"Assalamualaikum, boleh nggak Alice masuk ke hati Om dokter?" Alice Rain menyengir.
Penari ice skating menyukai dokter yang juga dipanggil dengan sebutan Ustadz. Fakhri Ramadhan harus selalu menghela napas saat berdiri bersisian dengan gadis tengil itu.
Rupanya, menikahi seorang ustadz, dosen, sekaligus dokter yang sangat tampan tidak sama gambarannya dengan apa yang Alice bayangkan sebelumnya.
Happy reading 💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masha Allah
Widya Astuti.
"Astaghfirullah," sebut Fachry. Ibunya selalu berekspresi berlebih ketika melihat pemuda atau bahkan pria paruh baya yang tampan.
Dulu, dikisahkan Widya salah satu kembang desa yang mengejar cinta almarhum ayah Fachry si tampan. Yah, ... berhasil karena pada akhirnya mereka memiliki Fachry.
Namun, jika bicara soal jodoh dengan besan, Fachry rasa, Sky tidak cocok. Jadi mertua saja, Sky tak pernah bisa bersikap baik, apa lagi merangkap menjadi ayah tiri.
Mungkin akan lebih kejam dari Bapak kota atau semacamnya. Walau diperbolehkan besan dan besan menikah sebab kedua orang itu tidak memiliki ikatan mahram, tapi Fachry tak berkhayal memiliki ayah tiri seperti Sky.
"Makan, Mas besan!"
Sky sawan, tak pernah dia melihat wanita seagresif ibunya Fachry selain Alice, dan Kakaknya Snowy, bahkan Leona saja tidak seagresif itu.
Duduk di kursi meja makan saja tak bisa tenang, selalu waspada, takut jika sampai pipi bercambangnya harus diserobot besannya.
Tak jarang Sky menyingkir, karena trauma bahkan sebelum Widya menciumnya. Walau tak mungkin, sebab meskipun agresif, Widya bukan wanita obralan yang tak tahu diri.
"Ini beneran Ibu kamu, hm?" Sky berbisik di telinga menantunya. Dan Fachry mengangguk mengiyakan dalam keadaan tenang.
Sky berdehem karena gugup dipandangi wanita agresif ini. "Kok bisa ngalahin Rapunzel ganasnya," bisiknya kembali.
Fachry tertawa, walau tak bersuara keras, sedikit tergelitik karena ibunya disamakan dengan harima yang sudah tentu rawrr!
"Mas besan apa kabar?!" Widya menyangga dagu dengan dua telapak tangannya, mirip seperti gadis baru jatuh cinta.
"Baik, Buk." Sky lalu berdehem demi mengembalikan kewibawaannya.
"Kok, Buk?!" Widya tak terima, beda umur mereka palingan tidak jauh, atau bahkan, mungkin Sky yang lebih tua darinya karena alasan Widya menikah muda sebab tak lulus SMA.
"Panggil, Dek tah, Mas!" paksanya.
"Dek?" Sky semakin cengok, astaghfirullah, mendadak ingin bertaubat, kenapa ada besan yang meminta besannya memanggil, Dek?
"Panggil, Dek ora?!" paksa Widya lagi, bahkan kali ini memegang sendok nasi seperti mengancam Sky.
Ya salam, seorang CEO X-meria yang disegani, seperti tak ada harga dirinya di depan sang besan si orang kampung.
"Mengko tak centong sisan raine seng ganteng ben kurang sitek!" ancam Widya lagi.
"Ngomong apaan?" Sky bertanya pada Fachry dengan bisikan. Dan Fachry segera menjawab walau berbohong demi kedamaian.
"Mas besan ganteng."
"Jelas lah!" Sky melebar senyum dengan serta picingan matanya. Lalu, menolak saat Widya menawarkan makanan lain. "Nggak usah Buk. Eh, ... Dek!"
"Puasa hari pertama gimana?" tanya Widya.
