FIKSI karya author Soi. Hanya di Noveltoon.
Ganti judul (Alter Ego) 》PERSONA.
Berawal sebagai gadis biasa yang menghadapi diskriminasi, Clara membuktikan dirinya dengan bekerja di perusahaan besar. Di saat Clara menjadi orang kepercayaan sang Bos konglomerat, dirinya menyadari adanya keterkaitan antara kasus yang ditanganinya dan bahaya yang mengancam nyawa orang-orang tak bersalah.
Di satu sisi, memiliki pekerjaan sangatlah penting bagi Clara yang kurang beruntung dalam mencari pekerjaan selama 30 tahun. Namun, pertemuan kembali dengan sahabat semasa remajanya membuat Clara lebih memahami siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon soisoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Resolusi
Seketika tiba di rumah sakit, Kris sudah menunggu kedatangan Kent dan kawan-kawan untuk mengucapkan sesuatu.
"Tak kusangka, Tuan Muda mau membiayai operasi saya. Saya berjanji akan membalas kebaikan Tuan Muda."
Melihat Kris yang begitu sungkan terhadap jasanya, Kent menepuk pundak pria itu dengan bersahabat.
"Tidak apa-apa. Yang penting, kamu baik-baik saja. Bagaimana kami melanjutkan misi tanpamu?" kata Kent.
"Benar. Kali ini, kau harus berbuat baik kepadanya. Tahukah kau berapa biaya operasimu?" sahut Adi, sebelum kepalanya dijitak oleh ayahnya setelah sekian lama.
Kent dan Kris pun tertawa melihat kekonyolan Adi.
"Bukankah Tuan Kent sudah bilang bahwa akan sangat berbahaya jika temannya ini tidak segera dioperasi?" tegur Burhan kepada putranya, walau Adi tetap memberontak.
"Tidak apa-apa, Pak Burhan. Perkenalkan, nama saya Kris," alih Kris dengan hormat, sembari mengulurkan kedua tangannya untuk bersalaman antar sesama umat Muslim.
"Oh iya, Kris. Salam kenal juga," balas Burhan, saling bersalaman dengan Kris.
"Lalu, bagaimana dengan penyelidikanmu saat itu?" tanya Adi kepada Kris.
"Kurasa, pria bertato itu memiliki hubungan khusus dengan korban wanita. Itu karena mereka sempat berbicara sebelum terjadi perdebatan. Aku melihatnya sendiri dan berusaha merekam semuanya, tapi aku diserang secara tiba-tiba dari belakang," tutur Kris.
"Begitu ya. Jadi, kamu tidak sempat melihat wajah pelaku?" tambah Kent.
"Benar, Tuan Muda. Saya dibekap dengan obat bius, kemudian saya diseret ke ruangan dan dipukuli.. Walau saya melawan dan akhirnya berhasil kabur, saya bukan seorang ahli bertarung," jelas Kris.
"Jadi, kau diserang dengan pisau saat membela diri?" ulang Adi, memastikan.
"Iya."
Mendengar kesaksian dari Kris, Burhan turut bertanya; "Misi itu sangat berbahaya untukmu. Mengapa kamu melakukannya seorang diri?"
Kris terdiam sejenak, kemudian menjawab; "Sebenarnya, bukan hanya saya yang dibayar dengan melakukan penelitian hingga pengintaian. Selain saya, ada banyak sekali pekerjanya, termasuk Bapak Franc Raharja. Lagipula, kami adalah bagian dari organisasi terlatih yang didukung oleh negeri. Kami tidak takut mati demi membela kebenaran dan keselamatan orang banyak, hampir seperti para tentara dan polisi."
"Inilah kenyataan. Orang-orang sederhana seperti kita mampu berkorban, walau orang kebanyakan tidak akan mampu," ulas Adi, kemudian dibalas dengan anggukan setuju dari yang lain.
"Kurasa, kita bukan orang-orang normal," gurau Kris, lalu dibantah oleh Adi seorang.
"Enak saja. Kita juga manusia, bung. Kalau kamu mau berkorban nyawa silahkan saja, kalau aku masih mau kawin dan punya banyak anak!" sebut Adi kencang, kemudian sadar bahwa ucapannya berlebihan.
Seketika yang lain masih menertawakannya, Adi langsung beralih pada ponsel Kent yang berdering di atas meja kamar rawat inap.
"Nih, terimalah. Sepertinya, dia wanita yang waktu itu," kata Adi, seraya menyerahkan ponsel Kent.
"Kenapa tidak kau angkat saja?" gurau Kent sembari menerima panggilan, lalu dibalas dengan ekspresi mengejek dari Adi.
"Halo, Bu Jessica?" sapa Kent sopan.
"Ya. Saya Jessica, kakak perempuan dari Agatha. Apakah saya bisa bertemu dengan kalian berdua? Ada hal mendesak yang ingin saya sampaikan," ucap wanita itu.
"Baik. Ada saran ingin bertemu dimana, Bu?"
"Kita bertemu di restoran saja, agar tidak mencurigakan. Sekalian, saya ingin mentraktir kalian," ujar wanita bernama Jessica itu.
Kent sedikit terheran akan undangan yang mendadak tersebut, namun mengurungkan minatnya untuk bertanya.
"Baik, Bu. Silahkan mengirimkan detail alamat dan waktunya," putus Kent, tanpa berbelit-belit.
Seusai bertelepon, Adi nampak antusias mendengar kabar dari Kent.
"Bagaimana? Apa kita akan bertemu?" tanyanya langsung.
"Iya. Memangnya kenapa?" balas Kent.
"Yes! Kalau begitu, aku harus pergi ke toko pakaian untuk membeli baju bagus."
