu-batu tajam, namun ia tak peduli. Meski tubuhnya terjatuh beberapa kali, ia selalu bangkit dan terus berlari, dikuasai oleh kemarahan yang membara.

Ketika akhirnya tiba di depan Gua Leluhur, Ekot tak lagi berpikir panjang. Dengan tombaknya, ia menghancurkan sesembahan yang tertata di bibir gua, melemparkan semua persembahan yang telah dipersiapkan oleh warga. Nafasnya berat, matanya menyala liar menatap kegelapan gua yang menelan semua harapannya.

"Leluhur! Apa yang harus kami lakukan!" Ekot berteriak ke dalam gua, suaranya menggema di antara batu-batu yang dingin. "Kami sudah melakukan semua yang diminta! Tapi mengapa kutukan ini masih merenggut warga kami!!"

Tubuhnya jatuh berlutut, memohon, suaranya kini tersendat oleh isakan penuh keputusasaan. "Jika harus ada yang dikorbankan... ambillah nyawaku!!"

Ekot terdiam, merasa betapa kecil dan tak berdayanya dirinya di hadapan kekuatan yang tidak bisa ia pahami. Dalam kesedihan dan rasa bersalah, ia memejamkan mata, berharap ada keajaiban yang datang untuk menghentikan penderitaan ini.

Ekot menaikan dagu, memperlihatkan air mata dan deretan gigi dari raut wajah yang begitu emosi dan tertekan. "Jika aku tak mampu melawanmu... Siapapun.. kumohon gantikanlah aku untuk mengahncurkan kutukan ini! Tolonglah desa kami!!"

1
Muslimah 123
1😇
Delita bae
salam kenal jika berkenan mampir juga👋👍🙏
Delita bae: iya , mksh semangat ya 😇💪👍🙏
Msdella: salam kenal kak.. wih banyak karyanya kak.. nnti aku baca juga kak
total 2 replies
miilieaa
haloo kak ..sampai sini ceritanya bagus kak
lanjut nanti yah
Msdella: Hallo.. Terima kasih kak.. Siap, kak. nanti saya update sampe tamat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!