Bukan pertanyaan kapan dilaksanakannya resepsi pernikahan Fachry dan Alice yang belum dibicarakan, malah basa basi puasa pertama yang bahkan Sky tak jalankan.
"Kuat," bual Sky. Padahal, siang tadi ikut ikutan makan takjil bersama Dominic.
"Alhamdulillah." Itu awal dari pembicaraan serius, mengenai resepsi pernikahan Fachry dan Alice yang akan dilangsungkan dua bulan dari sekarang.
Fachry tak dimintai apa pun, walau pada nyatanya Widya menawarkan bantuan berupa uang, tapi Sky menolak karena gengsinya.
Sky tak menuntut banyak. Fachry sudah mau mencukupi kebutuhan Alice sebagai istri saja sudah di luar ekspektasinya.
Perbincangan berakhir setelah Sky melihat layar ponselnya. Dan pamit walau Widya tak ikhlas untuk melepasnya.
Di sinilah Sky berakhir, duduk di jok mobil bersama Dominic dan sopir yang memandu kendaraan itu di jok depan sementara dirinya bersandar di jok bossy miliknya.
Lambaian tangan Widya masih membuat Sky trauma, entah lah Sky kurang yakin jika Fachry anak kandung Widya. "Kamu percaya kalau, Fachry tertukar di Rumah Sakit?"
Dominic tertawa. "Aku lihat, memang Fachry berbeda, mukanya mirip Mas Mas Arab yang jual kain di Bandung."
Kalau perkara itu, Sky setuju. Yah, walau pada nyatanya wajah Widya yang mendominasi wajah Fachry, akan tetapi, ada yang berbeda dari paras menantunya.
"Tapi, Widya cantik." Dominic memuji, dia juga duda ditinggal mati. Dan sampai sekarang ia masih setia tak menikah lagi.
"Jangan bilang kamu naksir?!" tukas Sky.
Dominic tertawa cekikikan, tak peduli sang sopir meliriknya aneh. "Rela aku mualaf kalo nikahnya sama modelan begitu."
"Astaghfirullah," sebut Sky. "Nyebut, Nic, ... bagiku agama ku bagimu agama mu!"
Dominic terpingkal. "Si boss, udah mulai tausiyah kayak mantunya!" Sang sopir juga ikut tertawa karena ini pemandangan aneh.
Di mana Sky bicara seperti seorang waras, padahal boro- boro mau ibadah. Sering Dominic mengingatkan shalat Jum'at pun, katanya tanggung taubatnya nunggu tua.
Mereka menuju perjalanan pulang, sampai ketika di tengah perjalanan, Sky menanyai asisten personalnya. Sebab, barusan saja Dominic mengangkat sebuah telepon.
"Siapa?"
"Lala izin tidak masuk, besok ada jadwal periksa ibunya, ... Calon suaminya baru saja buka usaha Cafe baru lagi, katanya perhiasan dari Boss dijual untuk bisnis rintisan, Raffa."
Sky tertawa samar, sudah berapa perhiasan yang dia beri, dan dijual lagi. "Jadi Lala pacaran sama parasit?"
"May be!" Dominic mengangkat kedua bahunya, sebenarnya jika bicara masalah parasit, Lala sering sekali terjebak di kisah cinta pria parasit, contohnya suami lamanya.
Saking tak matrenya, tak silau pada harta benda karena dia menganggap dirinya wanita karir yang bisa mencari nafkah sendiri, tapi juga mengenyampingkan realistisnya.
"Kau percaya Raffa setia?"
Dominic tertawa kembali. "Aku lebih percaya, Boss cemburu, dari pada Raffa yang setia."
Ledekan yang diakhiri tendangan Sky hingga jok depan terperosok ke kabin, bahkan tega menghimpit tubuh Dominic. "Boss Fir'aun!"
...🎬🎬🎬...
🎬🎬🎬
^^^🎬🎬🎬^^^
Fachry pulang cepat, kebetulan tak ada kegiatan di pesantren. Sekarang, Fachry tak mengajar, dan Alhamdulillah tidak sesibuk dahulu.