Karena Adi berceloteh seorang diri, Kent dan yang lain hanya mengamatinya dengan bertanya-tanya, lalu tertawa penuh arti.
"Segitu semangatnya kau bertemu dengan seorang wanita? Apa dia cantik?" sindir Kris.
"Iya, cantik, buanget!" kata Adi blak-blakan, tidak lagi peduli akan reaksi orang lain.
Kent menggelengkan kepala singkat dengan cengengesan, lalu mengalihkan pembicaraan.
"Pak Burhan. Bagaimana tindakan Bapak selanjutnya? Apa Bapak berencana kembali bekerja dalam militer?" tanya Kent penasaran.
"Wah, saya terkesan oleh Tuan Muda. Bahkan, putra saya saja tidak penasaran terhadap Bapaknya yang sudah kembali. Lalu, soal itu.. Jujur, saya belum memikirkannya," kata Burhan, sambil sesekali melirik kesal pada putranya yang cuek dan sibuk dengan kepentingannya sendiri.
"Apapun keputusan Bapak, aku akan menjadi salah satu pendukung setia," ujar Kent ramah.
"Sepertinya, Tuan Muda adalah pendukung saya satu-satunya," ucap Burhan, dengan maksud menyindir putranya, walau gagal lagi.
"Sabar ya, Pak," tambah Kris, sembari tertawa ringan.
Di sisi lain, Clara yang diancam oleh Risa Raharja, akhirnya terpaksa menemui ibu tirinya itu di sebuah cafe kuno.
"Langsung saja. Aku ingin kita tinggal bersama lagi."
Baru mulai mendengarkan ucapan sang ibu tiri, Clara langsung dibuat terperangah.
"Apa maksudnya? Kenapa Ibu mau tinggal bersama denganku lagi?" ulang Clara bingung.
"Kudengar, saat ini kau sudah bekerja di perusahaan dengan posisi yang cukup aman. Teganya kamu mengabaikan Mama dan adikmu yang tidak bekerja dan membutuhkan tulang punggung keluarga?" kata Ibu Risa lancar, tanpa mengenal etika dan rasa malu.
"Bu. Kita sekarang sudah bukan keluarga. Saya keberatan jika Ibu mau membebani hidup saya yang tidak pernah mudah ini," sanggah Clara tegas.
Ibu Risa sedikit tertegun melihat sikap Clara yang telah berubah dari sosok gadis lemah di masa lalu.
"Rupanya, sekarang kau sudah menjadi wanita jalang yang berani melawan Ibumu sendiri. Apa kau mau aku beritahukan ke semua orang di tempat ini, bahwa kamu adalah wanita murahan, sekaligus anak durhaka?" gertak Risa, seolah siap membuat keramaian untuk mempermalukan Clara.
Walau Clara sudah lama tidak diperlakukan seperti ini, tetap saja gadis itu harus menahan diri untuk tidak berteriak atau melakukan sesuatu yang heboh. Gadis itu hanya menarik nafas panjang, walau bibirnya sedikit bergetar dan kelu untuk berbicara.
"Mengapa Ibu selalu mengancamku? Padahal, Ibu Risa tidak pernah menganggapku sebagai anak. Bagaimana dengan Meyra? Apa Ibu sudah berunding dengannya sebelum seenak hati memutuskan hal seperti ini?" dalih Clara.
"Kurang ajar kamu, Clara. Untuk apa kau membawa-bawa nama adikmu? Walau dia bodoh, tetap saja dia seratus ribu kali lebih baik darimu. Memangnya, aku mau hidup bersama dengan gadis busuk sepertimu? Salahkanlah Papamu, karena sudah membuang kita semua!" sahut Risa dengan tatapan seperti iblis.
"Papaku tidak bersalah, melainkan Ibu Risa! Padahal, aku sudah rela membiarkan Ibu mengambil seluruh hakku dan juga kepemilikan Papa. Kenapa Ibu bisa bersikap sekejam dan seegois ini?" seru Clara marah, walau telah berusaha menjaga volume suaranya.
"Anak kurang ajar!" sentak Ibu Risa, lalu melayangkan tangan untuk menampar wajah Clara di hadapan umum.
Clara yang sudah cukup malu diperhatikan orang lain hanya dapat menutup matanya dengan pasrah. Namun..
Dak!
Baru saja hendak melakukan aksinya, tangan seorang pria dengan kuat mencengkeram lengan Ibu Risa.
"Siapa kau--!" seru Ibu Risa spontan.
Wajah wanita itu memucat dalam sekejap, karena melihat seorang pria yang tidak diundang.
"Jangan melukai anakku! Dasar wanita bejat! Kau pikir siapa yang sedari awal telah berbaik hati menerimamu dan putrimu yang tidak berguna itu? Jika Clara tidak setuju aku menikahimu, kamu tidak akan pernah terlepas dari kehidupan lampaumu sebagai seorang janda yang tersesat!" bentak pria yang usianya sedikit lebih tua dari Ibu Risa, yang tak lain adalah Bapak Franc Raharja, ayah kandung Clara yang telah lama menghilang.
"Papa..?" ucap Clara terkejut, tanpa sadar air matanya mulai menetes.
"Clara. Maafkan Papa ya, Nak."
Papa dan anak itu secara ajaib dipertemukan kembali bagaikan takdir dari langit. Kini, Ibu Risa hanya membisu dengan wajah memerah, walau ekspresinya masih menampakkan kemarahan dan perasaan bersalah yang nihil.
Hari yang kurang beruntung bagi Clara, secara ironis berubah menjadi hari terindah dalam hidupnya.
- Bersambung -
yg slalu konsisten menulis dan mghibur pembaca dgn kreatifitasnya /Joyful/💜