"Kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu kota" peribahasa ini tidak tepat bagi seorang Arini, karena baginya yang benar adalah "kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu mertua" kalimat inilah yang cocok untuk menggambarkan kehidupan rumah tangga Arini, yang harus hancur akibat keegoisan mertuanya.
Tidak semua mertua itu jahat, hanya saja mungkin Arini kurang beruntung, karena mendapatkan mertua yang kurang baik.
*Note: Cerita ini tidak bermaksud menyudutkan atau menjelekan siapapun. Tidak semua ibu mertua itu jahat, dan tidak semua menantu itu baik. Harap bijak menanggapi ataupun mengomentari cerita ini ya guys☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom's chaby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEMBILAN BELAS
"Kamu jangan pulang sekarang Rin. Acaranya kan belum dimulai." Kata Nena.
"Saya nggak bawa salin buat Razka kak. Lagipula semua kerjaan udah beres, jadi saya pulang sekarang aja. Lagian udah mendung, takut hujan." Balas Arini.
"Tapi Rin......"
"Maaf kak....tapi saya sudah nggak mau disini." Ucap Arini dengan mata berkaca-kaca.
Nena mengerti dan merasa iba melihat adik iparnya itu.
"Bi Maryam, bingkisan buat Arini sama ibunya disimpan dimana?." Tanya Nena.
"Oh ...itu, di meja makan. Semuanya bibi simpan disitu." Jawab bi Maryam, adik pak Hardiman.
"Udah kak. Nggak usah repot-repot. Saya juga kesini gak bawa apa-apa." Kata Arini.
"Eh masa gitu. Kamu itu kan bagian dari keluarga ini. Lagipula kamu udah capek bantuin masak." Balas Nena, seraya melangkahkan kakinya menuju meja makan yang dimaksud.
Ada enam susun rantang makanan, dan beberapa bingkisan berisi kue dan buah-buahan, yang sudah di beri label nama diatasnya. Nena mencari nama Arini di keenam rantang tersebut tapi tak menemukannya.
"Bi, punya Arini yang mana ya? Kok nggak ada ya?." Tanya Nena.
"Ah masa. Ada kok. Tadi bibi simpan disana semua." Sahut bi Maryam, lalu melangkah menuju meja makan. Dia mengecek satu persatu rantang itu, dan memang tidak ada nama Arini disana. Padahal tadi jelas-jelas dia yang memberi nama di masing-masing rantang.
Bi Maryam tahu, ada orang yang mengganti nama Arini dan nama ibunya, dengan nama Sandra dan pak Wirya.
"Ya udah, bawa aja dulu yang ini. Nanti kita bikin lagi, buat gantinya." Kata bi Maryam, seraya mengambil dua susun rantang yang sudah terisi makanan, juga dua bingkisan berisi kue dan buah.
"Eh..eh eh, mau dibawa kemana itu rantang?." Tanya bu Ratih yang datang tiba-tiba.
"Ini buat Arini sama ibunya." Jawab bi Maryam
"Itu buat Sandra sama pak Wirya." Kata bu Ratih. "Arini, kamu nggak apa-apa kan kalau makanan buat kamu dan ibu kamu gak pakai rantang?." Tanya bu Ratih
"iya....nggak apa-apa. Gak bawa makanan juga saya nggak apa-apa." Jawab Arini
"Kalau gitu, kamu bawa aja yang ini." Ucap bu Ratih seraya menyerahkan dua nasi kotak pada Arini. Nasi kotak yang sama, yang dibagikan pada warga di sana.
"Eh.....mbak Ratih, masa Arini dikasih nasi kotak." Kata bi Maryam.
"Gapapa bi." Timpal Arini.
"Arini sendiri gak keberatan kok. Lagian Arini dan ibunya kan cuman tinggal sendiri. Jadi nasi kotak juga udah cukup untuk mereka. Dari pada nggak kemakan, kan sayang mubazir." Jawab bu Ratih.
"Sendiri gimana. Kan ada Razka, terus itu adiknya Arini. Lagian gak pantes, masa menantu sama besan cuma di kasih nasi kotak. " Kata bi Maryam.
"Kenapa gak pantes, toh yang dimakan isinya, bukan rantangnya. Lagian aku udah nggak punya rantang lagi. Jadi udah, ga usah ribet bawa aja ini. Tinggal nambahin satu lagi buat adik Arini." Balas bu Ratih.
"Biar bibi ngambil dulu rantang bibi, buat kamu Rin."
"Udah bi. Nggak usah. Saya mau pulang sekarang. Razka udah rewel dari tadi."
"Tapi Rin....."
"Udah bi. Nggak apa-apa kok." Kata Arini meyakinkan bi Maryam.
"Ya udah kalau gitu." Balas bi Maryam, lalu memasukan tiga nasi kotak kedalam kantong kresek warna putih. Dia juga mengambil dua kantong bingkisan untuk diberikan pada Arini.
"Kira-kira bakal kamu makan nggak itu bingkisannya Arini?. Kalau sekiranya gak kemakan, mending jangan dibawa. Buat yang lain saja." Tanya bu Ratih, membuat emosi dalam dada Arini semakin berkobar. Dan dia tak kuat lagi menahannya.
"Gapapa, kalau ibu nggak ikhlas ngasih ke saya dan ibu saya, mending nggak usah. Saya juga tidak mengharapkan pemberian dari ibu. Saya cukup tahu diri, untuk tidak mengharapkan apapun dari ibu. Saya sadar siapa saya. Jadi cukup, ibu tak perlu lagi merendahkan saya." Ucap Arini, lalu pergi dari sana tanpa mempedulikan tatapan orang-orang yang ada disana.
"Kurang ajar sekali si Arini. Nggak ada sopan-sopan nya sama mertua. Kalian lihat sendiri kan gimana sifat aslinya dia." Ujar bu Ratih.
"Bukan gak sopan, tapi mbaknya juga yang keterlaluan sama dia, jadi wajar sih kalau dia marah dan kesel. Lagian kenapa mbak harus membeda-bedakan Arini dan yang lain. Arini kan sama, menantu mbak."
"Siapa yang membeda-bedakan." Sanggah bu ratih.
...----------------...
.
.
.
Bersambung🌿
follow me ya thx all