Dari Rumah Sakit ia langsung ke kediaman keluarga Rain demi bisa menjalani berbuka puasa bersama istri di rumah mertua.
Terakhir, Alice chat, dan bilang ingin buka saja, boleh atau tidak. Tentu saja Fachry tak beri izin karena Alice sudah wajib berpuasa.
Tiba di mansion, sang pelayan langsung mengarahkan Fachry pada kolam renang luas di belakang rumah, di mana istrinya sedang menenggelamkan diri dengan baju pendek.
"Masha Allah, Sayang!" Fachry sedikit terkikik, dia paham betul jika Alice sengaja berendam untuk membuat panas di tubuhnya raib.
"Kamu ngapain?" Fachry bertanya seketika Alice menampakkan diri ke permukaan air dengan mulut yang menghela napas kuat.
Meski sudah berendam, Alice rak terlihat lebih baik, malah lebih parah. "Panas banget!"
"Sini sini," panggil Fachry. Uluran tangannya membuat Alice segera meraih dan menepi ke tubir kolam, lalu naik dengan bantuan Fachry.
Handuk kimono di kursi malas Fachry raih untuk membalut tubuh Alice. "Boleh batal nggak sih?" Alice masih berharap memelas.
"Kemarin kuat kan?" Di hari pertama, Alice bahkan tak mau makan sampai jam setengah tujuh, malahan tak mau buka karena marah.
"Kemarin kan lagi ngambek, jadi nggak kerasa laper banget! ... Kalo sekarang beda!" Alice lalu menjatuhkan diri di sofa dengan gerakan lemas seperti pingsan.
Napasnya mulai pelan. "Alice takut banget mati deh, Dok! ... Dokter nggak kasihan emang, liat istrinya kehausan begini," lirihnya.
Fachry tertawa, mengusap pipi wanita itu, masha Allah, mendidiknya. "Insya Allah nggak akan mati cuma karena ikut puasa, Sayang."
"Tapi panas banget." Alice sengaja menarik turunkan napasnya secara cepat, seakan dia tak bisa bernapas dengan baik. "Mau mati!"
"Ssstt!" Fachry gosok rambut Alice dengan handuk lainnya. Setidaknya meringankan rasa lelah berjuang Alice. "Shalat yuk!"
"Boleh sambil duduk enggak?" rengek Alice, dia masih terkapar di sofa dengan wajah yang memelas.
"Emang nggak kuat banget berdiri?" Fachry memastikannya.
"Kuat sih." Alice kuat, tapi malas kalau harus menghabiskan energi untuk shalat sambil berdiri.
"Kamu pucat, mungkin hipoglikemia. Besok- besok, jangan berenang dulu. Selain makin lemas, ditakutkan terminum, sesuatu hal yang beresiko membatalkan puasa itu, makruh."
"Oh..." Alice diam, terpejam, bahkan tak bergerak lagi. Sampai Fachry menyebutnya dengan bisikan lembut.
"Sayang..."
"Alice udah mati!" Alice malas shalat, sumpah, lemas sekali badannya setelah lama berendam di dalam kolam.
"Kalo nggak kuat banget bisa sambil duduk, kok, asal jangan ditinggalin." Fachry masih berusaha keras walau dengan cara lembut.
Alice mendesah ke udara. "Ternyata, berat banget ya jadi wanita shalihah!"
"Belum terbiasa, bukan berat." Fachry meyakinkan Alice, sebelum ada seseorang yang membuat keduanya menoleh bersama.
Opa Rega membawa pentungan besi pendek sambil dipukul pukul ke tangan. "Shalat, Alice, kalau sudah, ... Fachry temui Papi di belakang rumah."
"Mau ngapain?" Alice mendadak melek dan terbangun, apa lagi gaya preman opa Rega mencurigakan sekali. Seperti, ketua OSIS yang akan melakukan perpeloncoan.
"Ajak Fachry ngabuburit sama, Rapunzel, apa salahnya ustadz kenalan sama harimau."